![]() |
| Kementerian Agama resmi menaikkan tunjangan guru non-PNS dari Rp1,5 juta menjadi Rp2 juta per bulan mulai September 2025, disertai peningkatan kuota sertifikasi. (Dok. Humas Kemenag RI) |
Menteri Agama Nasaruddin Umar mengumumkan kenaikan tunjangan profesi bagi guru non-Pegawai Negeri Sipil (non-PNS) di lingkungan Kementerian Agama, dari Rp1,5 juta menjadi Rp2 juta per bulan. Kebijakan ini mulai berlaku September 2025 dan akan diterima oleh 227.147 guru non-PNS di seluruh Indonesia.
Pengumuman tersebut disampaikan Nasaruddin dalam tausiyah di acara Doa Bersama ASN Indonesia yang digelar secara daring pada Kamis, 4 September 2025.
Acara itu diikuti sekitar 7.000 peserta dari berbagai daerah. Selain kenaikan tunjangan, Menag juga menyampaikan peningkatan kuota Pendidikan Profesi Guru (PPG) Dalam Jabatan hingga 700 persen dibanding tahun sebelumnya.
“Nasib para guru sudah mulai banyak diperhatikan. Di Kementerian Agama, kami meningkatkan 700 persen sertifikasi guru yang selama ini susah. Dan kita tambah kesejahteraan guru non-PNS, tadinya hanya Rp1,5 juta, sekarang menjadi Rp2 juta per bulan,” ujar Nasaruddin dalam sambutannya.
Kebijakan ini muncul di tengah dorongan pemerintah untuk memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM) melalui peningkatan kualitas pendidikan. Selama bertahun-tahun, guru non-PNS, khususnya yang mengajar di madrasah dan sekolah berbasis agama, dikenal menghadapi tantangan kesejahteraan.
Sebelum kenaikan ini, tunjangan profesi yang diterima berkisar Rp1,5 juta per bulan. Nominal tersebut dinilai tidak sebanding dengan beban kerja, apalagi di tengah kenaikan biaya hidup.
Kementerian Agama menyatakan, kenaikan tunjangan dan peningkatan kuota sertifikasi merupakan bentuk investasi jangka panjang. Program PPG sendiri menjadi syarat wajib untuk mendapatkan tunjangan profesi guru.
Detail Kenaikan dan Sertifikasi
Pada 2024, jumlah peserta PPG tercatat 29.933 orang. Tahun ini, kuota melonjak drastis menjadi 206.411 peserta. Rinciannya meliputi:
Guru Pendidikan Agama Islam: 91.028 orang
Guru Pendidikan Agama Kristen: 10.848 orang
Guru Pendidikan Agama Katolik: 5.558 orang
Guru Pendidikan Agama Hindu: 3.771 orang
Guru Pendidikan Agama Buddha: 530 orang
Program ini akan dilaksanakan secara fleksibel dengan sistem Learning Management System (LMS), baik daring maupun luring. Peserta mendapat pendampingan langsung dari dosen Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN).
Kementerian Agama mengalokasikan anggaran Rp165 miliar untuk mendukung PPG tahun 2025. Meski di tengah efisiensi anggaran di berbagai kementerian, Menag menegaskan komitmen pemerintah untuk menjadikan pendidikan sebagai prioritas.
Perspektif Guru di Lapangan
Bagi sebagian guru, kabar ini disambut sebagai bentuk penghargaan yang sudah lama ditunggu. Siti Aisyah, guru madrasah aliyah di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, mengaku lega mendengar adanya tambahan Rp500 ribu dalam tunjangan bulanannya.
“Selama ini kami memang menerima tunjangan Rp1,5 juta, tapi masih pas-pasan untuk biaya sehari-hari dan keperluan keluarga. Dengan kenaikan ini, beban sedikit berkurang. Kami bisa lebih fokus mengajar,” tuturnya saat dihubungi melalui telepon, Jumat (5/9/2025).
Namun, ia juga menyoroti tantangan pelaksanaan PPG dengan kuota besar.
“Kalau jumlah peserta meningkat drastis, harapan kami kualitas pelatihan tetap terjaga. Jangan sampai hanya kuantitas yang naik, tapi mutu pembelajaran bagi guru tidak optimal,” tambahnya.
Selain menaikkan tunjangan dan memperluas kuota sertifikasi, Kementerian Agama mencatat telah mengangkat 52.000 guru honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dalam tiga tahun terakhir.
Langkah ini memberi kepastian status dan karier bagi para guru yang sebelumnya berada dalam posisi tidak pasti.
Menurut data Kementerian Agama, jumlah guru madrasah non-PNS di Indonesia sangat besar, sehingga kebijakan peningkatan kesejahteraan dianggap penting untuk menjaga stabilitas tenaga pendidik.
Hambatan yang Mungkin Dihadapi
Meski menuai sambutan positif, sejumlah pihak menilai kebijakan ini menghadapi tantangan dalam pelaksanaan. Pertama, soal ketersediaan anggaran. Dengan alokasi Rp165 miliar untuk PPG, dibutuhkan pengawasan agar dana tersalurkan tepat sasaran.
Kedua, terkait mutu PPG. Lonjakan kuota hingga tujuh kali lipat memerlukan kesiapan lembaga penyelenggara, baik dari sisi infrastruktur, tenaga pengajar, maupun sistem pembelajaran.
Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta, Ahmad Fadli, menilai peningkatan jumlah peserta PPG adalah langkah strategis, tetapi harus dibarengi dengan evaluasi kualitas.
“Peningkatan kuota sangat penting, tapi jangan sampai berimplikasi pada penurunan standar. Sertifikasi harus benar-benar menjadi proses peningkatan kompetensi, bukan sekadar formalitas,” ujarnya.
Kebijakan ini sejalan dengan Asta Cita Presiden dan Wakil Presiden yang menempatkan pembangunan SDM unggul sebagai prioritas. Bagi Kementerian Agama, hal ini juga terkait dengan Asta Protas yang berfokus pada pendidikan ramah, unggul, dan terintegrasi.
Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian terhadap guru memang meningkat. Pemerintah pusat dan daerah telah mengalokasikan anggaran besar untuk tunjangan profesi, sertifikasi, dan perekrutan PPPK.
Namun, perbedaan perlakuan antara guru PNS dan non-PNS masih menjadi isu yang kerap mencuat. Kenaikan tunjangan ini dipandang sebagai upaya untuk mengurangi kesenjangan tersebut.
Suasana Pengumuman
Acara Doa Bersama ASN Indonesia yang berlangsung daring menampilkan suasana khidmat. Ribuan peserta, termasuk pejabat Kemenag dan ASN dari seluruh provinsi, mengikuti tausiyah Menag.
Dalam kesempatan itu, Nasaruddin juga menyampaikan pengalamannya sebagai anak seorang guru. Ia menyebut profesi guru sebagai “pelayan umat” yang kedudukannya mulia. “Saya seorang guru. Bapak saya seorang guru. Saya sering mengatakan guru itu luar biasa. Guru-guru kita banyak,” ucapnya.
Di lapangan, guru non-PNS di madrasah dan sekolah agama menyebut tambahan tunjangan akan berdampak nyata bagi kehidupan sehari-hari. Bagi guru di daerah, kenaikan Rp500 ribu bisa digunakan untuk menambah biaya transportasi, kebutuhan anak sekolah, atau bahkan cicilan rumah.
Meski begitu, sebagian guru menekankan pentingnya keberlanjutan program. “Kami berharap kebijakan ini konsisten, tidak berhenti di tengah jalan. Kalau bisa ada peningkatan lagi sesuai kebutuhan hidup yang terus naik,” ujar Muhammad Ridwan, guru madrasah tsanawiyah di Kalimantan Selatan.
Dengan kebijakan baru ini, 227.147 guru non-PNS kini berhak menerima tunjangan Rp2 juta per bulan mulai September 2025. Selain itu, 206 ribu lebih guru akan mengikuti PPG sebagai syarat sertifikasi profesi.

0Komentar