Jaringan listrik AS kewalahan karena AI, harga listrik melonjak 800% pada 2024. PJM Interconnection sebut pusat data jadi penyebab utama beban listrik ekstrem. (Joe/Readle/Getty Images)

Jaringan listrik terbesar di Amerika Serikat, PJM Interconnection, kini berada di bawah tekanan ekstrem. Penyebabnya bukan bencana alam atau perang, melainkan lonjakan konsumsi listrik yang dipicu oleh kecerdasan buatan (AI). 

Permintaan energi melonjak jauh lebih cepat daripada pembangunan pembangkit listrik baru, membuat harga melambung dan infrastruktur nyaris jebol.

Tahun 2024 menjadi titik balik. Dalam lelang kapasitas tahunan PJM, harga listrik meroket lebih dari 800%—dari US$28,92 menjadi US$269,92 per megawatt-hari. 

Lonjakan tajam ini langsung memicu gejolak politik. Gubernur Pennsylvania, Josh Shapiro, bahkan mengancam menarik negaranya keluar dari sistem PJM jika harga tak bisa dikendalikan.

“Selama permintaan tumbuh lebih cepat dari pasokan, harga akan tetap tinggi,” kata Jeffrey Shields, juru bicara PJM, dikutip dari Reuters.

PJM, yang melayani 67 juta orang di 13 negara bagian, memperkirakan lonjakan konsumsi akan mencapai 32 gigawatt pada 2030. Yang mengejutkan, sekitar 94% dari pertumbuhan ini dipicu oleh pusat data, terutama untuk keperluan AI.

Dari Google ke GPT, Listrik yang Dihisap AI Naik 10 Kali Lipat

Kebutuhan energi AI bukan perkara sepele. Setiap kali pengguna mengajukan pertanyaan ke chatbot seperti ChatGPT atau Gemini, listrik yang digunakan bisa nyaris 10 kali lebih banyak dibanding pencarian Google biasa. 

Lebih ekstrem lagi, melatih satu model bahasa besar bisa menguras listrik setara kebutuhan ribuan rumah tangga selama satu tahun.

Dampaknya mulai terasa di laporan emisi perusahaan teknologi. Emisi gas rumah kaca Google naik 48% dari 2019 hingga 2023. Microsoft tak kalah: emisinya melonjak hampir 30% hanya dalam tiga tahun. 

Laporan Universitas Cambridge memperkirakan konsumsi energi sektor teknologi bisa naik 25 kali lipat pada 2040, jika tren AI tetap liar seperti sekarang.

“Kita tahu dampak lingkungan dari AI akan besar, tapi perusahaan teknologi memilih untuk tidak transparan soal konsumsi energi mereka,” ujar Bhargav Srinivasa Desikan, peneliti utama studi dari Cambridge.

Pusat Data Serap 12% Listrik AS?

Tekanan tidak hanya dirasakan PJM. Data menunjukkan bahwa pusat data kini menyumbang 4,4% konsumsi listrik nasional AS. Angka ini bisa melonjak ke 8–12% dalam lima tahun ke depan, mengikuti meledaknya permintaan layanan AI dan cloud.

Akibatnya, beberapa wilayah AS memproyeksikan kenaikan tarif listrik lebih dari 20% sepanjang musim panas 2025. Dalam skenario terburuk, megawatt untuk rumah tangga atau pabrik bisa kalah cepat dari rebutan pusat data.

Profesor John Naughton dari Universitas Cambridge menyebutkan, “Setiap megawatt yang dikunci oleh pusat data AI adalah megawatt yang tidak lagi tersedia bagi rumah warga atau pabrik-pabrik lokal.”

Balapan Bangun Pembangkit: Teknologi ke Nuklir

Untuk mengatasi krisis ini, raksasa teknologi mulai berlomba-lomba mengamankan sumber energi mereka sendiri. Microsoft meneken kontrak 20 tahun untuk menghidupkan kembali reaktor nuklir legendaris Three Mile Island. 

Amazon punya rencana membangun reaktor modular kecil di Virginia. Bahkan Oracle sudah memesan tiga reaktor nuklir untuk operasional jangka panjang.

Langkah ekstrem ini dianggap perlu demi menjamin kelangsungan daya bagi pusat data mereka. Di sisi lain, Google memilih jalur kolaboratif dengan PJM. 

Perusahaan itu menerapkan sistem AI baru untuk mempercepat proses interkoneksi jaringan proyek listrik baru. Tapi seberapa cepat solusi ini bisa berdampak nyata masih jadi tanda tanya.

Sementara solusi jangka panjang belum jelas, harga listrik terus menanjak dan masyarakat umum ikut menanggung beban. 

Bagi para pejabat dan warga biasa, lonjakan harga ini bukan hanya soal biaya, tapi pertaruhan besar atas masa depan energi di era kecerdasan buatan.