Ray Dalio memperingatkan bahaya serius dari utang AS yang mencapai Rp 594 kuadriliun. Pasar obligasi global berisiko terguncang jika defisit tak dikendalikan. (Foto: The Paley Center/CNN Business)

Kondisi fiskal Amerika Serikat kian mengkhawatirkan. Ray Dalio, pendiri perusahaan investasi terbesar di dunia Bridgewater Associates, kembali mengeluarkan peringatan tajam tentang membengkaknya utang negara adidaya tersebut yang kini mencapai US$37 triliun atau setara dengan sekitar Rp594 kuadriliun (kurs Rp16.000/US$). 

Dalam pernyataannya pada 22 Mei 2025 di New York, Dalio menyebut pasar obligasi AS berada dalam bahaya serius dan berpotensi memicu krisis global dalam waktu dekat.

"Ini seperti saya dokter yang melihat pasien dengan sumbatan besar di arteri. Sangat serius. Bisa terjadi krisis dalam waktu tiga tahun, mungkin lebih cepat," ujar Dalio dalam forum Paley Media Council. 

Ia menyebut pasar obligasi bisa “meledak” akibat tekanan ganda dari beban utang yang besar, kenaikan imbal hasil, dan defisit anggaran yang kian melebar—hingga 7% dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh di atas ambang batas fiskal sehat.

Alarm Dalio tidak datang tanpa dasar. Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 30 tahun naik tajam ke 5,14% per 23 Mei 2025, tertinggi sejak dua tahun terakhir. 

Peningkatan ini mencerminkan penurunan kepercayaan investor terhadap kapasitas fiskal AS, diperparah oleh penurunan peringkat kredit negara itu oleh Moody’s baru-baru ini.

Utang pemerintah AS kini menjadi salah satu pos pengeluaran terbesar. Sepanjang 2024, pembayaran bunga utang federal mencapai US$1,1 triliun—lebih tinggi dibanding belanja pertahanan sebesar US$883,7 miliar. 

Ini melanggar prinsip fiskal yang dicetuskan sejarawan ekonomi Niall Ferguson, yakni bahwa negara yang lebih banyak membayar bunga dibandingkan anggaran militernya akan kehilangan posisi hegemonik global.

Kondisi diperparah dengan stagnasi pendapatan pajak dan meningkatnya kebutuhan refinancing utang. 

Sekitar sepertiga dari total utang nasional AS harus direstrukturisasi dalam beberapa tahun ke depan, memperbesar tekanan pada kas negara dan pasar surat utang.

Dalio mengusulkan solusi yang ia sebut “3 persen”—yakni menurunkan defisit tahunan menjadi 3% dari PDB, dengan tiga langkah: memangkas pengeluaran, menaikkan pajak, dan menurunkan suku bunga acuan. 

Ia mencatat strategi ini pernah berhasil menstabilkan fiskal AS di era 1990-an. Namun, ia pesimistis kondisi politik saat ini memungkinkan kompromi semacam itu.

“Saya tidak optimistis. Saat ini, bipartisan berarti: ‘berikan saya lebih banyak’. Dan itu hanya akan memperlebar defisit,” kata Dalio, merujuk pada proposal legislasi terbaru di Kongres yang menurunkan pajak korporasi dan menaikkan belanja pertahanan, diperkirakan akan menambah utang hingga US$2,77 triliun. 

Gedung Putih membantah proyeksi ini dan menyebut proyeksi defisit belum memperhitungkan pendapatan tambahan dari tarif impor.

Pandangan Dalio diperkuat oleh sejumlah ekonom terkemuka. Kenneth Rogoff, profesor Harvard dan mantan ekonom IMF, memperkirakan krisis fiskal AS bisa terjadi dalam 4-5 tahun, lebih cepat dari estimasi sebelumnya. 

Ia menilai ada dua skenario: inflasi tinggi yang tak terkendali, atau suku bunga rendah buatan yang membunuh pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.

Sementara itu, Niall Ferguson menyebutkan, "Begitu negara lebih banyak mengeluarkan uang untuk bunga daripada untuk pertahanan, ia mulai kehilangan status globalnya." Amerika kini telah masuk ke zona risiko tersebut.

Dampaknya? Pasar global—terutama negara-negara yang memegang obligasi AS seperti Jepang, China, dan beberapa negara Teluk—berpotensi terpukul. 

Pasar modal juga menjadi rentan terhadap volatilitas tinggi karena ketidakpastian fiskal AS akan mengerek cost of capital di seluruh dunia.

Sejumlah analis memperkirakan bahwa jika tidak ada langkah konkret dalam dua tahun ke depan, krisis kepercayaan bisa meledak dalam bentuk capital flight, pelemahan dolar, hingga inflasi global. 

“Bukan hanya AS yang terdampak. Dunia juga akan terguncang jika obligasi AS kehilangan daya tariknya sebagai aset aman,” ujar Monica Defend, Kepala Strategi Investasi di Amundi, kepada CNBC International.

Untuk sementara, investor institusi global mulai menyesuaikan portofolio mereka, dengan sebagian mengalihkan alokasi dari US Treasury ke instrumen obligasi lain yang lebih stabil. 

Tapi ini hanya solusi jangka pendek. Jika akar masalah fiskal AS tidak ditangani, krisis sistemik bisa terjadi lebih cepat dari yang diperkirakan.

Ray Dalio menutup peringatannya dengan analogi yang menohok: "Jika Anda tahu jantung Anda sedang bermasalah tapi terus mengonsumsi junk food, jangan kaget jika suatu hari Anda tiba-tiba kolaps." Amerika, menurutnya, sedang berada di ambang titik itu.