Ekonomi Indonesia tumbuh 5,12% secara tahunan di kuartal II-2025. Angka ini lebih tinggi dibandingkan AS, Singapura, Malaysia, dan Korea Selatan. 

Ekonomi Indonesia mencetak kinerja mengejutkan pada kuartal II-2025. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) secara tahunan atau year-on-year (yoy) mencapai 5,12 persen, jauh melampaui ekspektasi analis yang sempat pesimistis.

Angka ini tak hanya menjadi kado manis menjelang HUT ke-80 Republik Indonesia, tetapi juga menempatkan Indonesia di posisi atas di antara negara-negara besar. 

Dibandingkan dengan Singapura yang hanya tumbuh 4,3 persen, atau Amerika Serikat yang mencatatkan pertumbuhan 2 persen, Indonesia menjadi salah satu ekonomi yang paling gesit di kuartal ini.

“Pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan II-2025 bila dibandingkan dengan triwulan II-2024 atau secara tahunan tumbuh 5,12 persen,” kata Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, M. Edy Mahmud, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (5/8).

Pertumbuhan kuartal ini bahkan mengalahkan angka pada triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 4,87 persen, serta memukul mundur proyeksi banyak lembaga riset yang memperkirakan ekonomi nasional hanya tumbuh di kisaran 4,5 hingga 4,9 persen.

Lembaga-lembaga seperti OECD dan Bank Dunia bahkan sempat merevisi turun proyeksi pertumbuhan tahunan Indonesia menjadi 4,7 persen, dengan alasan perlambatan permintaan global dan tekanan fiskal dalam negeri. Namun realisasi kuartal II justru menunjukkan kebalikan dari kekhawatiran tersebut.

Dengan capaian ini, Indonesia juga unggul dari negara tetangga seperti Malaysia (4,5 persen) dan Korea Selatan (0,5 persen), sekaligus membuktikan daya tahan ekonomi domestik di tengah tekanan global.

Data BPS menunjukkan, PDB Indonesia atas dasar harga berlaku di kuartal II mencapai Rp5.947 triliun, sedangkan PDB atas harga konstan sebesar Rp3.396,3 triliun. Kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan berasal dari aktivitas domestik, terutama sektor jasa, konsumsi rumah tangga, dan investasi.

Sektor “jasa lainnya” yang mencakup pariwisata, rekreasi, dan layanan sosial melonjak 11,31 persen, didorong oleh musim libur dan peningkatan mobilitas masyarakat baik domestik maupun internasional. 

Konsumsi rumah tangga sendiri menyumbang 2,64 persen terhadap pertumbuhan, mencerminkan daya beli masyarakat yang masih terjaga.

Di sisi lain, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi, mencatat kontribusi sebesar 2,08 persen, walaupun dibayangi oleh perlambatan belanja pemerintah dan surplus perdagangan yang menyempit.

Meski capaian kuartal II mencatat hasil positif, para ekonom tetap mewanti-wanti bahwa laju pertumbuhan di semester II berpotensi tidak sekuat sebelumnya. 

Beberapa faktor eksternal seperti kebijakan tarif Amerika Serikat, pelemahan permintaan global, serta tekanan geopolitik dinilai dapat mengganggu kinerja ekspor dan investasi.

Di sisi domestik, lambannya penyerapan anggaran pemerintah dan menurunnya surplus neraca dagang menjadi tantangan tersendiri dalam mempertahankan momentum pertumbuhan hingga akhir tahun.

Selain itu, indikator Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Juli berada di angka 49,2, menandakan kontraksi aktivitas industri, meskipun sektor lain seperti jasa masih mencatat ekspansi.

Kendati demikian, pemerintah dan pelaku pasar menyambut capaian ini dengan optimisme. Menurut sejumlah analis pasar, angka 5,12 persen tidak hanya menunjukkan resiliensi struktural ekonomi Indonesia, tetapi juga membuka ruang bagi penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang lebih adaptif menjelang akhir tahun.

“Ini pertanda bahwa ekonomi nasional tetap kompetitif, bahkan di tengah tekanan global,” ujar salah satu ekonom dari institusi riset pasar di Jakarta.