Area pertambangan PT Freeport Indonesia (PTFI) di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, Indonesia. | PTFI

PT Freeport Indonesia (PTFI) menyebut adanya potensi sumber daya mineral baru sekitar 3 miliar ton bijih di wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Papua. 

Informasi itu disampaikan Direktur Utama Freeport Indonesia, Tony Wenas, dalam RDP bersama Komisi VI DPR RI yang berlangsung pada Senin (24/11/2025). Temuan ini disebut membuka peluang perpanjangan umur operasi tambang setelah 2041, ketika masa izin Freeport saat ini berakhir.

Freeport menjelaskan bahwa perusahaan saat ini memiliki cadangan terbukti sekitar 1,3 miliar ton bijih yang akan ditambang hingga 2041. Di luar itu, perseroan menemukan potensi sumber daya tambahan sekitar 3 miliar ton yang mencakup tembaga, emas, dan perak sebagai by-product. 

Namun, angka tersebut masih berstatus resource, belum dikonversi menjadi reserve karena belum melalui rangkaian eksplorasi lanjutan dan studi kelayakan.

Dalam keterangan kepada DPR, Tony menyebut bahwa potensi ini hanya dapat dikembangkan setelah ada kepastian terkait perpanjangan izin operasi Freeport. 

“Cadangan kita yang ada di wilayah IUPK sekarang adalah 1,3 miliar ton bijih, yang akan diambil sampai 2041. Kemudian ada lagi sumber daya yang kira-kira jumlahnya 3 miliar ton, tetapi itu belum menjadi cadangan, masih berupa sumber daya,” ujar Tony.

Ia menambahkan bahwa dalam praktik pertambangan, konversi sumber daya menjadi cadangan biasanya mengalami penurunan 30–40 persen. Dengan demikian, estimasi awal menunjukkan potensi sekitar 2 miliar ton yang dapat masuk kategori cadangan apabila seluruh tahap eksplorasi dan studi teknis berjalan sesuai standar.

Pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, sebelumnya menyebut bahwa pembahasan perpanjangan IUPK Freeport hingga 2061 tengah berlangsung. 

Menurutnya, pemerintah mempertimbangkan aspek investasi jangka panjang serta kesinambungan kegiatan tambang bawah tanah yang membutuhkan waktu persiapan bertahun-tahun.

Sejauh ini Freeport menegaskan bahwa fokus operasional masih tertuju pada cadangan yang telah dikonfirmasi hingga 2041. Investasi eksplorasi lanjutan di area sumber daya baru baru akan dilakukan setelah ada kepastian regulasi, termasuk skema divestasi, tata kelola IUPK jangka panjang, serta ketentuan terkait hilirisasi mineral.

Dalam paparannya, manajemen Freeport juga menyinggung risiko teknis dan ekonomi dalam pengembangan sumber daya tersebut. Faktor geologi, biaya eksplorasi, teknologi tambang bawah tanah, dan izin operasi disebut menjadi penentu utama apakah potensi 3 miliar ton itu dapat dikomersialkan. 

“Semuanya membutuhkan kepastian jangka panjang. Tanpa itu, kami akan fokus pada cadangan yang sudah ada,” kata Tony.

Di sisi lain, potensi sumber daya skala besar ini memberi ruang bagi pemerintah untuk menegosiasikan skema kerja sama yang lebih luas, termasuk peningkatan porsi kepemilikan Indonesia dan integrasi hilirisasi tembaga serta logam ikutan. 

Pembahasan lanjutan terkait struktur izin dan komitmen investasi dijadwalkan berlangsung dalam beberapa bulan mendatang sesuai agenda pemerintah dan DPR.