![]() |
| Uang kertas yuan Tiongkok dari seri kelima, yang digunakan sebagai mata uang resmi di Tiongkok daratan. | Timon Studler/Unsplash |
Rusia menetapkan panduan imbal hasil untuk obligasi negara dalam mata uang yuan untuk pertama kalinya menjelang penawaran yang dijadwalkan berlangsung pada 8 Desember 2025. Penetapan rentang imbal hasil ini diumumkan Kementerian Keuangan pada Rabu waktu setempat dan akan menjadi instrumen pendanaan baru di tengah tekanan defisit dan sanksi keuangan Barat.
Menurut sumber pasar yang dikutip Reuters, obligasi dengan tenor 3,2 tahun ditawarkan pada kisaran 6,25% hingga 6,50%, sementara obligasi tenor 7,5 tahun ditetapkan tidak lebih tinggi dari 7,5%.
Volume final penerbitan akan diputuskan setelah penutupan penawaran pada 2 Desember, dengan total program mencapai nilai setara 400 miliar rubel atau sekitar US$4,9 miliar. Sejumlah analis memperkirakan minat investor domestik akan melebihi kapasitas penawaran hingga 100%.
Defisit melebar dan pendapatan melemah
Penerbitan obligasi berdenominasi yuan ini dilakukan ketika Rusia menghadapi tekanan fiskal terbesar dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan laporan media internasional seperti The Moscow Times dan UNN, pemerintah kini memperkirakan defisit anggaran mencapai 5,7 triliun rubel pada 2025, jauh di atas target awal 1,2 triliun rubel. Per Oktober, defisit tercatat sudah berada di level 4,2 triliun rubel.
Penurunan penerimaan terjadi di hampir seluruh komponen pendapatan negara. Pendapatan minyak dan gas dilaporkan turun 20% secara tahunan, sementara bea cukai merosot 19%. Target value-added tax (PPN) diperkirakan meleset sebesar 1,19 triliun rubel, dengan pemungutan pajak keuntungan dan biaya daur ulang terpantau berada di bawah proyeksi pemerintah.
Menteri Keuangan Anton Siluanov dalam pernyataannya menjelaskan langkah ini merupakan bagian dari strategi mengurangi ketergantungan pada sistem keuangan Barat setelah transaksi dolar dan euro dinilai rawan pembekuan akibat sanksi.
“Sebelumnya, pembayaran dilakukan dalam dolar dan euro melalui bank Barat yang sewaktu-waktu dapat menangguhkan penyelesaian,” ujarnya seperti dikutip sejumlah laporan media internasional.
Terdorong lonjakan perdagangan energi dengan China
Sebagian besar permintaan diperkirakan datang dari perusahaan energi yang kini mengakumulasi cadangan yuan dalam jumlah besar setelah peningkatan perdagangan dengan China.
Reuters dan sejumlah publikasi internasional melaporkan Rosneft dan Lukoil dalam beberapa bulan terakhir memulangkan cadangan yuan mereka sebelum sanksi finansial baru dari Amerika Serikat diberlakukan pada 21 November 2025. Kedua perusahaan tersebut sebelumnya masuk dalam daftar Specially Designated Nationals yang membatasi akses mereka pada sistem perbankan global.
Perdagangan Rusia–China mencapai rekor baru US$245 miliar pada 2024, dengan 99,1% transaksi dilakukan menggunakan rubel dan yuan. Obligasi ini akan diterbitkan melalui Gazprombank, Sberbank, dan VTB Capital, yang semuanya saat ini berada di bawah sanksi keuangan Barat. Instrumen tersebut akan tercatat di Bursa Moskwa yang aksesnya masih tertutup bagi sebagian besar investor asing.
Sejauh ini, pemerintah belum memberikan informasi tambahan terkait rencana penerbitan lanjutan atau keterlibatan investor dari negara anggota BRICS dalam putaran transaksi berikutnya.

0Komentar