![]() |
Setelah Presiden Donald Trump mengumumkan gencatan senjata Iran-Israel, Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran menyebut telah memaksa musuh menyerah usai 12 hari konflik. Situasi tetap tegang, serangan rudal dan ancaman balasan masih terjadi. (Foto: Shutterstock) |
Iran mengklaim telah “memaksa musuh untuk menyesal dan menghentikan agresi secara sepihak.”
Pernyataan tersebut muncul di tengah laporan bahwa rudal-rudal Iran telah menghantam pangkalan AS di Qatar dan wilayah Israel, termasuk serangan ke Beer Sheva yang menewaskan tiga orang.
Sebaliknya, militer Israel membalas dengan serangan besar-besaran ke Tehran, yang menyebabkan asap pekat dan perintah evakuasi di beberapa distrik kota.
Di saat yang sama, Iran membantah peluncuran rudal pasca-gencatan, menyebut tuduhan Israel sebagai provokasi tanpa dasar.
Menurut laporan dari Al Jazeera dan BBC, sedikitnya 12 rudal diluncurkan ke pangkalan Al Udeid di Qatar, sebagian besar berhasil dicegat sistem Patriot, dan tidak menyebabkan korban jiwa.
Namun serangan ke Israel menewaskan tiga warga sipil dan melukai enam lainnya. Menanggapi itu, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, memerintahkan “serangan hebat” ke jantung ibu kota Iran.
“Sikap Iran jelas inkonsisten dengan semangat gencatan senjata,” ujar Brigadir Jenderal Effie Defrin, juru bicara militer Israel, dalam konferensi pers.
Ia menambahkan bahwa militer Israel tetap berada dalam kewaspadaan penuh dan belum mencabut perintah siaga tinggi.
Di balik konflik ini, perhatian global juga tertuju pada program nuklir Iran yang dilaporkan mengalami kerusakan signifikan akibat serangan udara Israel.
Laporan citra satelit yang dipublikasikan oleh CNN dan NPR menunjukkan gangguan serius pada jaringan listrik fasilitas nuklir Iran, meski belum ada bukti bahwa program tersebut hancur total.
Mohammad Eslami, kepala Organisasi Energi Atom Iran, mengonfirmasi adanya kerusakan. “Kami tengah mengevaluasi secara teknis dampaknya dan telah menyusun rencana pemulihan.
Tidak ada gangguan pada produksi utama,” tegasnya seperti dikutip Reuters. Ia juga menegaskan bahwa Iran siap mempercepat pemulihan infrastruktur nuklir dengan langkah-langkah strategis yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Secara diplomatik, gencatan senjata yang diumumkan Trump lebih tampak sebagai respons terhadap eskalasi yang tidak terkendali selama 12 hari sebelumnya, di mana serangan lintas wilayah menyebabkan puluhan korban dan mengancam stabilitas kawasan.
Namun para analis menilai penghentian tembak-menembak ini bukanlah tanda perdamaian, melainkan jeda taktis untuk konsolidasi kekuatan.
“Iran ingin menunjukkan bahwa mereka bisa menyerang balik dan memaksa lawan untuk berhenti. Tapi di balik itu, mereka juga sadar risiko lanjutan akan jauh lebih besar jika konflik terus meluas,” kata Dr. Fereydoun Barkeshli, analis energi dan geopolitik Timur Tengah kepada Newsweek.
Sementara itu, Gedung Putih belum memberikan rincian lebih lanjut terkait mekanisme pengawasan gencatan senjata ini.
Sejauh ini, pernyataan dari juru bicara NSC AS hanya menyebutkan bahwa “gencatan senjata adalah langkah awal menuju stabilisasi situasi,” tanpa menyebutkan apakah ada verifikasi bersama atau mekanisme pengendalian konflik.
Dengan saling tuduh pelanggaran dan rudal masih bertebaran di langit Timur Tengah, pertanyaan besarnya: apakah ini gencatan senjata sungguhan, atau hanya ilusi damai sementara?
0Komentar