![]() |
| Ilmuwan Indonesia Adhiguna Kuncoro menjadi satu-satunya peneliti RI di DeepMind Google London. Dari kos Bandung hingga kembangkan Gemini, model AI tercanggih dunia. (BBC Indonesia) |
Nama Adhiguna Kuncoro mencuat sebagai satu-satunya ilmuwan asal Indonesia yang kini bergabung dengan DeepMind, divisi riset Google di London yang mengembangkan Gemini, salah satu model kecerdasan buatan (AI) tercanggih di dunia saat ini.
Perjalanan Adhi, begitu ia disapa, dimulai dari kamar kos di Bandung saat menulis skripsi di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 2013. Di bawah bimbingan Prof. Ayu Purwarianti, ia membangun salah satu Indonesian Dependency Treebank terbesar pada masanya, dengan sekitar 15.000 token. Langkah awal itu menjadi pintu masuk ke dunia riset AI global.
Setelah lulus dari ITB, Adhi melanjutkan pendidikan ke University of Oxford, Inggris, dan kemudian ke Carnegie Mellon University (CMU), Amerika Serikat. CMU dikenal sebagai pusat riset AI paling bergengsi, tempat ia memperdalam keahlian di bidang Natural Language Processing (NLP).
Pada 2017, Adhi menyelesaikan studi masternya, bahkan sempat mendapat tawaran beasiswa penuh untuk program doktoral dari Harvard dan Stanford. Namun, ia memilih untuk kembali ke Oxford.
“Waktu pertama kali masuk Oxford, saya merasa tidak pantas. Bahkan sempat gagal di dua mata kuliah, termasuk machine learning. Tapi kegagalan itu justru membuat saya bangkit,” kata Adhi dalam sebuah wawancara.
Ia mengakui pernah mengalami impostor syndrome, perasaan tidak cukup baik di antara rekan-rekan yang dianggap lebih unggul secara akademik.
Kini, posisinya di DeepMind menjadikan Adhi salah satu aktor penting di balik Gemini. Fokusnya adalah pengembangan teknologi NLP, yang memungkinkan AI memahami bahasa manusia dengan lebih akurat. Teknologi ini menjadi fondasi berbagai aplikasi, mulai dari asisten virtual hingga sistem penerjemahan otomatis.
Adhi juga membawa visi besar untuk Indonesia. Menurutnya, AI bisa menjadi solusi praktis untuk permasalahan struktural di tanah air, terutama di sektor pendidikan.
“AI berpotensi menjembatani kekurangan guru di daerah terpencil dan memperluas akses belajar. Itu yang saya ingin kontribusikan,” jelasnya.
Di balik perannya di pusat inovasi dunia, Adhi menekankan pentingnya mentalitas generasi muda Indonesia. “Kita tidak kalah pintar dibanding negara lain seperti Tiongkok atau India. Bedanya ada di keberanian bermimpi dan tidak takut gagal. Kita butuh lebih banyak contoh agar berani mencoba,” ujarnya.
Keberhasilan Adhi menjadi bukti bahwa diaspora Indonesia memiliki peluang besar untuk masuk ke lingkaran terdepan riset global. Kolaborasi dengan talenta di luar negeri, menurutnya, bisa mempercepat adopsi teknologi AI di tanah air agar manfaatnya terasa lebih merata.

0Komentar