Pemerintah Prabowo mulai menyusun regulasi pemanfaatan uranium dan thorium sebagai bahan baku PLTN, seiring masuknya proyek 500 MW dalam RUPTL 2025–2034. Kalimantan Barat jadi kunci. (Foto: AFP)

Pemerintah tengah menyiapkan aturan khusus untuk mengatur pemanfaatan bahan baku Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), menyusul masuknya proyek PLTN 500 megawatt (MW) dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 milik PT PLN (Persero). 

Aturan ini dipandang krusial karena menyangkut pengelolaan zat radioaktif seperti uranium dan thorium dari sektor pertambangan, terutama di Kalimantan Barat.

"Kita sedang membahas kerangka regulasi yang akan menata ulang sistem perizinan pemanfaatan bahan radioaktif hasil pemurnian mineral," ungkap Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (20/6/2025).

Masuknya PLTN dalam RUPTL menandai perubahan besar arah kebijakan energi Indonesia. Dalam dokumen resmi yang diterbitkan pada Mei 2025.

Pemerintah mencantumkan rencana pembangunan PLTN berkapasitas 500 MW yang ditargetkan mulai beroperasi pada 2032–2033. 

Dari total tambahan kapasitas pembangkit sebesar 69,5 gigawatt (GW), sebanyak 0,5 GW berasal dari nuklir.

Data dari Atlas Geologi Kementerian ESDM menunjukkan bahwa Kalimantan Barat, khususnya Kabupaten Melawi, menyimpan cadangan uranium dan thorium mencapai 24.112 ton

Potensi inilah yang mendorong kebutuhan regulasi baru demi menjamin pemanfaatannya sesuai standar keselamatan dan lingkungan.

Pengelolaan bahan baku nuklir bukan perkara ringan. Tanpa payung hukum yang memadai, Indonesia berisiko menghadapi:

Kebocoran limbah radioaktif,

Akses ilegal ke bahan radioaktif, dan

Potensi sabotase fasilitas nuklir.

Saat ini, aturan yang paling relevan adalah PP No. 45 Tahun 2023 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Zat Radioaktif. 

Regulasi ini mengatur perlindungan dari paparan radiasi, pencegahan penyalahgunaan bahan radioaktif, serta pengawasan distribusinya. Namun, belum mengatur secara spesifik soal bahan baku nuklir dari hasil tambang.

“PP 45/2023 memang jadi pondasi, tapi implementasi PLTN butuh aturan turunan yang lebih teknis dan spesifik. Kita sedang bahas revisi PP lain, termasuk PP No. 61/2013 soal limbah radioaktif,” kata Kepala BAPETEN, Sugeng Sumbarjo, dalam FGD di Jakarta, April lalu.

Setidaknya ada tiga lembaga utama yang akan memainkan peran sentral dalam penyusunan dan implementasi regulasi ini:

Kementerian ESDM – mengatur aspek energi dan pertambangan.

BAPETEN – bertugas mengawasi dan menegakkan standar keselamatan nuklir.

BRIN – sebagai badan riset, akan menyiapkan roadmap teknologi dan skema pemanfaatan bahan baku.

Kementerian Hukum dan HAM juga sudah dilibatkan dalam harmonisasi peraturan. Audiensi antara BAPETEN dan Direktorat Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan III digelar pada April 2025, menunjukkan keseriusan pemerintah menyusun regulasi baru.

Meski pemanfaatan nuklir sempat menuai penolakan publik, kini angin mulai berubah. Survei yang dikutip dari Nuclear Business Platform pada Juni 2024 menyebut lebih dari 60% masyarakat Indonesia mendukung pembangunan PLTN, terutama jika digunakan untuk mengejar target Net Zero Emission 2060.

“Indonesia tak bisa terus bergantung pada batu bara. Nuklir bisa jadi game-changer, asalkan keamanannya dijamin lewat regulasi ketat,” ujar Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), dalam diskusi energi Mei lalu.

Apa Langkah Selanjutnya?

Pemerintah menargetkan penyelesaian aturan turunan pada 2026, untuk kemudian diujicobakan dalam proyek awal PLTN. 

Selain revisi PP yang ada, regulasi baru kemungkinan akan muncul sebagai bagian dari pelaksanaan UU No. 2 Tahun 2025 tentang perubahan UU Minerba, yang mulai membuka ruang pemanfaatan hasil tambang sebagai bahan baku energi nuklir.

Sementara itu, PLN dan mitra swasta (IPP) mulai merancang studi kelayakan teknis dan lokasi untuk PLTN, dengan Kalimantan dan Sumatera sebagai kandidat utama. Dalam skenario awal, kapasitas dirinci sebagai berikut:

WilayahKapasitas PLTN (MW)Sumatera250Kalimantan1.524Total1.774

Angka ini melebihi proyeksi awal 500 MW, memberi sinyal bahwa pengembangan PLTN bisa meluas jika payung hukumnya sudah kokoh.

Dengan cadangan bahan baku nuklir besar, target Net Zero Emission, dan dukungan publik yang tumbuh, Indonesia memiliki momentum kuat untuk masuk ke era energi nuklir. 

Namun, semua itu hanya bisa terwujud jika pemerintah berhasil menuntaskan regulasi yang menjamin keselamatan, keberlanjutan, dan akuntabilitas pemanfaatan bahan baku nuklir.

Tanpa itu, ledakan energi baru bisa berubah jadi mimpi buruk.