PPATK buka suara terkait polemik pemblokiran e-wallet yang ramai di media sosial. Klarifikasi ini menegaskan bahwa pemblokiran hanya berlaku untuk kasus tertentu, berbeda dengan kebijakan rekening dormant. (Ilustrasi: Apluswire/Nem)

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menegaskan tidak ada rencana pemblokiran massal dompet digital atau e-wallet seperti yang terjadi pada rekening dormant. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana memastikan langkah tersebut hanya akan diterapkan pada kasus tertentu yang terkait penegakan hukum.

“Ya [pemblokiran e-wallet] kasus per kasus,” kata Ivan, Sabtu (9/8). “Tidak perlu panik, tidak ada hal apapun yang menjadi alasan untuk panik. Negara menjamin hak masyarakat.”

Klarifikasi ini disampaikan menyusul ramainya kabar di media sosial yang menyebut PPATK akan memblokir e-wallet tidak aktif. 

Rumor tersebut memicu kekhawatiran publik, mengingat kebijakan pemblokiran 122 juta rekening dormant sebelumnya sempat memicu antrean panjang di bank dan penarikan dana besar-besaran.

Ivan menjelaskan, pemblokiran e-wallet akan dilakukan jika ditemukan indikasi kuat keterlibatan dalam tindak pidana seperti judi online atau pencucian uang. 

“Secara keseluruhan yang 122 juta tadi sudah selesai di PPATK, sudah dikembalikan ke bank, memang bervariasi. Mekanisme nanti antara satu bank dengan bank lainnya… ya beda-beda memang,” ujarnya.

Deputi Bidang Analisis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hartono, menambahkan pihaknya masih mengkaji risiko penyalahgunaan e-wallet. Salah satunya adalah potensi penggunaannya untuk transaksi aset kripto. 

“Nanti kita lihat dulu risikonya e-wallet. Sekarang kripto kan juga bisa diperjualbelikan,” katanya.

PPATK menyoroti maraknya praktik jual beli rekening bank dan e-wallet di media sosial. Modus ini kerap dimanfaatkan pelaku judi online untuk menyamarkan transaksi, termasuk dengan nominal kecil Rp5.000 hingga Rp10.000 namun frekuensi tinggi, sehingga sulit dilacak.

Data PPATK menunjukkan pemblokiran rekening dormant terbukti menekan aktivitas judi online. Total deposit judi online turun dari Rp5 triliun menjadi Rp1 triliun dalam periode April–Juni 2025. Laporan OVO juga mencatat penurunan transaksi judi online hingga 80% setelah memblokir ribuan akun terkait.

PPATK mengimbau masyarakat tetap tenang dan menggunakan dompet digital untuk transaksi legal. Pemblokiran tidak akan menyasar pengguna yang melakukan aktivitas normal, melainkan hanya akun yang terbukti digunakan untuk tindak pidana.