Tingkat pengangguran muda di Tiongkok melonjak hingga 18,9 persen. Generasi muda, termasuk lulusan universitas, kini menghadapi kesulitan besar dalam mencari pekerjaan. (He Jinghua/Shutterstock)

Biro Statistik Nasional (NBS) Tiongkok pada pertengahan September 2025 melaporkan tingkat pengangguran kelompok usia 16–24 tahun yang tidak sedang menempuh pendidikan naik menjadi 18,9 persen pada Agustus 2025. Angka itu lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang berada di 17,8 persen dan menjadi level tertinggi sejak pemerintah memperbarui metode perhitungan pada akhir 2023.

Lonjakan ini menambah tekanan bagi perekonomian terbesar kedua di dunia yang sedang berupaya menjaga stabilitas di tengah perlambatan pertumbuhan.

Kenaikan tajam itu datang bersamaan dengan meningkatnya tingkat pengangguran perkotaan secara keseluruhan menjadi 5,3 persen, setelah stabil beberapa bulan terakhir. 

Pemerintah pusat China sebelumnya menetapkan target menciptakan lebih dari 12 juta lapangan kerja perkotaan sepanjang tahun 2025, namun realisasinya kini menghadapi tantangan berat.

Gelombang kenaikan terjadi cukup cepat. Pada Februari 2025, tingkat pengangguran pemuda berada di 16,9 persen. Data kemudian sempat menunjukkan perbaikan pada Juni, turun menjadi 14,5 persen, sebelum kembali melonjak di Juli ke 17,8 persen. 

Kini, dengan angka 18,9 persen di Agustus, situasinya disebut para analis sebagai sinyal jelas adanya “bottleneck” dalam penyerapan tenaga kerja muda.

Perubahan metodologi NBS sejak Desember 2023 membuat angka ini lebih fokus. Pemerintah memutuskan untuk mengecualikan mahasiswa dari perhitungan resmi, dengan alasan sebagian besar belum aktif mencari kerja. Namun meski cakupan lebih sempit, tren peningkatan tetap tidak terbendung.

Analis menilai setidaknya ada tiga faktor utama di balik lonjakan terbaru. Pertama, pelemahan sektor properti yang selama ini menyerap banyak tenaga kerja muda. 

Kedua, perlambatan konsumsi rumah tangga yang membuat perusahaan menahan perekrutan. Ketiga, masuknya jutaan lulusan baru ke pasar kerja setiap pertengahan tahun.

Di sisi lain, sektor teknologi yang biasanya jadi magnet bagi lulusan universitas masih dalam fase pengetatan, menyusul regulasi pemerintah dan restrukturisasi perusahaan besar sejak 2021. Kondisi ini mempersempit peluang kerja bagi generasi muda dengan kualifikasi tinggi.

Beijing bergerak cepat menenangkan pasar. Program dukungan diluncurkan dalam bentuk subsidi rekrutmen, pelatihan vokasi, dan insentif untuk usaha kecil serta sektor padat karya. Pemerintah daerah juga diminta mengoptimalkan program wirausaha muda sebagai alternatif penyerapan tenaga kerja.

“Stabilitas lapangan kerja adalah prioritas utama. Kami akan memperkuat dukungan bagi kelompok muda yang lebih rentan terhadap fluktuasi pasar,” ujar juru bicara NBS, Fu Linghui, dalam konferensi pers di Beijing.

Kementerian Sumber Daya Manusia dan Jaminan Sosial menambahkan, pemerintah akan memperluas program magang bersertifikat dan mempercepat proyek padat karya di daerah untuk menyerap lulusan baru.

Ekonom dari Nomura mengatakan lonjakan ini memperlihatkan perlunya perbaikan struktural. 

“Insentif jangka pendek memang bisa membantu, tapi tantangan sebenarnya adalah bagaimana menciptakan jenis pekerjaan yang relevan dengan keterampilan generasi muda,” ujarnya dalam wawancara dengan Reuters.

Lembaga riset Trivium China menilai dampak pengangguran pemuda tidak hanya pada ekonomi, tapi juga sosial. Menurut analis mereka, angka yang tinggi dapat mengikis optimisme generasi muda terhadap prospek jangka panjang Tiongkok, yang pada gilirannya memengaruhi konsumsi domestik.