![]() |
| Paspor Republik Demokratik Timor Leste. (Shutterstock) |
Paspor bukan sekadar dokumen perjalanan. Di balik lembarannya tersimpan simbol diplomasi, kepercayaan internasional, dan posisi sebuah negara di mata dunia.
Paspor Timor-Leste kini tercatat memberi akses bebas visa ke lebih banyak negara dibanding paspor Indonesia, menimbulkan pertanyaan bagaimana negara kecil itu bisa memiliki “paspor lebih kuat” daripada tetangganya yang jauh lebih besar.
Menurut Henley Passport Index dan VisaIndex tahun 2025, pemegang paspor Timor-Leste dapat bepergian ke sekitar 96–97 negara dan teritori tanpa visa atau dengan fasilitas visa on arrival. Paspor ini berada di peringkat ke-52 dunia.
Sebaliknya, paspor Indonesia memiliki akses serupa ke sekitar 76–77 negara, dengan posisi di peringkat ke-62 hingga ke-67 dunia, tergantung metode pemeringkatan.
Selisih belasan negara itu tampak kecil, tetapi cukup menarik karena menempatkan Timor-Leste negara dengan populasi hanya sekitar 1,4 juta jiwa sedikit di atas Indonesia dalam hal kemudahan mobilitas global.
Namun, istilah “lebih kuat” di sini tidak berarti paspor Timor-Leste membuat warganya bebas masuk ke negara mana pun. Istilah itu sekadar merujuk pada jumlah negara yang memberikan kemudahan visa, salah satu indikator persepsi dan hubungan diplomatik sebuah negara.
Timor-Leste resmi merdeka pada 20 Mei 2002 setelah masa transisi di bawah pengawasan PBB. Sejak itu, negara ini membangun sistem pemerintahan dan hubungan luar negerinya sendiri.
Sebagai anggota baru di komunitas internasional, Timor-Leste menempatkan diplomasi sebagai salah satu prioritas utama.
Negara ini mulai aktif menjalin hubungan bilateral dengan negara-negara Asia, Eropa, hingga Amerika Latin. Dalam dua dekade terakhir, pemerintah Timor-Leste menandatangani sejumlah perjanjian bebas visa dua arah, terutama untuk tujuan pendidikan, pariwisata, dan kerja sama pembangunan.
Sebaliknya, Indonesia sudah memiliki jaringan diplomatik yang luas sejak lama, namun beban dan pertimbangan yang menyertainya jauh lebih kompleks. Dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa, Indonesia harus memperhitungkan aspek keamanan, migrasi tenaga kerja, hingga stabilitas sosial ketika menegosiasikan kebijakan bebas visa.
Faktor-faktor yang memengaruhi perbedaan
1. Persepsi risiko dan ukuran negara
Timor-Leste dianggap memiliki risiko migrasi yang rendah karena jumlah penduduknya kecil dan tingkat emigrasi relatif rendah. Negara-negara mitra lebih mudah memberikan fasilitas bebas visa kepada negara dengan potensi migrasi yang tidak besar.
Sementara itu, Indonesia sering menghadapi kekhawatiran dari negara mitra terkait arus pekerja migran atau potensi penyalahgunaan izin tinggal. Pertimbangan semacam ini membuat proses negosiasi bebas visa menjadi lebih hati-hati.
2. Fleksibilitas diplomasi
Sebagai negara kecil, Timor-Leste bisa lebih cepat menyesuaikan pendekatan diplomatiknya. Banyak kesepakatan bebas visa dilakukan secara bilateral dan langsung dengan negara-negara kecil dan menengah yang terbuka terhadap hubungan baru.
Indonesia, dengan kepentingan politik dan ekonomi yang lebih besar, biasanya menegosiasikan kebijakan bebas visa sebagai bagian dari paket kerja sama yang lebih luas. Prosesnya cenderung lebih panjang.
3. Reputasi dan catatan perjalanan warga negara
Indeks paspor juga memperhitungkan reputasi warga negara di luar negeri, termasuk tingkat pelanggaran visa atau overstay. Karena jumlah pelancong Timor-Leste masih relatif sedikit, negara lain melihatnya sebagai mitra yang berisiko rendah.
Sebaliknya, volume perjalanan warga Indonesia jauh lebih besar, sehingga insiden pelanggaran visa lebih sering terjadi dan bisa memengaruhi persepsi global.
Arti “lebih kuat” dalam konteks yang sebenarnya
Meski tampak “lebih kuat”, keunggulan paspor Timor-Leste tidak serta-merta berarti negara itu memiliki pengaruh lebih besar secara ekonomi atau politik.
Sebagian besar negara yang memberikan akses bebas visa kepada Timor-Leste adalah negara kecil di Afrika, Karibia, atau Pasifik. Sementara Indonesia memiliki akses bebas visa ke negara-negara besar di kawasan Asia Tenggara, Asia Timur, dan sebagian Timur Tengah. wilayah yang lebih relevan untuk kegiatan bisnis dan perdagangan.
Artinya, peringkat paspor tidak selalu mencerminkan kekuatan strategis suatu negara. Nilai paspor juga tergantung pada kualitas hubungan diplomatik dan reputasi global yang dibangun.
Selain itu, sistem peringkat paspor umumnya mengukur kuantitas, bukan kualitas tujuan. Paspor dengan akses ke banyak negara kecil bisa mendapat skor lebih tinggi daripada paspor yang membuka jalan ke lebih sedikit negara, tetapi dengan signifikansi ekonomi yang besar.
Letak Timor-Leste di peta regional
Di kawasan Asia Tenggara, posisi Indonesia masih di bawah beberapa negara tetangga. Singapura dan Malaysia menempati posisi teratas dengan akses ke lebih dari 190 dan 180 negara tanpa visa. Sementara Thailand dan Filipina berada di sekitar peringkat 60-an.
Berikut perbandingan kekuatan paspor negara-negara ASEAN berdasarkan Henley Passport Index 2025:
Timor-Leste menjadi kasus menarik karena peringkatnya justru sejajar dengan negara-negara ASEAN yang lebih maju secara ekonomi. Kondisi ini menggambarkan bahwa faktor kepercayaan dan stabilitas politik bisa menjadi penentu penting dalam kebijakan bebas visa antarnegara.
Bagi Timor-Leste, capaian ini juga menjadi bagian dari upaya membangun citra sebagai negara demokratis yang stabil dan aman, sekaligus memperkuat posisinya menjelang rencana bergabung dengan ASEAN.
Perbedaan peringkat paspor antara Indonesia dan Timor-Leste mencerminkan cara dua negara menjalankan diplomasi dan membangun reputasi internasional.
Timor-Leste, dengan skala kecil dan fleksibilitas tinggi, berhasil memperluas akses bebas visa lewat pendekatan bilateral yang pragmatis. Sementara Indonesia menghadapi tantangan khas negara besar, yaitu, menjaga keseimbangan antara keterbukaan, keamanan, dan kepentingan nasional.

0Komentar