![]() |
Uber pernah hengkang dari Indonesia, tapi kini bangkit lewat akuisisi besar dan teknologi robotaxi yang mengejutkan banyak pihak. (Dok. Uber) |
Performa bisnis transportasi Uber di Amerika Serikat terus menunjukkan pelemahan. Meskipun pandemi telah berlalu, pertumbuhan pendapatan perusahaan tak kunjung kembali ke masa kejayaannya.
Pada kuartal I tahun 2025, pendapatan Uber tercatat naik 14% menjadi US$11,53 miliar atau sekitar Rp189,9 triliun. Peningkatan ini didorong oleh pertumbuhan unit pemesanan sebesar 15% dan layanan pengiriman yang meningkat hingga 18%.
Meskipun begitu, kekuatan bisnis Uber kini lebih banyak bersumber dari luar negeri. Perusahaan memperkirakan kinerja di kuartal kedua akan melebihi ekspektasi analis Wall Street, terutama berkat ekspansi global dan diversifikasi layanan pengiriman.
Di Indonesia, Uber sendiri sudah menghentikan operasinya sejak 2018. Namun, secara global perusahaan masih agresif dalam berekspansi, termasuk melalui akuisisi dan kemitraan strategis.
Salah satu langkah besar Uber adalah membeli 85% saham Trendyl Go—platform pengiriman makanan dan bahan pokok—senilai US$700 juta atau setara Rp11,5 triliun. Akuisisi ini memperkuat pijakan Uber di sektor pengiriman, yang kini menjadi penopang utama selain transportasi.
Uber juga menjalin kerja sama dengan Pony AI, perusahaan asal Tiongkok yang fokus mengembangkan teknologi kendaraan otonom. Bersama mereka, Uber mulai mengintegrasikan robotaxi ke dalam platform ride hailing-nya.
Salah satu implementasi nyata dari teknologi ini terlihat di Austin, Texas, di mana Uber meluncurkan layanan robotaxi hasil kolaborasi dengan Waymo, anak usaha Alphabet. Uber menyebut respons pengguna terhadap layanan ini cukup menjanjikan.
Chief Financial Officer Uber, Prashanth Mahendra-Rajah, mengungkapkan bahwa perjalanan internasional kini menjadi penyumbang utama kinerja perusahaan. Sementara itu, volume perjalanan domestik AS justru menunjukkan tren menurun.
Dari perspektif bisnis, langkah Uber untuk memperluas jangkauan internasional dan menggarap teknologi kendaraan otonom adalah keputusan strategis yang sangat tepat. Mengingat kompetisi transportasi online di AS makin ketat dan kebutuhan akan efisiensi tinggi, diversifikasi menjadi kunci keberlanjutan.
Ke depan, perusahaan tampaknya akan terus fokus memperbesar portofolio teknologi dan menjangkau pasar baru di luar AS. Jika eksekusinya konsisten, Uber bisa tetap menjadi pemain dominan di industri transportasi digital global, meski pasar domestiknya mulai jenuh.
0Komentar