![]() |
| Direktorat Jenderal Pajak memperpanjang penundaan PPh Pasal 22 sebesar 0,5% bagi pedagang online sampai pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6%. (VOI) |
Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, mengumumkan penundaan penerapan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 bagi pedagang online di platform e-commerce sebesar 0,5 persen akan diperpanjang hingga pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6 persen.
Pengumuman ini disampaikan dalam konferensi pers di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Senin (20/10/2025).
Bimo menjelaskan, sebelumnya Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah menginstruksikan penundaan penerapan pajak ini hingga Februari 2026. Namun arahan terbaru memperpanjang penundaan tanpa batas waktu pasti.
“Terakhir itu memang arahannya ke kami itu di Februari, tapi kemudian ada arahan dari pak menteri untuk menunggu sampai pertumbuhan 6 persen,” ujar Bimo.
Kebijakan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 menetapkan platform marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 dari merchant domestik dengan tarif 0,5 persen dari peredaran bruto.
Saat ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sekitar 5 persen secara year-on-year, masih di bawah target 6 persen yang ditetapkan pemerintah sebagai syarat implementasi kebijakan.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan ekonomi Indonesia tumbuh 5,12 persen pada kuartal kedua 2025, melampaui ekspektasi namun belum mencapai target pemerintah. Di sisi lain, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta optimistis pertumbuhan ekonomi ibu kota dapat mencapai 5,6 persen pada akhir 2025.
Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menyambut keputusan penundaan ini. Sekretaris Jenderal idEA, Budi Primawan, menilai kebijakan tersebut memberi ruang adaptasi bagi pelaku usaha.
“Keputusan ini menunjukkan bahwa pemerintah mendengar masukan dari para pelaku usaha, sekaligus berupaya memastikan kebijakan perpajakan berjalan efektif tanpa menimbulkan beban berlebih,” kata Budi.
Penundaan ini dipandang sebagai angin segar bagi ekosistem Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) digital yang masih membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan sistem pemungutan pajak otomatis melalui platform marketplace.
Kebijakan ini juga beriringan dengan stimulus fiskal pemerintah sebesar Rp 200 triliun melalui bank BUMN untuk mendorong konsumsi masyarakat.

0Komentar