Ribuan buruh menggelar unjuk rasa serentak di Jakarta dan sejumlah kota besar Indonesia pada Kamis (28/8/2025). Mereka menuntut kenaikan upah minimum, penghapusan sistem outsourcing, serta mendesak DPR segera mengesahkan sejumlah rancangan undang-undang ketenagakerjaan.
Aksi terpusat di depan Gedung DPR RI, Jakarta, dengan estimasi 4.000–5.000 buruh dari wilayah Jabodetabek dan Karawang.
Secara nasional, penyelenggara menyebut lebih dari 10.000 buruh turun ke jalan, termasuk di Bandung, Semarang, Surabaya, Batam, hingga Medan dan kota-kota di Indonesia Timur.
Aksi serentak di puluhan kota
Di Jakarta, massa mulai berkumpul sejak pukul 09.30 WIB di depan gedung TVRI dan kemudian berjalan kaki menuju Gedung DPR RI.
Jalan di depan kompleks DPR ditutup untuk menampung massa yang terus berdatangan. Hingga siang hari, sekitar 1.000 orang sudah memadati kawasan tersebut.
Di Bandung, sekitar 4.000 buruh menuju Gedung DPRD Jawa Barat. Ribuan buruh juga bergerak di Surabaya, Semarang, dan Serang.
Sementara itu, di Batam diperkirakan 1.500 buruh turun ke jalan, dan di Medan ratusan hingga ribuan orang berkumpul di depan DPRD Sumatra Utara.
![]() |
Ribuan buruh berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI Jakarta menuntut kenaikan upah dan perlindungan hak pekerja, Kamis (1/5/2025). (Kompas/Shinta Dwi Ayu) |
Aksi juga digelar di sejumlah kota di Indonesia Timur, antara lain Makassar, Morowali, Banjarmasin, Ternate, Ambon, Kupang, hingga Lombok. Jumlah massa bervariasi, mulai dari ratusan hingga ribuan orang.
Menurut Laporan BBC News Indonesia dari Jakarta mengatakan Mereka melanjutkan aksi jalan kaki menuju depan Gedung DPR untuk bergabung bersama sejumlah peserta aksi lainnya.
Enam tuntutan utama
Presiden Partai Buruh sekaligus Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyebut ada enam tuntutan yang diusung buruh dalam aksi kali ini.
“Pertama, hapus outsourcing dan tolak upah murah. Kedua, stop PHK dan bentuk Satgas PHK. Ketiga, reformasi pajak perburuhan dengan menaikkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp7,5 juta per bulan serta menghapus pajak pesangon, THR, dan JHT,” ujar Said Iqbal.
Ia menambahkan, buruh juga mendesak DPR segera mengesahkan RUU Ketenagakerjaan tanpa konsep Omnibus Law, mengesahkan RUU Perampasan Aset untuk memperkuat pemberantasan korupsi, serta merevisi Undang-Undang Pemilu dan mendesain ulang sistem Pemilu 2029.
Selain itu, serikat buruh meminta pemerintah menetapkan kenaikan upah minimum 2026 sebesar 8,5–10,5 persen.
Said Iqbal juga menyinggung pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang pada perayaan May Day lalu berkomitmen menghapus sistem outsourcing.
“Presiden sudah menyampaikan bahwa penghapusan outsourcing adalah kebijakan pemerintahannya. Tapi sayang, menteri tenaga kerja dan menteri lainnya tidak mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang pekerja alih daya,” kata Said.
Ia menegaskan, aksi buruh berlangsung damai dan bertujuan menyampaikan aspirasi ke DPR. “Ini menunjukkan aksi hari ini meluas di seluruh Indonesia. Aksi damai, tertib, tidak ada kekerasan. Kami akan menjaga aksi ini kondusif,” lanjutnya.
Beberapa buruh juga mengungkapkan keluhan langsung terkait kondisi ekonomi. Surmi, seorang buruh di Jakarta, mengatakan, “Harus naikkan upah murah karena upahnya DPR saja naik Rp3 juta sehari.”
Titin Nurlina Sari, buruh perempuan yang ikut aksi, menambahkan, “Saya meneteskan air mata saat lihat DPR dikasih gaji dan tunjangan yang besar itu, sementara kami mau makan saja harus mikir. Bukan cuma saya yang mengalami, semua buruh juga, di mana perhatian negara buat kami?”
Dukungan warga dan kelompok lain
Meskipun aksi ini digerakkan serikat buruh, sejumlah warga sipil turut menyatakan dukungan. Patihau Simanjuntak, warga Pematang Siantar, mengatakan, “Mereka kuncinya [kebijakan], tetapi mereka yang berkhianat kepada rakyat.”
Aster, warga Yogyakarta yang datang langsung ke Jakarta, mengaku menggunakan dana pribadi untuk ikut aksi.
“Saya ke sini sengaja, dengan dana sendiri, saya harus ke DPR, harus bersuara. Kekacauan ini harus berhenti di generasi saya,” ujarnya.
Namun, Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menegaskan tidak ikut bergabung dalam unjuk rasa buruh di Jakarta.
Polda Metro Jaya menurunkan 4.531 personel gabungan untuk mengamankan jalannya aksi di ibu kota. Jumlah ini termasuk 2.174 personel Polda Metro Jaya, 1.725 personel Bawah Kendali Operasi (BKO) dari unsur TNI, Marinir, Brimob, dan Satpol PP, serta 632 personel dari polres jajaran.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, menyatakan rekayasa lalu lintas disiapkan untuk mengantisipasi kepadatan.
“Jika massa memenuhi ruas jalan depan DPR, arus lalu lintas akan dialihkan,” katanya kepada wartawan.
Ia juga mengingatkan agar massa tidak mencoba masuk ke ruas Tol Dalam Kota.
“Jangan sampai ada tindakan anarkis atau memaksakan diri masuk ke ruas tol karena berbahaya,” tegasnya.
Sementara itu, Sekretariat Jenderal DPR RI menerbitkan surat edaran agar sebagian pegawai bekerja dari rumah pada hari aksi, guna mengantisipasi potensi gangguan aktivitas perkantoran.
Hingga siang, suasana di depan Gedung DPR terpantau tertib dengan pengawalan aparat. Polisi beberapa kali mengimbau massa agar menjaga keamanan.
“Kami berharap aksi berjalan humanis, aman, dan tertib,” kata seorang pejabat kepolisian.
Aksi berlangsung damai
Gelombang protes buruh bukan hal baru di Indonesia. Isu ketenagakerjaan, khususnya upah dan outsourcing, berulang kali menjadi pemicu unjuk rasa skala nasional dalam beberapa tahun terakhir.
Salah satunya terjadi pada 2020 saat pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja yang menimbulkan gelombang demonstrasi besar-besaran.
Kali ini, fokus utama buruh adalah penghapusan outsourcing, kenaikan upah, serta dorongan percepatan legislasi di DPR.
Selain tuntutan ekonomi, aksi juga menyinggung isu politik seperti revisi Undang-Undang Pemilu. Menurut penyelenggara, hal itu diperlukan untuk memperkuat sistem demokrasi menjelang Pemilu 2029.
Menjelang sore, massa buruh masih bertahan di depan Gedung DPR RI. Hingga saat ini, tidak ada laporan kericuhan.
Said Iqbal kembali menegaskan bahwa buruh akan terus mengawal janji pemerintah. “Jangan salahkan buruh dan mahasiswa turun ke jalan, DPR dan menteri yang tidak mau menjalankan apa yang disampaikan presiden,” katanya.
Unjuk rasa serentak ini menjadi salah satu aksi buruh terbesar sepanjang 2025, dengan ribuan orang turun di lebih dari 20 kota.
Meski berjalan damai, tuntutan mereka menandai ketegangan yang masih berlangsung antara pekerja, parlemen, dan pemerintah terkait kebijakan ketenagakerjaan.




0Komentar