Pemerintah menegaskan negara berhak menyita aset hasil judi online baik dari bandar maupun pemain. (Instagram/@yusrilihzamhd)

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan negara berhak merampas uang hasil perjudian daring dari bandar maupun pemain berdasarkan putusan pengadilan. 

Pernyataan itu disampaikan Yusril dalam acara sosialisasi Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2025 tentang Penguatan Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yang digelar di Jakarta pekan ini.

Menurut Yusril, mekanisme perampasan aset hasil judi online dapat dilakukan secara cepat, yakni dalam waktu tujuh hari sejak proses hukum berjalan. Ketentuan tersebut, kata dia, mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, khususnya Pasal 64 hingga 67.

“Negara memiliki kewenangan untuk merampas uang hasil dari tindak pidana, termasuk judi online, baik dari bandar maupun pemain, sepanjang ada putusan pengadilan,” ujar Yusril dalam keterangannya. 

Ia menambahkan, percepatan proses hukum ini diharapkan mampu menekan maraknya praktik judi daring yang telah menimbulkan kerugian sosial dan ekonomi bagi masyarakat.

Dalam penjelasannya, Yusril memaparkan bahwa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berperan penting dalam mendeteksi dan menunda transaksi mencurigakan. Jika dalam 20 hari tidak ada keberatan dari pemilik aset, dan dalam 30 hari tidak muncul klaim kepemilikan, penyidik dapat mengajukan penetapan pengadilan agar aset tersebut diserahkan kepada negara.

Ia juga menyebut, banyak transaksi judi online kini beralih ke aset digital seperti mata uang kripto dan dompet elektronik. Karena itu, diperlukan sinergi antarlembaga dalam penegakan hukum, termasuk PPATK, perbankan, penyedia jasa keuangan, serta aparat penegak hukum.

Yusril menilai, penguatan Komite TPPU melalui Perpres 88/2025 menjadi upaya pemerintah untuk memperkuat koordinasi lintas sektor dalam pemberantasan judi online dan pencucian uang. 

Komite tersebut melibatkan 18 kementerian dan lembaga, mulai dari Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, Kepolisian, hingga Kementerian Komunikasi dan Informatika.

“Penanganan judi online bukan hanya soal hukum pidana, tetapi juga pencegahan pencucian uang. Banyak hasil kejahatan yang berputar lewat sistem keuangan digital, bahkan melintasi batas negara,” kata Yusril.

Berdasarkan KUHP Pasal 303, bandar judi daring dapat dijerat hukuman hingga 10 tahun penjara, sementara pemain judi dapat dipidana hingga 3 tahun. 

Pemerintah berharap penegakan aturan baru ini dapat memberikan efek jera dan menutup celah sirkulasi uang ilegal yang berasal dari praktik perjudian online.