![]() |
| Bendera nasional Jepang, yang secara resmi dikenal sebagai Nisshoki (Bendera Matahari) atau lebih sering disebut Hinomaru (Bola Matahari). | Unsplash/Fumiaki Hayashi |
Duta Besar Jepang untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Kazuyuki Yamazaki, mengirim surat resmi kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Senin (24/11/2025) untuk membantah tuduhan China terkait komentar Perdana Menteri Sanae Takaichi soal Taiwan. Langkah ini menjadi respons langsung atas surat protes yang lebih dulu disampaikan Duta Besar China untuk PBB, Fu Cong, pekan lalu.
Dalam suratnya, Yamazaki menegaskan bahwa pernyataan Takaichi pada 7 November “tidak seperti yang dipandang China” dan menolak klaim bahwa Tokyo berniat mengerahkan Pasukan Bela Diri Jepang (SDF) ke Taiwan.
“Tokyo sama sekali tidak berniat mengerahkan Pasukan Bela Diri Jepang seperti yang dituduhkan,” tulis Yamazaki dalam surat tersebut.
Ia menjelaskan bahwa posisi Jepang terhadap Taiwan tidak berubah sejak Japan–China Joint Communique 1972, yang menjadi dasar penormalan hubungan diplomatik kedua negara. Menurutnya, kebijakan pertahanan Jepang tetap bersifat defense-only dan penerapan hak bela diri kolektif pun sangat terbatas sesuai legislasi keamanan tahun 2015.
Yamazaki juga mengkritik langkah balasan China yang dinilai memperkeruh hubungan dagang dan pertukaran masyarakat, termasuk pembekuan impor produk laut Jepang dan penangguhan perjalanan warga China ke Jepang. Ia menyebut Tokyo lebih memilih menyelesaikan persoalan ini melalui dialog konstruktif.
Sebelumnya, Fu Cong menyurati Sekjen Guterres sekitar 22 November dan mengadukan komentar PM Takaichi yang menyatakan bahwa Jepang dapat terlibat secara militer apabila China menyerang Taiwan. Menurut Fu, pernyataan itu melanggar hukum internasional dan norma-norma diplomatik serta mengindikasikan Jepang berniat ikut campur secara militer dalam urusan China.
Beijing menilai komentar Takaichi sebagai sangat salah, sangat berbahaya, dan provokatif secara terang-terangan. Fu juga menekankan bahwa ini menjadi pertama kalinya sejak 1945 seorang pemimpin Jepang secara terbuka menyatakan kemungkinan intervensi militer dalam isu Taiwan.
China mendesak Takaichi menarik pernyataannya, namun permintaan itu ditolak oleh Tokyo. Beijing kemudian menjatuhkan serangkaian langkah pembalasan, termasuk penghentian impor produk laut Jepang, larangan perjalanan ke Jepang, hingga penyetopan penayangan anime asal Jepang.
Pada Senin (24/11), juru bicara PBB Stephane Dujarric menegaskan bahwa prioritas saat ini adalah menurunkan ketegangan antara Jepang dan China. “Saat ini meredakan ketegangan melalui dialog merupakan yang paling utama dalam merespons masalah China–Jepang,” ujarnya.
Dujarric menambahkan bahwa seluruh surat yang dikirim oleh kedua negara akan diproses sesuai prosedur dan dibagikan kepada negara anggota. “Surat yang dikirim ke PBB akan diurus sepenuhnya oleh PBB dan seluruh negara anggota,” kata dia.
Ketegangan ini memunculkan kekhawatiran lebih luas di kawasan Asia Timur, terutama terkait stabilitas di Selat Taiwan serta dinamika keamanan antara Jepang, Taiwan, dan Amerika Serikat.

0Komentar