kebakaran besar di kompleks apartemen Wang Fuk Court di distrik Tai Po, Hong Kong, yang terjadi pada Rabu, 26 November 2025. | rti.org.tw

Kebakaran dahsyat yang melanda tujuh gedung hunian bertingkat tinggi di kompleks Wang Fuk Court, Tai Po, Hong Kong, menewaskan sedikitnya 36 orang dan membuat ratusan lainnya belum dapat dihubungi. Peristiwa pada Rabu (26/11) ini dengan cepat dinaikkan ke alarm level 5, tingkat darurat tertinggi di Hong Kong dan segera dipandang sebagai tragedi kebakaran paling mematikan sejak insiden Gedung Garley pada 1996.

Api bermula sekitar pukul 14.51 dari bagian perancah bambu di sisi luar Wang Cheong House, satu dari delapan blok hunian berusia lebih dari 40 tahun. Kompleks tersebut tengah menjalani renovasi besar sejak pertengahan 2024 dengan pemasangan perancah bambu di seluruh fasad bangunan. 

Dalam hitungan menit, kobaran merambat vertikal dan horizontal melalui struktur perancah yang saling terhubung, menciptakan jalur api layaknya obor raksasa.

Para ahli teknik kebakaran menilai karakter rambat api di Wang Fuk Court sebagai contoh jelas dari vertical fire spread pada gedung tinggi yang diselimuti material luar mudah terbakar. Perancah bambu yang dibungkus jaring plastik penahan debu mempercepat penyalaan dan menguatkan arah rambat api.

Dalam video amatir yang beredar, api terlihat menjalar naik melalui rangka bambu yang tertiup angin, mempercepat pembakaran. “Burn rate bambu sangat tinggi, dan lapisan jaring plastik mempercepat rambat api hingga beberapa kali lipat,” ujar seorang insinyur fire engineering yang dikutip media lokal.

Situasi itu menyulitkan tim pemadam. “Puing-puing dan rangka bambu berjatuhan, sementara suhu di lorong atas terlalu tinggi untuk dimasuki,” kata Wakil Direktur Dinas Pemadam Kebakaran Derek Armstrong Chan. Seorang petugas bernama Ho Wai-ho (37 tahun) sempat hilang kontak sebelum ditemukan mengalami luka bakar parah dan kemudian meninggal.

Dibangun pada 1983 sebagai hunian bersubsidi, Wang Fuk Court menampung sekitar 4.800 warga dalam delapan blok dengan unit kecil berukuran 300–500 kaki persegi. Pada 2024, pemerintah menyetujui renovasi struktur fasad, koridor umum, dan sistem pipa senilai HK$330 juta. Proyek ini mengharuskan pemasangan perancah bambu penuh sejak Juli 2024.

Hong Kong sendiri selama bertahun-tahun mempertahankan penggunaan perancah bambu sebagai praktik konstruksi tradisional. Diperkirakan 80 persen lokasi proyek publik maupun swasta masih menggunakannya karena lebih murah, fleksibel, dan cepat dipasang. 

Namun, sejak 2018 tercatat sedikitnya 23 kematian terkait insiden konstruksi berbasis perancah, memunculkan kembali kekhawatiran mengenai keselamatannya, khususnya dalam proyek renovasi gedung tua yang berdiri rapat di distrik padat.

Kekacauan di lorong-lorong Wang Fuk Court

Asap dengan cepat memenuhi koridor di beberapa blok ketika api menjalar dari sisi luar bangunan. Sebanyak lebih dari 700 warga berhasil dievakuasi ke sekolah dan pusat komunitas terdekat yang dijadikan lokasi penampungan. Namun, sebagian warga terjebak di balkon dan lorong karena tangga darurat dipenuhi asap.

Seorang penghuni lantai 16 menceritakan bahwa alarm kebakaran terdengar lemah akibat proses renovasi. “Kami membuka jendela untuk mencari udara, tapi malah melihat api naik di perancah,” katanya, seperti dikutip dari Reuters. 

Warga lain mengatakan bahwa asap di tangga darurat begitu tebal sehingga mereka terpaksa menunggu di balkon sambil mengibarkan kain agar terlihat oleh petugas penyelamat.

Selain 36 korban meninggal, sejumlah lainnya kritis dan puluhan mengalami luka akibat paparan asap dan luka bakar. Pemerintah menyiapkan akomodasi sementara bagi keluarga yang kehilangan tempat tinggal.

Kepala Eksekutif Hong Kong John Lee menyebut insiden ini “hari kelam bagi Hong Kong” dan memerintahkan penyelidikan menyeluruh. Investigasi gabungan melibatkan Departemen Bangunan, Otoritas Perumahan, dan Dinas Pemadam Kebakaran untuk menelusuri:

sumber pasti api,

potensi kelalaian kontraktor,

standar keselamatan yang diterapkan selama renovasi,

serta tingkat efektivitas sistem alarm dan jalur evakuasi.

Pemerintah juga mempertimbangkan percepatan kebijakan pembatasan perancah bambu, khususnya dalam proyek hunian bersubsidi. Diskusi tentang kemungkinan penggantian dengan struktur logam atau sistem modular modern kembali mengemuka di Dewan Legislatif.

Jejak historis dan pola kebakaran gedung tua

Tragedi Wang Fuk Court mengingatkan publik pada kebakaran Gedung Garley pada 1996 yang menewaskan 41 orang, ketika api merambat melalui perancah dan poros lift. Dalam dekade terakhir, insiden kebakaran besar semakin sering terjadi pada gedung era 1970–1980-an yang kini menunjukkan tanda-tanda struktur menua: sistem kelistrikan lawas, ventilasi buruk, dan lorong sempit.

Pakar tata kota menilai tantangan keselamatan ini diperburuk oleh gelombang renovasi besar pasca-pandemi, ketika banyak proyek pemeliharaan yang tertunda dijalankan secara serentak. Gedung lama yang dipenuhi perancah besar selama berbulan-bulan menjadi lebih rentan terhadap risiko kebakaran besar.

Analis kebijakan kota mengidentifikasi beberapa faktor utama yang berkontribusi pada tragedi ini:

1. Ketergantungan berlebihan pada perancah bambu.
Meski menjadi ikon lokal, material ini tidak tahan panas dan mudah terbakar, terutama dengan balutan jaring plastik.

2. Proyek renovasi berskala besar yang dilakukan bersamaan.
Penundaan selama pandemi membuat banyak gedung tua menjalani perbaikan serentak, meningkatkan paparan risiko.

3. Usia bangunan bersubsidi yang menua.
Banyak gedung berusia 40 tahun atau lebih yang memerlukan pembaruan sistem keselamatan.

4. Efek cerobong pada gedung tinggi.
Struktur tinggi dengan ventilasi buruk dapat menciptakan chimney effect yang mempercepat rambat api dan asap.


Para analis menilai tragedi ini menjadi tanda perlunya evaluasi menyeluruh atas seluruh standar renovasi, khususnya penggunaan material pembungkus konstruksi dan peralatan darurat selama pengerjaan fasad.

Presiden Tiongkok Xi Jinping menyampaikan belasungkawa dan meminta otoritas Hong Kong melakukan penyelamatan maksimal. Beberapa konsulat asing juga mengeluarkan imbauan keselamatan lokal.

Media internasional menyoroti bagaimana insiden ini memicu kembali perdebatan mengenai apakah kota dengan ratusan gedung pencakar langit masih dapat mengandalkan metode konstruksi tradisional pada proyek berskala besar.