![]() |
| Foto: Bloomberg |
Pemerintah mulai bergerak cepat menyiapkan program bahan bakar campuran etanol 10 persen (E10). Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid mengumumkan bahwa sebanyak 240 ribu hektare lahan telah siap untuk mendukung kebijakan energi baru tersebut.
“Sementara memang kita lagi ada lahan baru 240 ribu hektare, yang tersedia itu baru 240 ribu hektare,” ujar Nusron di Jakarta, Rabu (29/10/2025).
Menurutnya, lahan itu tersebar di 18 provinsi dan akan menjadi fondasi awal program bioetanol nasional yang telah disetujui Presiden Prabowo Subianto.
Pemerintah menargetkan perluasan lahan hingga satu juta hektare untuk mendukung kebutuhan produksi etanol dalam program E10 yang akan mulai diterapkan pada 2027. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), program ini membutuhkan sekitar 1,2 hingga 1,4 juta kiloliter bioetanol per tahun.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memastikan penerapan kebijakan campuran etanol ini akan berjalan sesuai jadwal.
“Di 2027, kita akan mandatori untuk membangun bensin kita dengan E10 sampai dengan E20,” kata Bahlil, dikutip dari Kompas.com, Jumat (24/10/2025).
Tak hanya menyiapkan lahan dan regulasi, pemerintah juga membuka peluang investasi besar-besaran di sektor bioetanol. Minat dari investor global terus meningkat, termasuk dari Toyota yang berencana membangun pabrik etanol di Indonesia. Hal ini dikonfirmasi oleh Wakil Menteri Investasi Todotua Pasaribu, yang menyebut Toyota dan investor asal Brasil tengah menyiapkan rencana bisnisnya.
“Toyota sudah menyampaikan minatnya membangun pabrik etanol di Indonesia, dan ada juga beberapa investor dari Brasil yang sedang menjajaki hal serupa,” ujar Todotua, dikutip dari Kompas.com, Selasa (28/10/2025).
Dari sisi bahan baku, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai sagu dan singkong menjadi pilihan paling efisien untuk produksi bioetanol di dalam negeri.
“Sagu adalah yang paling murah untuk dijadikan etanol, kemudian cassava (singkong), sedangkan jagung sudah cukup mahal,” ungkap Plt Dirjen Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika.
Untuk menarik minat investor, pemerintah juga menyiapkan berbagai insentif dan kemudahan investasi. Bahlil Lahadalia menegaskan bakal ada fasilitas fiskal bagi perusahaan yang serius mengembangkan proyek etanol.
“Pasti ada insentif. Bisa ada tax holiday, kemudian market-nya captive,” ujarnya seperti dikutip dari Kontan.co.id.
Program E10 ini merupakan bagian dari Asta Cita Presiden Prabowo, yang menargetkan kemandirian energi nasional dan pengurangan impor BBM yang saat ini masih mencapai sekitar 60 persen dari total konsumsi bensin nasional.
Langkah ini melengkapi keberhasilan program biodiesel B40, yang menurut data Aprobi telah menghemat devisa hingga Rp60 triliun pada semester pertama 2025.
Dengan kesiapan lahan, dukungan investasi, dan kebijakan insentif yang mulai berjalan, pemerintah berharap transisi menuju bahan bakar ramah lingkungan bisa berjalan lebih cepat dan berkelanjutan di tahun-tahun mendatang.

0Komentar