![]() |
Boeing memproyeksikan permintaan 43.600 pesawat baru hingga 2044, dipimpin oleh Asia dan pasar berkembang. Tantangan produksi masih membayangi. (Foto: Flickr/Paul Tompson) |
Industri penerbangan global diproyeksikan terus melesat dalam dua dekade mendatang, didorong oleh meningkatnya kesejahteraan masyarakat, terutama di pasar negara berkembang seperti China dan Asia Tenggara. Dalam laporan terbarunya, Commercial Market Outlook 2025, Boeing memperkirakan dunia akan membutuhkan sekitar 43.600 pesawat komersial baru hingga tahun 2044, dengan nilai pasar mencapai $8 triliun.
Angka ini sedikit lebih konservatif dibandingkan proyeksi tahun lalu yang mencapai 43.975 pesawat, mencerminkan penyesuaian terhadap pertumbuhan ekonomi global yang kini diperkirakan lebih melambat, yakni sebesar 2,3% per tahun.
Menurut Boeing, permintaan terbesar akan datang dari wilayah Asia-Pasifik, khususnya China dan Asia Tenggara, seiring dengan semakin banyaknya masyarakat kelas menengah yang mampu bepergian dengan pesawat.
Negara-negara berkembang diprediksi akan mengoperasikan lebih dari separuh armada pesawat global pada 2044, naik signifikan dari porsi saat ini yang mendekati 40%.
Pertumbuhan ini didukung oleh urbanisasi pesat, investasi di sektor penerbangan, dan jaringan maskapai yang semakin kompetitif.
“Pasar penerbangan telah terbukti tangguh menghadapi berbagai tantangan, mulai dari krisis ekonomi hingga pandemi global,” ujar Darren Hulst, Wakil Presiden Pemasaran Komersial Boeing, dalam konferensi pers pada 10 Juni 2025.
Ia menambahkan bahwa dalam 25 tahun terakhir, jumlah penumpang udara melonjak tiga kali lipat, sementara armada pesawat global hanya bertambah dua kali lipat. Efisiensi ini menjadi bukti ketahanan dan potensi pertumbuhan industri.
Boeing memproyeksikan armada pesawat komersial dunia akan berlipat ganda menjadi lebih dari 49.600 unit pada 2044, sejalan dengan prediksi serupa dari pesaing utamanya, Airbus.
Laporan Airbus Global Market Forecast 2025-2044 juga menyoroti pertumbuhan serupa, dengan estimasi permintaan 43.420 pesawat baru, menegaskan optimisme kolektif terhadap masa depan penerbangan.
Single-aisle jadi pilihan utama maskapai
Pesawat berbadan sempit (*single-aisle*), seperti Boeing 737 MAX dan Airbus A320neo, diprediksi akan semakin mendominasi langit. Porsi pesawat jenis ini diperkirakan naik dari 66% saat ini menjadi 72% dari total armada global pada 2044.
Popularitasnya didorong oleh efisiensi bahan bakar dan fleksibilitas untuk rute jarak pendek hingga menengah, yang menjadi tulang punggung maskapai penerbangan berbiaya rendah (low-cost carriers).
Sementara itu, pesawat berbadan lebar (widebody) juga akan tumbuh signifikan, dari sekitar 4.400 unit saat ini menjadi 8.320 unit pada 2044, untuk memenuhi kebutuhan penerbangan jarak jauh.
Selain pesawat penumpang, Boeing memperkirakan permintaan 2.900 pesawat kargo baru dan konversi, didorong oleh pertumbuhan perdagangan global yang diproyeksikan meningkat 3,7% per tahun.
Ini menunjukkan bahwa sektor kargo udara tetap menjadi pilar penting dalam ekosistem penerbangan.
Industri kewalahan penuhi permintaan
Meski prospek jangka panjang cerah, industri penerbangan menghadapi hambatan signifikan dalam jangka pendek, terutama dalam hal produksi pesawat.
Lonjakan permintaan pasca-pandemi Covid-19 telah membebani kapasitas produksi Boeing dan Airbus, yang saat ini masih tertatih-tatih di level produksi satu dekade lalu.
Akibatnya, kedua raksasa ini telah memproduksi sekitar 1.500 pesawat lebih sedikit dari rencana awal mereka.
Di kuartal pertama 2025, Boeing hanya mengirimkan 130 pesawat, jauh dari target tahunan 610 unit, sementara Airbus mengirimkan 134 pesawat dari target 820.
Hambatan ini diperparah oleh gangguan rantai pasok, kekurangan tenaga kerja, dan pembatasan regulasi. Misalnya, Administrasi Penerbangan Federal AS (FAA) saat ini membatasi produksi Boeing 737 MAX di angka 38 unit per bulan, dengan rencana kenaikan bertahap ke 42 unit pada Maret 2025.
Namun, tantangan seperti mogok kerja pada 2024, yang merugikan Boeing hingga $150 juta per hari, menambah kompleksitas.
“Kesenjangan antara permintaan dan pasokan akan terus melebar jika kapasitas produksi tidak segera ditingkatkan,” kata Hulst.
Ia memperkirakan industri baru bisa kembali ke tingkat pengiriman pra-pandemi, atau bahkan melampauinya, paling cepat pada akhir dekade ini.
Untuk maskapai yang ingin ekspansi, keterbatasan pasokan pesawat berbadan sempit menjadi kendala utama, memperlambat pembaruan armada dan rencana pertumbuhan.
Peluang baru meski banyak tantangan
Meskipun menghadapi tantangan, industri penerbangan tetap optimistis. Boeing dan Airbus sama-sama berinvestasi pada solusi digital dan teknologi baru untuk meningkatkan efisiensi produksi dan keberlanjutan armada.
Boeing juga memproyeksikan pasar jasa komersial senilai $4,4 triliun hingga 2044, mencakup perawatan, modifikasi, dan pelatihan, yang akan mendukung pertumbuhan ekosistem penerbangan.
Gejolak geopolitik dan ketidakpastian ekonomi, seperti perang dagang atau tarif yang diberlakukan di era sebelumnya, memang menjadi risiko. Namun, sejarah menunjukkan bahwa penerbangan selalu mampu bangkit dari krisis.
Dengan pertumbuhan penumpang udara yang diproyeksikan lebih dari dua kali lipat dan armada global yang terus berkembang, industri ini berada di jalur untuk mencatatkan rekor baru dalam beberapa dekade mendatang.
Proyeksi Boeing untuk 43.600 pesawat baru hingga 2044 menegaskan potensi besar industri penerbangan, terutama di pasar negara berkembang.
Dominasi pesawat berbadan sempit dan pertumbuhan armada kargo mencerminkan pergeseran menuju efisiensi dan konektivitas global. Namun, tantangan produksi yang signifikan menuntut solusi cepat agar permintaan dapat terpenuhi.
Dengan ketangguhan yang telah terbukti dan inovasi yang terus berjalan, masa depan penerbangan tetap cerah, siap menghubungkan dunia yang semakin dinamis.
0Komentar