Kapal kargo memuat peti kemas di Jakarta Container Terminal International di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 31 Agustus 2022. Biaya logistik di Indonesia terbilang tinggi yakni mencapai 23,5 persen dari PDB nasional pada 2019. | EPA-EFE/BAGUS INDAHONO

Indonesia menghadapi dua hambatan besar dalam efisiensi ekonomi nasional, yakni tingginya biaya internet dan mahalnya ongkos logistik. Kondisi ini disorot dalam Bisnis Indonesia Forum yang berlangsung Rabu, 26 November 2025, di Jakarta, setelah data terbaru menunjukkan biaya logistik Indonesia mencapai 14,1 persen terhadap PDB pada 2023, tertinggi di Asia Tenggara. 

Pelaku usaha menilai regulasi lintas kementerian yang belum terintegrasi menjadi faktor utama yang menghambat daya saing.

Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Akbar Djohan menjelaskan biaya logistik Indonesia masih melampaui negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura. Ia menilai persoalan utamanya bukan semata infrastruktur, melainkan tata kelola kebijakan yang tersebar di banyak lembaga. 

“Tantangan sebenarnya adalah bagaimana regulasi dari semua kementerian dan lembaga bisa di-organize. Ini jauh lebih efektif, jauh lebih efisien untuk meningkatkan daya saing,” ujar Akbar dalam forum tersebut.

Di sektor telekomunikasi, Indonesia juga tercatat memiliki tarif internet fixed broadband paling mahal dengan kecepatan rata-rata terendah di ASEAN. 

Mengacu laporan We Are Social edisi Februari 2025 yang dikutip dari Bisnis.com, harga internet Indonesia mencapai sekitar US$0,41 per Mbps, atau setara Rp6.806–Rp6.809 per Mbps. Tarif tersebut jauh lebih tinggi dibanding Filipina (US$0,14), Malaysia (US$0,09), Vietnam (US$0,04), Singapura (US$0,03), dan Thailand (US$0,02).

Pengamat Ekonomi dan peneliti LPEM UI, Teuku Rifky, mengatakan kondisi ini tidak ideal untuk percepatan ekonomi digital nasional. “Harga internet di Indonesia itu paling mahal di ASEAN dengan speed yang paling lambat juga di ASEAN,” kata Rifky dalam acara Digital Economy & Telco Outlook 2026, Rabu (26/11/2025).

Pemerintah mencoba menekan disparitas tersebut melalui program Internet Rakyat yang digarap PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) bersama OREX SAI Inc. dari Jepang. 

Layanan berbasis teknologi 5G Fixed Wireless Access (FWA) itu menawarkan kecepatan hingga 100 Mbps dengan tarif Rp100.000 per bulan. Inisiatif ini diumumkan dalam beberapa laporan media seperti Kompas.com dan CNBC Indonesia yang menyebutkan pemerintah menargetkan perluasan akses melalui investasi jaringan dan perangkat.

Director Tech and Durables Commercial Lead NielsenIQ Indonesia, Bramantiyoko Sasmito, menyebut kerja sama Indonesia dan Jepang menjadi bagian dari upaya mendorong adopsi 5G serta menurunkan harga layanan data. Menurutnya, ketersediaan layanan yang terjangkau akan menentukan pertumbuhan ekonomi digital.

Di sisi lain, pelaku industri logistik kembali menekankan pentingnya digitalisasi untuk menekan biaya. Akbar Djohan mengatakan pemanfaatan teknologi dapat membuka peluang efisiensi, terutama dalam pengelolaan rantai pasok. 

“Pelaku industri logistik untuk mendapatkan titik efisiensi, tentu kita tidak bisa pungkiri harus shifting ke digitalisasi,” jelasnya dalam forum yang sama, mengutip laporan Bisnis.com.

Kedua isu harga internet dan ongkos logistik dinilai menjadi faktor krusial bagi peningkatan daya saing produk nasional, terutama ketika kompetisi regional dan kebutuhan percepatan ekonomi digital terus meningkat.