Liga Arab sepakat dalam resolusi terbaru di Kairo yang menyebut pendudukan Israel sebagai hambatan utama perdamaian Timur Tengah dan menegaskan kembali dukungan pada solusi dua negara. (ist)

Liga Arab menyatakan perdamaian di Timur Tengah tidak mungkin tercapai selama Israel masih menduduki wilayah Palestina dan mengeluarkan ancaman pencaplokan tanah Arab. Pernyataan itu disampaikan melalui resolusi bersama yang diadopsi pada pertemuan para menteri luar negeri di Kairo, Mesir, Kamis (4/9/2025).

Resolusi yang digagas Mesir dan Arab Saudi tersebut menegaskan kembali dukungan terhadap solusi dua negara dan Inisiatif Perdamaian Arab 2002, yang menawarkan normalisasi penuh hubungan dengan Israel jika menarik diri dari wilayah yang diduduki sejak 1967.

“Kegagalan mencapai solusi yang adil bagi perjuangan Palestina dan praktik permusuhan dari kekuatan pendudukan akan tetap menjadi hambatan utama bagi hidup berdampingan secara damai di Timur Tengah,” demikian isi dokumen resolusi yang diperoleh AFP.


Pertemuan di Kairo

Pertemuan luar biasa Liga Arab di Kairo menghasilkan dokumen berjudul Visi Bersama untuk Keamanan dan Kerja Sama di Kawasan. Forum ini mempertemukan para menteri luar negeri dari seluruh negara anggota, yang menekankan pentingnya langkah bersama menghadapi konflik Israel-Palestina.

Situasi terkini di lapangan menjadi latar belakang utama resolusi. Militer Israel meningkatkan serangan di sekitar Kota Gaza, pusat perkotaan terbesar di Jalur Gaza, sementara pernyataan pejabat Israel memunculkan kekhawatiran baru.

Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, dalam sebuah kesempatan menyerukan pencaplokan sebagian besar wilayah Tepi Barat. Usulan tersebut dipandang menutup kemungkinan berdirinya negara Palestina merdeka.

Liga Arab menyatakan tidak ada jalan menuju perdamaian tanpa penyelesaian yang berkelanjutan dan adil bagi rakyat Palestina. Resolusi menegaskan tiga prinsip utama:

Komitmen pada solusi dua negara.

Penarikan penuh Israel dari wilayah yang diduduki sejak 1967.

Implementasi Inisiatif Perdamaian Arab 2002.


Dokumen itu juga menolak tindakan atau ancaman pencaplokan lebih banyak wilayah Arab oleh Israel. “Mengeluarkan ancaman terselubung untuk menduduki atau mencaplok lebih banyak tanah Arab,” demikian salah satu kutipan dalam resolusi tersebut.


Respons Negara Anggota

Mesir menjadi salah satu negara yang memberikan dukungan kuat terhadap resolusi. Dalam pernyataan pada Jumat (5/9/2025), Kementerian Luar Negeri Mesir menegaskan perlunya mencegah dominasi sepihak di kawasan.

“Tidak ada ruang untuk membiarkan pihak mana pun mendominasi kawasan atau memberlakukan pengaturan keamanan sepihak yang mengorbankan keamanan dan stabilitasnya,” kata Kementerian Luar Negeri Mesir.

Arab Saudi, yang turut menggagas resolusi, memandang dokumen itu sebagai penegasan ulang posisi tradisional dunia Arab bahwa pendudukan Israel menjadi akar masalah utama di kawasan.

Sebagian negara Arab dalam beberapa tahun terakhir menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko menormalisasi hubungan pada 2020 melalui Perjanjian Abraham yang dimediasi Amerika Serikat.

Namun, proses normalisasi Arab Saudi dengan Israel yang sempat berlangsung pada 2023 terhenti setelah serangan kelompok Hamas pada Oktober tahun itu. Serangan tersebut memicu perang di Gaza yang hingga kini belum mereda.


Situasi Terkini di Gaza dan Tepi Barat

Kondisi keamanan di Gaza memburuk seiring dengan intensifikasi operasi militer Israel. Serangan udara dan darat dilaporkan berfokus di sekitar Kota Gaza, menyebabkan ribuan warga sipil mengungsi ke wilayah selatan.

Di sisi lain, rencana aneksasi Tepi Barat yang dilontarkan pejabat Israel menimbulkan kekhawatiran internasional. Langkah tersebut dipandang berisiko memicu eskalasi baru dan menutup peluang diplomasi.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, bahkan sempat menyebut kemungkinan pengusiran warga Palestina melalui perlintasan Rafah, perbatasan Gaza-Mesir. Mesir dan Qatar mengecam rencana itu sebagai upaya memperpanjang ketegangan.

Pernyataan Liga Arab diperkirakan menambah tekanan internasional terhadap Israel. Beberapa negara Barat sebelumnya juga menyerukan penghentian serangan dan mendukung solusi dua negara, meski implementasi di lapangan masih jauh dari kenyataan.

Bagi negara-negara Arab, resolusi ini sekaligus menjadi sinyal bahwa tidak ada ruang kompromi terkait status Palestina. Selama pendudukan berlanjut, normalisasi hubungan dengan Israel dianggap sulit diterima publik di kawasan.