Pertamina percepat pengembangan bioavtur dari minyak jelantah usai uji terbang dengan Pelita Air. Target dipakai Garuda dan diekspor ke pasar global. (Dok. Pertamina)

PT Pertamina mempercepat pengembangan bahan bakar ramah lingkungan untuk penerbangan atau Sustainable Aviation Fuel (SAF) berbasis minyak jelantah, setelah sukses melakukan penerbangan perdana bersama Pelita Air pada 20 Agustus 2025. 

Perusahaan energi nasional itu menargetkan penggunaan SAF meluas ke maskapai domestik lain, termasuk Garuda Indonesia, dan dibawa ke pasar internasional.

Komisaris Utama Pertamina, Mochamad Iriawan, mengatakan pihaknya telah menjalin komunikasi dengan Garuda Indonesia mengenai rencana pemanfaatan SAF.

"Sudah ada beberapa maskapai penerbangan yang berkomunikasi dengan Dirut Pelita Air, termasuk Garuda," ujarnya dalam acara Jejak Keberlanjutan Series di Kilang Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (27/8).

Garuda Indonesia sebelumnya sudah melakukan uji coba avtur ramah lingkungan berbahan minyak sawit pada 2021 dan 2023. Pertamina berharap uji coba tersebut dapat menjadi pijakan untuk penggunaan SAF berbahan minyak jelantah secara lebih luas.

Pertamina juga melihat peluang ekspor mengingat posisinya sebagai perusahaan pertama di Asia Tenggara yang memproduksi SAF dari minyak jelantah.

"Jika negara lain melihat hasil produk kita, pasti mereka tertarik. Yang jelas, Pertamina menjadi yang pertama di ASEAN dalam memproduksi SAF ini," kata Iriawan.

Produk ini dinilai memiliki daya saing karena kandungan minyak jelantahnya mencapai 2,5–3%. Sebagai perbandingan, Singapura baru berencana menerapkan penggunaan SAF sebesar 1% pada 2026.

Untuk memperbesar kapasitas, Pertamina berencana mereplikasi teknologi SAF ke kilang lain. Direktur Operasional Kilang Pertamina Internasional (KPI), Didik Bahagia, menjelaskan bahwa Kilang Dumai dan Balongan akan mulai memproduksi SAF pada semester II 2026. Kilang Balikpapan juga masuk dalam daftar ekspansi.

Saat ini, produksi SAF hanya dilakukan di unit Treated Distillate Hydrotreating (TDHT) Kilang Cilacap dengan kapasitas 8.700 barel per hari. Dengan tambahan tiga kilang, 

Pertamina menargetkan pengolahan 38.566 kiloliter minyak jelantah per tahun dan menghasilkan hingga 1,236 juta kiloliter SAF per tahun.

VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, memastikan ketersediaan bahan baku minyak jelantah cukup terjamin. 

Menurutnya, Pertamina telah menyiapkan 35 SPBU sebagai tempat pengumpulan minyak jelantah dari masyarakat dengan harga Rp5.000–5.500 per liter.

Di Semarang, Pertamina baru menambah tiga titik pengumpulan, yakni di SPBU Srondol, SPBU Kedung Mundu, dan Pujasera Ahmad Yani.

SAF produksi Pertamina telah memenuhi standar internasional ASTM D1655 dan DefStan 91-091, serta mendapatkan sertifikasi International Sustainability & Carbon Certification (ISCC).

Bahan bakar ini diklaim mampu menekan emisi karbon hingga 84% dibandingkan avtur fosil konvensional.

Dengan standar tersebut, Pertamina berharap bioavtur dari minyak jelantah tidak hanya digunakan di dalam negeri, tetapi juga dapat bersaing di pasar global yang semakin menuntut energi rendah emisi.