Seorang penduduk setempat mengendarai sepeda melewati kendaraan lapis baja yang hangus selama konflik Ukraina-Rusia di kota Volnovakha yang dikuasai separatis di wilayah Donetsk, Ukraina 15 Maret 2022. | REUTERS/Alexander Ermochenko

Inggris Raya memastikan sedang menyiapkan rencana penempatan pasukan internasional di Ukraina setelah tercapai gencatan senjata, meskipun Rusia menolak keras kehadiran militer asing di wilayah tersebut. 

Konfirmasi itu disampaikan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dalam pembicaraan telepon dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pada Selasa waktu setempat, menjelang pertemuan virtual Coalition of the Willing yang diikuti lebih dari 30 negara.

Rencana penempatan pasukan muncul setelah berbagai negara anggota koalisi membahas opsi stabilisasi keamanan Ukraina pascaperang. 

Dalam keterangannya, juru bicara perdana menteri menyebut Starmer menekankan pentingnya “kelanjutan kerja oleh mitra koalisi dalam mempersiapkan penempatan pasukan multinasional setelah penghentian permusuhan,” seperti dikutip dari laporan Anadolu Agency.

Ketika ditanya apakah Inggris tetap mempertahankan komitmen menempatkan pasukan setelah konflik berakhir, juru bicara tersebut menyebutkan bahwa sikap pemerintah “tetap tidak berubah”. Rusia sebelumnya menolak seluruh bentuk penempatan pasukan asing, menyebut rencana itu “tidak dapat diterima”.

Pada hari yang sama, Starmer juga menyampaikan sikap pemerintah di hadapan Parlemen. Ia menolak sejumlah poin penting dalam rancangan rencana perdamaian AS–Rusia yang bocor dan berisi 28 pasal. Menurut laporan Anadolu Agency dan media Ukraina UNN, salah satu poin yang meminta Ukraina menyerahkan wilayah yang masih berada di bawah kontrolnya dinilai “sangat jelas tidak dapat diterima”.

“Kedaulatan Ukraina harus dipertahankan dan Ukraina harus mampu membela dirinya di masa depan,” ujar Starmer dalam pernyataannya kepada anggota parlemen. Ia menambahkan bahwa suara Ukraina harus menjadi faktor utama dan setiap langkah penyelesaian akan membutuhkan persetujuan NATO.

Starmer juga menyebut beberapa elemen dari dokumen yang bocor dapat menjadi bagian penting dalam penyusunan penyelesaian akhir, meski tidak merinci bagian mana yang dimaksud.

Dari sisi Prancis, Presiden Emmanuel Macron mengatakan pasukan dari Prancis, Inggris, atau Turki berpotensi ditempatkan di Ukraina pada hari perdamaian ditandatangani. 

Dalam laporan Kyiv Independent dan Daily Sabah, Macron menjelaskan bahwa pasukan itu akan bertugas sebagai keamanan penjamin di bawah koalisi antarpemerintah, bukan struktur NATO, dengan kemungkinan penempatan di wilayah belakang seperti Kyiv atau Odesa.

“Kami memiliki sekitar 20 negara yang telah menyatakan apa yang mereka siap lakukan secara aktif, baik di udara, di darat, atau di laut,” kata Macron.

Koalisi Negara-Negara yang Bersedia, yang terbentuk setelah KTT London awal tahun ini kini beranggotakan sekitar 33 negara. Menurut keterangan resmi dari Kantor Presiden Ukraina dan laporan Ukrinform, Zelenskyy dan Starmer telah mengoordinasikan posisi untuk dibawa dalam pertemuan koalisi pada 25 November, termasuk langkah diplomatik lanjutan serta prioritas pembahasan terkait rancangan perdamaian.

Pertemuan virtual tersebut turut dihadiri Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte dan difokuskan pada penyelarasan sikap negara-negara anggota mengenai kemungkinan operasi penjaga perdamaian.