Proyek tanggul laut raksasa, atau Giant Sea Wall, menjadi salah satu inisiatif infrastruktur terbesar di Indonesia, dirancang untuk melindungi pesisir utara Pulau Jawa dari ancaman banjir rob, penurunan tanah, dan dampak perubahan iklim. Proyek ini, yang merupakan bagian dari visi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, membentang dari Banten hingga Gresik, Jawa Timur, dengan panjang total diperkirakan mencapai 700 hingga 946 kilometer.
Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo menegaskan urgensi proyek ini, menyatakan, “Kami sedang membangun program tanggul laut raksasa, terbentang dari Cilegon ke Gresik di Jawa Timur untuk melindungi masyarakat di pesisir utara,” sebagaimana diungkapkan dalam International Conference on Infrastructure di Jakarta pada 11 Juni 2025.
Dengan biaya total diperkirakan mencapai 80 miliar dolar AS, proyek ini menawarkan peluang investasi jangka panjang yang signifikan.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjelaskan bahwa untuk segmen Jakarta sepanjang 41 kilometer saja, “Kurang lebih studi yang pernah kami lakukan di waktu sebelumnya adalah kurang lebih US$8 miliar, Rp123 triliun,” seperti yang disampaikan pada kesempatan yang sama.
Proyek ini direncanakan berlangsung selama 15 hingga 20 tahun, dengan pendanaan yang menggabungkan anggaran negara dan investasi swasta melalui skema kemitraan publik-swasta (PPP).
Pemerintah secara aktif mengundang investor asing, termasuk dari China, Jepang, Korea Selatan, dan Belanda, dengan memanfaatkan mekanisme Land Value Capture untuk mengembangkan kawasan hunian, pusat bisnis, dan fasilitas rekreasi di sekitar tanggul.
Namun, proyek ini menghadapi tantangan signifikan, terutama terkait dampak lingkungan dan keberlanjutan pendanaan.
Para ahli lingkungan mengkhawatirkan potensi kerusakan ekosistem pesisir, menekankan perlunya keseimbangan antara pembangunan infrastruktur dan pelestarian alam.
Untuk mengelola proyek ini, pemerintah berencana membentuk Northern Coast Giant Sea Wall Authority guna mengawasi perencanaan dan pelaksanaan.
Hashim Djojohadikusumo, Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, menyoroti urgensi proyek ini, menyatakan, “Program ini mungkin akan memakan waktu cukup lama, mungkin 10-20 tahun, tapi harus segera dimulai untuk kita melindungi jutaan hektare sawah yang terletak di pantai utara Pulau Jawa,” seperti yang diungkapkan pada ESG Sustainability Forum 2025 di Jakarta pada 31 Januari 2025.
Giant Sea Wall tidak hanya bertujuan meningkatkan ketahanan terhadap kenaikan permukaan laut, yang saat ini meningkat 4,25 milimeter per tahun, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan kawasan.
Dengan satuan tugas yang dipimpin AHY dan komitmen pemerintah untuk memulai proyek tanpa menunggu pendanaan penuh, langkah awal menunjukkan keseriusan dalam mewujudkan visi ini.
Keberhasilan proyek ini akan bergantung pada kolaborasi lintas sektor, pengelolaan dampak lingkungan yang cermat, dan strategi pendanaan yang berkelanjutan, menjadikannya model potensial untuk proyek ketahanan iklim di wilayah lain.
0Komentar