Ribuan warga Malaysia turun ke jalan pada 26 Juli 2025 menuntut PM Anwar Ibrahim mundur. Aksi dipicu lonjakan biaya hidup dan janji reformasi yang dinilai gagal ditepati. (REUTERS/Hasnoor Hussain)

Puluhan ribu warga Malaysia memadati jalan-jalan utama ibu kota, menuntut Perdana Menteri Anwar Ibrahim turun dari jabatannya. Massa yang berasal dari berbagai wilayah ini menilai Anwar gagal menjawab lonjakan biaya hidup dan tidak menepati janji reformasi yang pernah digaungkan.

Unjuk rasa yang dipimpin koalisi partai oposisi ini berlangsung sejak pagi dan terkonsentrasi di sekitar Dataran Merdeka. Polisi mencatat estimasi peserta mencapai 18 ribu orang, sementara panitia menyebut angka bisa mencapai 50 ribu.

Spanduk-spanduk bertuliskan "Turun Anwar" hingga "Reformasi Gagal" mewarnai aksi damai yang berjalan dalam kawalan ketat aparat.

Desakan publik ini muncul setelah lebih dari tiga tahun Anwar memimpin pemerintahan. Janji perbaikan ekonomi, pemberantasan korupsi, dan menarik investasi asing dianggap hanya retorika. 

Kunjungan-kunjungan luar negeri Anwar untuk menggaet investor dinilai belum membuahkan hasil yang dirasakan langsung oleh masyarakat.

Mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad yang hadir langsung di lokasi aksi melontarkan kritik keras. Dalam orasinya, Mahathir menyebut:

“Sudah tiga tahun, rakyat belum dapat apa-apa. Saya rasa dia (Anwar) malah senang melihat kita susah. Cukup, tolong turun.”

Tak hanya Mahathir, suara kecewa juga datang dari kalangan warga biasa. Fauzi Mahmud, 35 tahun, warga Selangor yang ikut aksi, mengatakan:

“Biaya hidup makin naik, tapi gaji tidak berubah. Katanya investasi mau masuk, tapi mana buktinya? Rakyat tidak bisa tunggu terus.”

Kondisi ekonomi Malaysia memang sedang tidak stabil. Inflasi makanan masih bertahan di atas 4% secara tahunan, dan tekanan dari pajak-pajak baru hingga penyesuaian tarif listrik makin memperberat beban rumah tangga kelas menengah. 

Mahasiswa dan pekerja muda turut meramaikan barisan aksi, menyuarakan ketidakpuasan atas kebijakan yang dianggap berat sebelah.

“Pajak layanan naik, tarif listrik naik, semua berimbas ke harga barang. Ini bukan reformasi yang dijanjikan,” ujar Nur Shahirah Leman, 23 tahun, aktivis mahasiswa yang turut berorasi.

Merespons tekanan publik, Anwar Ibrahim pada 23 Juli lalu mengumumkan sejumlah kebijakan darurat. Pemerintah berencana menyalurkan bantuan tunai satu kali sebesar RM 100 kepada seluruh warga dewasa mulai 31 Agustus mendatang. Selain itu, harga BBM RON95 disesuaikan menjadi RM 1,99 per liter, sedikit turun dari sebelumnya RM 2,05.

Namun, langkah ini dianggap terlalu kecil dan datang terlambat. Apalagi, anggaran bantuan yang dinaikkan menjadi RM 15 miliar itu dinilai belum cukup untuk mengompensasi dampak kenaikan biaya hidup yang terus menekan rakyat sejak awal tahun.

Sejumlah analis menilai tekanan terhadap Anwar bukan sekadar soal ekonomi, tapi juga soal kepercayaan politik. Pengamat politik dari Universiti Malaya, Dr. Amirul Salleh, mengatakan bahwa aksi ini menjadi sinyal serius bagi kepemimpinan Anwar.

Aksi ini juga menandai eskalasi ketidakpuasan menjelang paruh kedua masa jabatan Anwar, yang dijadwalkan berakhir sebelum Februari 2028. Meskipun masih memiliki dukungan di parlemen, tekanan dari jalanan dan oposisi yang kian solid bisa menjadi tantangan berat ke depan.

Untuk sementara, Anwar belum memberikan pernyataan langsung menanggapi unjuk rasa tersebut. Namun, koalisi pemerintah menyebut aksi ini bermuatan politik dan bertujuan menggoyang stabilitas nasional. Terlepas dari narasi politik, fakta di lapangan menunjukkan ada keresahan nyata yang meluas di tengah masyarakat.