AS dan Arab Saudi menandatangani kerja sama militer strategis untuk modernisasi pertahanan dan peningkatan kapasitas angkatan bersenjata Saudi. (Brendan Smialowski / AFP)

Dalam kunjungan kenegaraannya ke Timur Tengah, Presiden Amerika Serikat Donald Trump melakukan pertemuan penting dengan Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohamed bin Salman (Mbs), di Riyadh. Pertemuan ini menghasilkan sejumlah perjanjian strategis, terutama dalam bidang pertahanan dan kerja sama militer kedua negara. 

Penandatanganan perjanjian dilakukan dalam sebuah upacara resmi yang mewah di Royal Court Riyadh, tepatnya pada Selasa, 13 April. Ballroom tempat berlangsungnya acara dipenuhi nuansa kemegahan, lengkap dengan lapisan emas yang mempertegas nuansa eksklusif diplomatik.

Trump dan Mbs menyepakati beberapa dokumen penting, termasuk nota kesepahaman (MoU), surat pernyataan minat (letter of intent), serta perjanjian eksekutif lainnya. Berbagai lembaga pemerintah dari kedua negara turut terlibat dalam kerja sama ini.

Fokus utama perjanjian ini adalah peningkatan kemampuan militer Arab Saudi. Salah satu tujuan besarnya adalah modernisasi sistem pertahanan kerajaan. Ini termasuk pengembangan teknologi militer serta transfer pengetahuan dari Amerika Serikat untuk mendukung transformasi kekuatan bersenjata Saudi di masa depan.

Kerja sama ini tidak hanya mencakup persenjataan, tetapi juga pelatihan, perawatan sistem, penyediaan suku cadang, serta peningkatan kapasitas pendidikan militer, terutama bagi Garda Nasional Arab Saudi. Dukungan terhadap sektor kesehatan militer pun menjadi bagian integral dari paket kerja sama tersebut.

Melihat lingkup kerja samanya, tidak berlebihan jika disebutkan bahwa hubungan Washington–Riyadh telah memasuki fase baru yang lebih strategis dan terintegrasi.

Dalam pandangan banyak pengamat, kesepakatan ini mencerminkan pendekatan personal dan politik luar negeri Trump yang cenderung menitikberatkan pada hubungan antar-pemimpin. Kedekatannya dengan MbS bukan sekadar simbolik, tetapi juga strategis.

Ketika Trump tiba di Riyadh, ia disambut langsung oleh Pangeran MbS di landasan pacu. Sebuah karpet berwarna ungu dibentangkan, dikelilingi barisan kehormatan. Ini merupakan simbol penyambutan istimewa yang biasanya hanya diberikan kepada tamu negara yang sangat dihormati atau disukai.

“Hubungan kita sangat baik. Saya pikir kita benar-benar menyukai satu sama lain,” ujar Trump dalam pertemuan bilateralnya dengan Pangeran MbS. Ungkapan ini menunjukkan betapa hubungan pribadi bisa menjadi faktor utama dalam diplomasi, terutama selama masa kepemimpinannya.

Tidak hanya simbolis, hubungan dekat ini juga terbukti dari fakta bahwa saat Trump memenangkan masa jabatan kedua sebagai presiden, Pangeran MbS adalah kepala negara pertama yang diberi akses langsung untuk menelepon dan memberikan ucapan selamat.

Arab Saudi dan Amerika Serikat memang telah menjalin kerja sama erat selama beberapa dekade. AS menjadi pemasok utama keamanan dan senjata bagi kerajaan Saudi, sementara Riyadh memainkan peran vital dalam pasokan energi global, termasuk ke Negeri Paman Sam.

Kunjungan ini merupakan bagian dari rangkaian tur Trump ke Timur Tengah, yang juga mencakup Uni Emirat Arab dan Qatar. Sebelumnya, Trump pernah melakukan perjalanan ke luar negeri ke Roma, Italia, untuk menghadiri pemakaman Paus Fransiskus pada awal Mei—sebuah momen penting yang menandai debut diplomatik internasionalnya.

Dalam konteks global, kerja sama semacam ini menunjukkan bahwa pertahanan dan ekonomi tetap menjadi dua pilar utama hubungan internasional. Ketika kedua negara besar ini saling membutuhkan—satu sebagai pemasok energi, yang lain sebagai pelindung keamanan—hubungan mereka tak hanya bertahan, tetapi terus berkembang.

Dengan adanya perjanjian ini, Arab Saudi tampaknya sedang mempercepat langkahnya untuk memperkuat posisi militer dan geopolitiknya di kawasan. Sementara itu, Amerika Serikat tetap berusaha mempertahankan pengaruhnya di Timur Tengah, khususnya dalam menghadapi tantangan dari kekuatan lain seperti Iran, Rusia, dan Tiongkok.

Dalam kacamata global, kerja sama semacam ini memperlihatkan bahwa diplomasi modern tak lagi hanya soal pertemuan formal dan protokol, tetapi juga tentang membangun kedekatan personal dan saling memahami kebutuhan satu sama lain.