Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Online (Garda Indonesia), Raden Igun Wicaksono, menegaskan bahwa pengemudi ojol yang bertemu Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di Istana Wakil Presiden pada Minggu (31/8) bukan bagian dari asosiasinya.
Ia menyebut tidak mengenal kelompok tersebut dan mempertanyakan legitimasi mereka sebagai wakil pengemudi ojol.
Dalam video unggahan akun resmi Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres), sejumlah individu beratribut ojol hadir untuk berdialog dengan Gibran.
Mereka terdiri dari delapan perwakilan pengemudi aplikasi Gojek, Grab, Maxim, dan inDrive.
Salah satu pengemudi dalam video tersebut menyampaikan kegembiraan bisa bertemu langsung dengan Gibran.
“Alhamdulillah justru tadi pertemuannya lebih banyak kita yang meminta, memberi masukan kepada Pak Wapres dan alhamdulillah kita sefrekuensi untuk permasalahan yang saat ini sedang terjadi,” ujarnya.
Dalam pertemuan itu, para pengemudi menyampaikan keresahan karena pendapatan menurun setelah aksi unjuk rasa besar pecah.
Gibran disebut berjanji mengawal proses hukum kasus kematian Affan Kurniawan, pengemudi ojol yang tewas dilindas kendaraan taktis Brimob saat demonstrasi di Jakarta pada Kamis (28/8).
Raden Igun menilai pertemuan tersebut janggal karena tidak ada koordinasi dengan asosiasi resmi. Ia menegaskan Garda adalah satu-satunya asosiasi pengemudi ojol yang terdaftar dan memiliki DPD di seluruh Indonesia.
“Iya (enggak kenal). Enggak ada yang mengetahui dari kelompok mana mereka mewakili siapa. Karena yang pasti terlembaga, ya kami sebagai asosiasi kami terlembaga dan terdaftar pada negara maupun pemerintah Republik Indonesia. Dan kami saksi mata langsung (insiden yang menimpa Affan Kurniawan),” kata Igun kepada CNNIndonesia.com, Senin (1/9).
Ia menyebut langkah Setwapres ceroboh karena memberi ruang kepada pihak yang tidak memiliki keterlibatan langsung dalam tragedi Affan.
“Nah ini harus diketahui oleh publik bahwa kecerobohan ini tidak bisa kita terima. Karena pastinya akan menimbulkan kesalahan informasi atau disinformasi,” imbuhnya.
Menurutnya, kehadiran kelompok tersebut justru memperkeruh suasana.
“Tidak. Jadi kami menilai inilah kecerobohan dari Setwapres. Dengan mengundang pihak yang tidak diketahui siapa oleh ojek online,” tegasnya.
Sejumlah pengemudi ojol menyatakan kecewa karena merasa tidak terwakili dalam pertemuan dengan Gibran.
Garda menuding momen itu bisa menjadi rekayasa untuk menampilkan seolah-olah sudah ada perdamaian.
“Jadi yang beredar di rekan-rekan ojol adalah kawan-kawan ini kecewa apalagi melihat ada kelompok yang tidak pernah mewakili ojek online tiba-tiba bersama wapres. Apakah ini adalah sebuah rekayasa atau settingan untuk memanfaatkan kejadian tragedi meninggalnya Affan Kurniawan untuk mencari simpati dengan mengundang ojol atau orang beratribut ojol yang kami tidak tahu itu ojol atau bukan,” ujar Igun.
Ia menegaskan Garda selama ini hadir langsung di lokasi tragedi hingga proses otopsi jenazah Affan di RSCM.
“Mereka tidak pernah ada di lokasi. Kelompok ini tidak pernah ada di lokasi atau orang-orang tersebut tidak pernah ada di lokasi, karena kami pada saat peristiwa itu terjadi kami memang yang ada di lokasi. Hingga dijalankannya otopsi jenazah di RSCM dan sampai selesai kami terus mengawalnya,” tambahnya.
Affan Kurniawan, pengemudi ojol, meninggal dunia setelah terlindas kendaraan taktis Brimob saat aksi unjuk rasa di kawasan Senen, Jakarta, Kamis (28/8). Garda Indonesia mengaku mengawal langsung sejak kejadian hingga pemulasaraan jenazah.
Tragedi ini memicu aksi unjuk rasa di berbagai kota. Di Jakarta, massa memadati kawasan Senen hingga Markas Brimob di Kwitang. Kericuhan terjadi ketika aparat menembakkan gas air mata.
Di Bandung, Surabaya, dan Solo, massa memblokade jalan, membakar benda, dan bentrok dengan aparat. Polisi di Surabaya menggunakan water cannon untuk membubarkan massa.
Aksi yang semula damai berubah ricuh di banyak titik, dipicu solidaritas atas tewasnya Affan serta tuntutan soal gaji dan tunjangan besar anggota DPR.
Sejumlah media melaporkan Garda menegaskan individu yang bertemu Wapres bukan bagian dari asosiasi mereka.
Igun menyebut mereka kemungkinan pengemudi binaan perusahaan aplikasi transportasi.
Kepada Kumparan, ia menyatakan, “bukan orang asosiasi, tidak mewakili ojol.” Sementara kepada Okezone, ia menegaskan aspirasi yang disampaikan hanyalah perorangan atau titipan aplikasi, bukan representasi sah dari jutaan pengemudi ojol di Indonesia.
Igun juga mempertanyakan apakah tujuh juta pengemudi ojol di Indonesia hanya bisa diwakili segelintir individu.
“Kami enggak ngerti apa motifnya atau tujuannya, tapi yang pasti nih tidak ada koordinasi antara Sekretariat Wapres dan wapres terhadap kami sebagai lembaga. Kami ini lembaga, bukan perorangan,” ujarnya.
Garda meminta pemerintah melibatkan asosiasi resmi jika ingin berdialog dengan pengemudi ojol, agar komunikasi lebih terbuka dan menghindari disinformasi.

0Komentar