Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al-Thani meminta Hamas memberikan respons positif terhadap proposal gencatan senjata baru yang diajukan Amerika Serikat. Permintaan itu disampaikan dalam pertemuan dengan kepala negosiator Hamas Khalil Al-Hayya di Doha pada Senin (8/9/2025).
Sehari sebelumnya, Hamas telah menerima usulan dari AS yang berisi sejumlah gagasan menuju penghentian perang secara menyeluruh di Gaza.
Proposal tersebut mencakup pembebasan 48 sandera oleh Hamas pada hari pertama gencatan senjata dan pembebasan “ribuan” tahanan Palestina oleh Israel.
Selain itu, perjanjian ini akan disertai jaminan dari Presiden AS Donald Trump agar perundingan berjalan dan gencatan senjata tetap berlaku. Negosiasi lanjutan akan segera digelar untuk membahas akhir perang, termasuk penarikan pasukan Israel dari Gaza.
Hamas menyatakan terbuka terhadap proposal itu, namun menekankan syarat utama berupa penghentian penuh operasi militer Israel dan pembentukan komite independen Palestina untuk mengelola Gaza. Anggota Biro Politik Hamas Basem Naim menuturkan bahwa kesepakatan tidak boleh menyerupai penyerahan tanpa syarat.
“Yang ditawarkan adalah ‘perdamaian yang memalukan’ atau kelanjutan perang. Kami tidak akan menandatangani dokumen penyerahan yang memalukan, dan tidak ada kaisar dalam kepemimpinan Hamas seperti Hirohito di Jepang,” katanya.
Di sisi lain, Israel mengaku sedang mempertimbangkan proposal AS tersebut. Menteri Luar Negeri Gideon Saar menyatakan kesediaan Israel untuk mendukung kesepakatan yang mampu mengakhiri perang, dengan syarat Hamas melepaskan sandera dan meletakkan senjata.
Namun, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu belum memberikan tanggapan resmi. Pekan sebelumnya, ia juga tidak merespons usulan gencatan senjata 60 hari dari Qatar dan Mesir yang memuat skema pembebasan sandera terbatas.
Ketegangan meningkat pada Selasa (9/9/2025) ketika Israel melancarkan serangan udara di Doha yang menargetkan pemimpin senior Hamas yang tengah membahas proposal tersebut.
Qatar mengecam serangan itu sebagai “pelanggaran terhadap hukum internasional” dan menuding Israel mencoba menggagalkan proses perdamaian. Serangan ini juga memicu kecaman dari Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, serta solidaritas dari negara-negara Arab seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Forum Keluarga Sandera dan Orang Hilang di Israel mendesak pemerintah segera menerima proposal AS.
“Kami menyerukan kepada Pemerintah Israel untuk menyatakan dukungan tanpa syarat terhadap kesepakatan yang sedang terbentuk dan memberikan dukungan penuh kepada Presiden Trump hingga setiap sandera kembali ke rumah,” bunyi pernyataan mereka.
Namun, serangan di Doha meningkatkan kekhawatiran atas keselamatan sandera yang masih ditahan.
Sementara itu, operasi militer Israel di Gaza terus berlanjut dengan peringatan bagi warga Gaza City untuk segera mengungsi. Tekanan diplomatik dan serangan udara tersebut membuat masa depan negosiasi gencatan senjata kini tidak pasti, meskipun mediator seperti Qatar dan Mesir masih berupaya melanjutkan perundingan.

0Komentar