![]() |
Jepang ubah haluan dari negara pasifis jadi eksportir senjata global. Rudal PAC-3 hingga jet tempur siap dikirim ke sekutu. (SSGR.JAMES R.FERGUSON,USAF) |
Jepang, selama puluhan tahun dikenal sebagai negara pasifis dengan konstitusi anti-perang, kini resmi mengubah haluan. Negara yang dulu sangat membatasi ekspor senjata, kini bersiap masuk ke jajaran pemasok senjata global. Kebijakan ini dipertegas lewat langkah politik dan militer besar yang diumumkan sepanjang 2024-25.
Ekspor senjata Jepang tembus US$424 juta di 2024. Rudal, jet tempur, hingga kerja sama global disiapkan. Apa dampaknya?
Data COMTRADE PBB mencatat ekspor senjata dan aksesori pertahanan Jepang mencapai US$424,77 juta pada 2024.
Lompatan ini terjadi setelah pemerintah melonggarkan aturan ekspor senjata mematikan, termasuk rudal Patriot PAC-3 buatan dalam negeri yang dikirim ke AS.
Langkah itu dilakukan menyusul revisi kebijakan ekspor pada Desember 2023 yang memungkinkan ekspor ke negara pemberi lisensi, bahkan ke negara ketiga.
Salah satu alasan strategis: membantu AS mengganti stok rudal yang digunakan untuk mendukung Ukraina.
Dari sisi volume senjata, menurut SIPRI, ekspor Jepang menyentuh 21 juta TIV (Trend-Indicator Value) atau setara 0,1% dari pasar global pada 2024. Masih jauh dibanding Korea Selatan (3,3%) dan Tiongkok (3,9%), tapi menunjukkan tren lonjakan tajam.
Kenapa Jepang Ubah Haluan?
Perubahan ini tak sekadar soal ekonomi. Jepang merasa terdesak oleh kondisi geopolitik baru: ketegangan di Laut Cina Timur, ancaman Korea Utara, dan ketidakpastian aliansi keamanan di era pasca-Trump.
“Ketergantungan total pada AS sudah tidak realistis,” ujar David Roche, analis dari Quantum Strategy. “Sekutu seperti Jepang harus tunjukkan kontribusi konkret untuk jaminan keamanan.”
PM Fumio Kishida pun menjadi perdana menteri pertama yang menghadiri pameran pertahanan DSEI Japan 2025. Di situ, ia menegaskan komitmen memperluas ekspor pertahanan sebagai bagian dari “kontribusi proaktif terhadap perdamaian”.
Menurut Rintaro Inoue, peneliti dari Institute of Geoeconomics, tujuan utamanya adalah “memperkuat interoperabilitas dengan negara sekutu melalui standarisasi alat dan pelatihan bersama.”
Kebijakan ekspor ini juga jadi angin segar bagi industri pertahanan lokal. Selama ini, sebagian besar perusahaan Jepang hanya melayani Pasukan Bela Diri Jepang (JSDF), dengan permintaan terbatas.
Akibatnya, dalam dua dekade terakhir, lebih dari 100 perusahaan keluar dari sektor pertahanan karena pasar domestik terlalu kecil dan kalah saing dari produk AS seperti jet tempur F-35 atau radar SPY-7.
“Tanpa ekspor, perusahaan tidak akan berani investasi besar. Mereka butuh kepastian pasar,” ujar Naoko Aoki, analis kebijakan dari RAND Corporation.
Langkah Jepang mengikuti pola Korea Selatan, yang berhasil menjadikan ekspor senjata sebagai sektor unggulan nasional, dengan nilai ekspor nyaris US$1 miliar pada 2024.
Tapi Masih Banyak Hambatan
Meski ekspor mulai menggeliat, tantangannya tak kecil:
Demografi Menyusut
Populasi menua dan tenaga kerja menyusut. "Ini jadi tantangan serius untuk manufaktur besar," jelas Rintaro Inoue.
Regulasi Ketat
Meski sudah longgar, ekspor masih dibatasi untuk negara tertentu dan harus selaras dengan arah diplomatik Jepang.
Ketergantungan pada AS
Jepang masih banyak membeli lewat program Foreign Military Sales (FMS) AS. Ini membuat industri lokal kehilangan insentif produksi.
Tak berhenti di rudal, Jepang juga ikut proyek jet tempur generasi baru Global Combat Air Programme (GCAP) bersama Inggris dan Italia. Jet ini dijadwalkan siap ekspor pada 2035.
Negosiasi juga sedang berjalan dengan Australia, Indonesia, dan Filipina untuk ekspor sistem senjata dan subsistemnya.
Pemerintah menyatakan akan merumuskan strategi ekspor pertahanan nasional pada 2025 untuk memperkuat daya saing industri, membuka pasar baru, dan menciptakan rantai pasok mandiri.
Proyeksi: Jepang Jadi “Korea Selatan Baru” di Sektor Senjata?
Banyak pengamat menilai Jepang bisa meniru keberhasilan Korea Selatan jika konsisten membuka pasar dan mempercepat reformasi industri.
Namun, Jepang punya pendekatan berbeda: bukan hanya jual senjata, tapi juga membangun kemitraan strategis dan interoperabilitas dengan sekutu.
“Ekspor ini bukan semata bisnis. Ini soal posisi Jepang dalam arsitektur keamanan Indo-Pasifik,” kata Naoko Aoki.
Dari negara damai menjadi eksportir senjata, Jepang sedang menjalani transformasi besar. Tantangannya masih berat, tapi peluang pasarnya sangat besar—terutama jika konflik regional terus memburuk.
0Komentar