Amerika Serikat menolak permintaan konsultasi India di WTO terkait tarif impor tembaga 50%. Sengketa dagang ini menambah ketegangan perdagangan AS–India di tengah upaya negosiasi bilateral.

Amerika Serikat secara resmi menolak permintaan konsultasi India di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait tarif impor sebesar 50% terhadap produk tembaga dan turunannya. Penolakan itu disampaikan Washington pada Senin (15/9) waktu setempat, menandai ketiga kalinya AS menolak langkah serupa dari India setelah sengketa tarif baja, aluminium, dan komponen otomotif.

Menurut pernyataan yang diajukan ke WTO, AS menegaskan bahwa kebijakan tarif tersebut tidak termasuk dalam kategori safeguard measure. 

“Amerika Serikat tidak mempertahankan tindakan ini berdasarkan ketentuan tindakan perlindungan darurat dan Perjanjian tentang Tindakan Perlindungan (AoS). Oleh karena itu, tarif ini bukanlah tindakan perlindungan, dan tidak ada dasar untuk melakukan konsultasi di bawah AoS terkait tindakan ini,” bunyi pernyataan AS, dikutip dari The India Business Line.

Tarif impor tembaga itu mulai berlaku sejak 1 Agustus 2025. Washington menggunakan dasar hukum Section 232 dari Trade Expansion Act 1962, yang memberi wewenang kepada presiden AS untuk mengatur impor barang apabila dinilai dapat melemahkan keamanan nasional. 

Kebijakan ini menargetkan produk semi-proses dan derivatif tembaga dari luar negeri tanpa batas waktu yang jelas.

India resmi mengajukan keberatan pada 2 September. Menurut New Delhi, meskipun AS menyebut alasan keamanan nasional, kebijakan tersebut pada praktiknya serupa dengan tindakan perlindungan dagang. 

India juga menilai AS tidak melakukan pemberitahuan terlebih dahulu ke Komite Perlindungan WTO sebelum tarif diberlakukan, sebagaimana diatur dalam aturan organisasi perdagangan global itu.

Nilai ekspor produk tembaga India ke AS pada tahun fiskal 2025 berkisar US$330–360 juta. Jumlah ini memang relatif kecil dibandingkan total impor tembaga AS yang mencapai sekitar US$17,4 miliar. Namun, pakar industri memperingatkan bahwa kebijakan tarif ini bisa memengaruhi rantai pasok sektor semikonduktor dan elektronik India.

Kementerian Perdagangan India mencatat ekspor keseluruhan ke AS turun menjadi US$6,86 miliar pada Agustus, dari US$8,01 miliar pada Juli. Penurunan tersebut mencerminkan tekanan akibat kenaikan tarif di berbagai sektor.

Ketegangan tarif ini muncul bersamaan dengan upaya pemulihan negosiasi perdagangan bilateral. Pada Selasa (16/9), Asisten Perwakilan Dagang AS Brendan Lynch bertemu Sekretaris Khusus India Rajesh Agrawal di New Delhi. 

Pertemuan itu digambarkan kedua pihak sebagai “positif dan berorientasi ke depan,” dengan target mencapai kesepakatan dagang yang saling menguntungkan sebelum akhir tahun, seperti dilaporkan Fox Business.

Pertemuan tersebut juga menjadi tatap muka pertama antara perwakilan dagang kedua negara sejak masa pemerintahan Donald Trump, ketika struktur tarif yang lebih luas diberlakukan terhadap India. 

Saat itu, AS mengenakan bea masuk hingga 50% serta denda tambahan sebesar 25% untuk pembelian minyak dari Rusia di luar tarif timbal balik yang sudah ada.