Data terbaru Global Firepower 2025 menempatkan Thailand jauh di atas Kamboja dalam kekuatan militer. Ketegangan perbatasan berisiko meningkat. (visi.news/khmer)

KETEGANGAN di perbatasan Thailand dan Kamboja kembali meletup. Pada Kamis, 24 Juli 2025, jet tempur F-16 milik Angkatan Udara Thailand meluncurkan serangan ke wilayah Kamboja. Targetnya adalah fasilitas militer di kawasan sengketa Segitiga Zamrud.

Sebagai respons, militer Kamboja membalas dengan menembakkan roket dan artileri ke posisi-posisi Thailand. Situasi ini menambah daftar panjang sengketa wilayah yang telah berlangsung lebih dari satu abad.

Namun di balik aksi saling serang ini, data memperlihatkan adanya ketimpangan signifikan dari sisi kekuatan militer kedua negara. Thailand berada jauh di atas Kamboja dalam hampir semua aspek pertahanan baik dari segi teknologi, personel, hingga aliansi internasional.


Jomplang di Atas Kertas

Menurut laporan Global Firepower 2025, Thailand saat ini berada di peringkat 25 dunia dalam indeks kekuatan militer. Sementara itu, Kamboja hanya berada di urutan ke-95. Selisih yang lebar ini menggambarkan jurang besar dalam kesiapan militer masing-masing negara.

Secara garis besar, Thailand memiliki 360 ribu personel aktif dan 200 ribu cadangan, serta kekuatan udara yang lengkap dengan 112 pesawat tempur, termasuk F-16 dan Gripen buatan Swedia.

Sementara itu, Kamboja hanya memiliki sekitar 221 ribu personel aktif, tanpa pasukan cadangan resmi. Lebih parahnya lagi, Kamboja tidak memiliki satu pun jet tempur aktif. Angkatan udaranya hanya diperkuat oleh beberapa helikopter dan pesawat angkut ringan.


Thailand Pegang Kendali di Udara dan Laut

Di udara, Thailand unggul jauh. Selain memiliki skuadron F-16, Angkatan Udara Thailand juga diperkuat sistem radar Erieye, armada helikopter Black Hawk dan Cobra, serta puluhan pesawat latih dan pengintai.

Dari laut, Thailand merupakan satu-satunya negara ASEAN yang mengoperasikan kapal induk: HTMS Chakri Naruebet. Total kekuatan lautnya mencakup 70 ribu personel, 7 fregat, dan lebih dari 60 kapal patroli/tempur. Angkatan Laut ini juga dilengkapi dengan 23 ribu marinir.

Sebaliknya, Angkatan Laut Kamboja hanya memiliki sekitar 2.800 personel, dengan 13 kapal patroli kecil dan satu kapal pendarat. Dalam beberapa tahun terakhir, Kamboja disebut bergantung pada dukungan militer China, termasuk penggunaan pangkalan laut Ream di Provinsi Preah Sihanouk.


Keunggulan Darat Kamboja: Roket dan Medan

Di darat, perbandingan jumlah tank dan artileri antara kedua negara relatif seimbang. Bahkan, Kamboja tercatat memiliki 463 peluncur roket aktif, salah satu yang tertinggi di dunia berada di peringkat 10 secara global.

Namun dari sisi kualitas, Thailand masih lebih unggul. Beberapa tank utama milik Thailand sudah menggunakan VT-4 modern buatan China, dan pasukan daratnya dilengkapi kendaraan lapis baja sebanyak 16.935 unit.

Kamboja, yang banyak mengandalkan tank tua T-54 dan T-55 era Soviet, masih mengandalkan strategi bertahan dengan dukungan medan berbukit dan area perbatasan yang rawan ranjau.


Aliansi: Thailand Bersama AS, Kamboja Gandeng China

Thailand memiliki posisi istimewa sebagai sekutu non-NATO Amerika Serikat. Setiap tahun, militer Thailand ikut serta dalam latihan gabungan Cobra Gold yang melibatkan pasukan AS dan negara-negara mitra.

Sementara itu, Kamboja menjalin kerja sama erat dengan Tiongkok, termasuk latihan bersama “Golden Dragon”. Beberapa bantuan alutsista dan pembangunan infrastruktur militer juga didukung Beijing.

Secara kekuatan militer, Thailand berada di atas angin. Dukungan anggaran besar, aliansi global, dan kelengkapan armada membuat negeri Gajah Putih mampu melakukan proyeksi kekuatan ke segala lini darat, laut, dan udara.

Namun Kamboja bukan tanpa perlawanan. Roket BM-21 Grad yang mereka miliki mampu memberikan pukulan asimetris jarak jauh, terutama di wilayah-wilayah perbatasan yang sulit diakses kendaraan berat.