Tesla resmi meluncurkan layanan robotaxi di Austin, Texas, tapi bukannya jadi gebrakan, justru menuai kritik karena kinerjanya yang erratik. Janji Elon Musk soal 1 juta robotaxi pada 2020 kembali dipertanyakan. (Foto: Brandon Bell/Getty Images)

Layanan robotaxi Tesla resmi diluncurkan di Austin, Texas, pada 22 Juni 2025. Tapi alih-alih menuai pujian, layanan mobil otonom ini justru langsung menuai kontroversi. Sejumlah video viral menunjukkan kendaraan Tesla melakukan manuver berbahaya seperti menyelonong ke jalur lawan arah, rem mendadak tanpa sebab, hingga kesalahan belok di jalan umum.

Laporan-laporan tersebut mendorong National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA)—lembaga keselamatan jalan raya AS—turun tangan. 

Dalam pernyataan resminya, NHTSA mengaku sudah menghubungi Tesla sejak 23 Juni 2025 untuk meminta informasi tambahan terkait insiden-insiden tersebut. 

Ini menambah panjang daftar penyelidikan terhadap sistem Full Self-Driving (FSD) milik Tesla, yang sejak 2024 sudah berada di bawah radar regulator karena kasus fatal sebelumnya.

Peluncuran robotaxi ini sejatinya menjadi realisasi dari janji lama Elon Musk soal kendaraan otonom. Sejak 2015, Musk secara berkala menyatakan bahwa Tesla akan mencapai “full autonomy” dalam waktu dekat. 

Pada 2019, ia bahkan menjanjikan lebih dari 1 juta robotaxi beroperasi pada 2020. Kenyataannya, hingga pertengahan 2025, Tesla baru menjalankan pilot project di satu kota dengan jumlah armada tak lebih dari dua lusin mobil.

Alih-alih lepas dari pengawasan manusia, mobil-mobil Model Y yang digunakan dalam program robotaxi ini tetap diawasi langsung oleh seorang safety driver di kursi penumpang depan. 

Operasionalnya pun dibatasi hanya di siang hari dan dalam kondisi cuaca baik.

Kondisi ini sangat berbeda dengan ekspektasi awal. Meski peluncuran ini sempat membuat saham Tesla naik 8% setelah diumumkan pada 12 Juni lewat unggahan Musk di X, para analis pasar menilai langkah ini belum memenuhi ambisi besar sang CEO.

Sejumlah influencer pro-Tesla yang mendapat akses awal ke layanan ini membagikan video uji coba kendaraan di media sosial. 

Ironisnya, video-video tersebut justru memperlihatkan berbagai kegagalan sistem:

• Salah satu video menunjukkan mobil melintasi garis kuning ganda dan masuk ke jalur lawan arah, meski tanpa terjadi tabrakan.

• Beberapa cuplikan lainnya memperlihatkan kendaraan mengerem mendadak saat melintasi polisi tidur atau ketika mendeteksi mobil polisi di sisi jalan—yang seharusnya tidak memicu reaksi sistem.

• Belokan yang goyah dan kecepatan yang melebihi batas juga terekam, walau justru mendapat pujian dari pengunggahnya yang juga investor Tesla.

NHTSA menyebut sedang mengumpulkan semua data yang dibutuhkan, termasuk crash logs dan konfigurasi sistem, meski sebagian informasi dikategorikan sebagai rahasia dagang oleh Tesla.

Langkah Tesla masuk ke dunia robotaxi dinilai terlambat dibanding para pesaingnya. Di Amerika Serikat, Waymo—anak usaha Alphabet—sudah menyelesaikan lebih dari 10 juta perjalanan berbayar di berbagai kota. 

Di China, Baidu Apollo Go telah melayani lebih dari 6 juta penumpang hingga April 2024 dan berambisi hadir di 65 kota sebelum akhir 2025. 

Dua pemain lain, WeRide dan Pony.ai, juga agresif menggarap pasar lokal dan internasional seperti Asia Tenggara serta Timur Tengah.

Sebagai perbandingan, Baidu bahkan sudah memproduksi robotaxi generasi ke-6 dengan biaya di bawah USD 30.000 per unit. 

Sementara Tesla belum mengungkap biaya kendaraan untuk layanan barunya, yang hingga kini masih dalam tahap uji coba terbatas.

“Tesla tampak seperti pemain baru di liga yang sudah ramai. Mereka masih bicara soal uji coba, sementara pemain lain sudah bicara soal ekspansi global dan efisiensi biaya,” kata analis otomotif dari S&P Global Mobility.

Kenaikan harga saham Tesla usai pengumuman peluncuran memang menunjukkan antusiasme investor, namun analis memperingatkan agar pasar tak terlalu larut dalam euforia. 

Dalam beberapa tahun terakhir, valuasi Tesla makin bergantung pada keberhasilan teknologi otonom mereka, di tengah penurunan penjualan mobil dan tekanan dari produsen lain.

"Kalau teknologi FSD gagal menunjukkan keandalan dalam skala besar, Tesla akan kesulitan menjaga narasi pertumbuhan jangka panjang," kata seorang analis pasar kepada Wired.

Regulator AS berencana memperketat aturan robotaxi mulai 1 September 2025, dengan sejumlah legislator Texas sempat meminta peluncuran ini ditunda. 

Namun, Tesla tetap melanjutkan uji coba, memanfaatkan celah regulasi yang belum mewajibkan persetujuan sebelum peluncuran.

Jika Tesla tidak segera memperbaiki sistem dan merespons kekhawatiran publik, mereka berisiko kehilangan momentum sekaligus kepercayaan pasar. 

Apalagi jika kompetitor terus melaju dengan data keselamatan dan operasional yang lebih meyakinkan.