RMKE menggandeng KAI untuk mengangkut batu bara lewat jalur rel di Sumatera Selatan. Langkah ini dinilai mampu menekan biaya logistik dan membuat pasokan ke PLN lebih murah serta efisien dibanding moda darat. (Wikimedia Commons)

PT RMK Energy Tbk (RMKE) menegaskan bahwa pengangkutan batu bara ke pembangkit listrik milik PT PLN (Persero) bisa jauh lebih efisien jika dilakukan melalui moda transportasi kereta api. Langkah ini disebut mampu menekan biaya logistik dan membuat harga pasokan batu bara ke PLN lebih kompetitif dibanding jalur darat.

Direktur Utama RMKE, Vincent Saputra, menyampaikan hal itu dalam acara Road to Hari Tambang dan Energi 2025 yang digelar CNBC Indonesia, Rabu (29/10). Ia menjelaskan, sejak awal RMKE memang fokus mengembangkan sistem logistik berbasis rel di Sumatera Selatan, dengan menggandeng PT Kereta Api Indonesia (KAI).

“Dan kita salah satu perusahaan swasta, waktu kita mulai itu kita satu-satunya perusahaan swasta yang berinvestasi dengan Kereta Api. Nah efeknya apa? Kita berusaha menekan biaya logistik ini supaya lebih murah, sehingga kita bisa untuk suplai ke PLN dengan harga yang lebih kompetitif,” ujar Vincent.

Menurut Vincent, moda kereta api dinilai paling efisien untuk wilayah penghasil batu bara seperti Sumatera Selatan, terutama di daerah Lahat, Muara Enim, hingga Palembang.

“Kayak di Sumatera Selatan, waktu kita mulai kita melihat bahwa kereta api ini adalah solusi yang paling efisien. Nah waktu itu kita menggandeng Kereta Api Indonesia untuk mengangkut batu bara dari tambang sampai ke ujung,” lanjutnya.

Kerja sama antara RMKE dan KAI ini berlangsung jangka panjang. Melalui anak usahanya, PT Truba Bara Banyu Enim (TBBE), RMKE meneken perjanjian pengangkutan batu bara hingga tahun 2032. Dalam kesepakatan itu, kapasitas loading di stasiun muat Gunung Megang, Muara Enim, akan ditingkatkan dari 1 juta ton menjadi 4 juta ton per tahun pada 2025.

Selain itu, KAI juga menambah dua jalur pengangkutan baru, yaitu,  dari Stasiun Gunung Megang ke Stasiun Simpang sejauh 111 km, serta dari Tanjung Enim Baru ke Simpang sepanjang 147 km. Saat ini, kapasitas angkut KAI menuju Stasiun Simpang mencapai 17 rangkaian kereta per hari, setara dengan sekitar 17 juta ton batu bara per tahun.

RMKE menyebut moda kereta api tak hanya lebih hemat biaya, tapi juga lebih ramah lingkungan dibanding truk. Satu rangkaian kereta bisa membawa sekitar 3.000 ton batu bara, atau setara dengan muatan 100 truk.

Dengan demikian, penggunaan kereta dapat menekan potensi emisi karbon dan mengurangi beban jalan raya dari lalu lintas truk pengangkut batu bara.

Meski operasi utama berada di Sumatera Selatan, RMKE juga membidik wilayah baru seperti Jambi untuk ekspansi ke depan. Vincent menuturkan, tantangan utama justru menjaga efisiensi biaya di wilayah dengan jarak angkut jauh.

“Nah dengan jarak angkut jauh ini, bagaimana membuat biaya transportasi dan logistik ini menjadi kompetitif. Nah itu yang menjadi kunci,” katanya.

RMKE yang berdiri sejak Juni 2009 kini menjadi penyedia jasa logistik batu bara terbesar di Sumatera Selatan. Perusahaan mengoperasikan Terminal Khusus Batu Bara Musi 2 di Keramasan, Palembang, dengan kapasitas hingga 20 juta ton per tahun dan stockpile 2 juta ton. 

Selain itu, RMKE juga memiliki fasilitas train loading system di Gunung Megang untuk mendukung tambang in-house milik TBBE.

Dalam jangka panjang, RMKE menargetkan volume jasa angkutan batu bara bisa tembus 20 juta ton per tahun. Pada semester I 2022, pendapatan RMKE tercatat sekitar Rp1,07 triliun, naik 159% dibanding periode sama tahun sebelumnya, dengan laba bersih mencapai Rp141,8 miliar.