Kebakaran besar terjadi di sebuah pabrik semen di Hodeidah, Yaman, pada Senin (5/5/2025) setelah militer Israel melancarkan serangan udara ke pelabuhan dan wilayah sekitarnya. Sedikitnya 21 orang dilaporkan terluka. (Tangkapan Layar Video Reuters/AL-MASIRAH TV)

Militer Israel mengeluarkan peringatan resmi pada Minggu (11/5) yang ditujukan kepada warga Yaman. Dalam pernyataan itu, Israel meminta masyarakat sipil untuk segera meninggalkan tiga pelabuhan utama di wilayah barat Yaman: Hodeida, Rass Issa, dan Salif. Ketiga pelabuhan tersebut berada di kawasan yang dikuasai oleh kelompok Houthi dan dinilai telah dimanfaatkan untuk aktivitas militer yang mengancam stabilitas kawasan.

Peringatan ini dirilis menyusul serangkaian serangan udara yang dilakukan Israel ke wilayah Yaman dalam beberapa hari terakhir. Menurut pernyataan juru bicara militer Israel, Avichay Adraee, serangan tersebut ditujukan untuk melemahkan posisi Houthi, yang dituduh menggunakan pelabuhan-pelabuhan itu untuk menerima bantuan militer dari Iran serta meluncurkan rudal ke arah Israel.

“Karena pelabuhan-pelabuhan ini kini digunakan oleh rezim teroris Houthi untuk tujuan militer, kami mengimbau seluruh warga sipil agar segera mengungsi demi keselamatan mereka,” ujar Adraee dalam unggahan berbahasa Arab di platform X, seperti dikutip oleh kantor berita AFP.

Pernyataan Adraee bukanlah yang pertama. Beberapa hari sebelumnya, pesan serupa juga disampaikan kepada warga di ibu kota Yaman, Sanaa, sebelum digelarnya serangan udara yang menargetkan lokasi-lokasi strategis milik Houthi. Serangan itu merupakan bagian dari respons Israel terhadap rudal-rudal yang diluncurkan dari wilayah Yaman, yang diklaim berasal dari kelompok tersebut.

Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, menegaskan bahwa negaranya tidak akan tinggal diam terhadap ancaman tersebut. Ia menyebut bahwa Houthi secara aktif menembakkan rudal buatan Iran ke wilayah Israel, dan menyatakan bahwa Israel akan memberikan tanggapan militer yang tegas terhadap serangan tersebut, baik di dalam Yaman maupun di tempat lain yang dianggap mendukung kelompok itu.

Dari pihak Houthi, mereka menyatakan bahwa aksi mereka merupakan bentuk solidaritas terhadap rakyat Palestina, khususnya dalam konflik yang terus berlangsung di Jalur Gaza sejak Oktober 2023. Kelompok ini secara terbuka mengaku telah menyerang kapal-kapal dagang yang melintasi Laut Merah dan menargetkan wilayah Israel sebagai bagian dari kampanye pro-Palestina.

Sementara itu, Amerika Serikat, yang juga terlibat dalam konflik dengan Houthi di Laut Merah, dikabarkan telah mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan kelompok tersebut pada Selasa lalu. 

Namun, kelompok Houthi dengan tegas menyatakan bahwa perjanjian tersebut tidak berlaku terhadap Israel. Mereka bersumpah akan terus melancarkan serangan terhadap Israel dan kapal-kapal berbendera Israel sebagai bentuk perlawanan atas tindakan militer di Gaza.

Perlu dicatat bahwa situasi kemanusiaan di wilayah Gaza sendiri semakin memprihatinkan. Sejak dimulainya operasi militer Israel terhadap Hamas, lebih dari 52.000 orang dilaporkan tewas. Banyak di antaranya adalah warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak. Di sisi lain, serangan Israel ke wilayah Yaman pada pekan lalu dilaporkan menewaskan sedikitnya dua orang dan melukai puluhan lainnya.

Jika konflik terus meluas seperti ini, kawasan Timur Tengah berisiko masuk ke dalam pusaran konflik regional yang lebih besar. Serangan lintas batas dan keterlibatan berbagai aktor negara—seperti Iran, AS, dan Israel—menunjukkan bahwa situasi ini bukan lagi semata konflik antara dua pihak, melainkan sudah menjadi bagian dari dinamika geopolitik global.

Penggunaan pelabuhan sipil untuk kepentingan militer tentu menimbulkan kekhawatiran serius. Di satu sisi, tindakan Israel dapat dilihat sebagai upaya pencegahan terhadap ancaman. Namun di sisi lain, dampaknya terhadap warga sipil tak bisa diabaikan. Ketika pelabuhan-pelabuhan utama yang menjadi jalur logistik dan kemanusiaan dijadikan target militer, risiko bagi populasi lokal meningkat tajam.

Pihak internasional pun dituntut untuk bersikap lebih aktif. Jika tidak ada upaya mediasi atau tekanan diplomatik yang nyata, konflik ini bisa terus menyebar dan memperburuk ketegangan regional yang telah berlangsung bertahun-tahun.