![]() |
Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte menyerukan peningkatan pertahanan udara dan rudal hingga 400% untuk menghadapi ancaman Rusia dan China. (Omar Marques/Getty Images) |
Sekretaris Jenderal NATO, Mark Rutte, menyampaikan pidato penting di Chatham House, London. Dalam pernyataannya, Rutte menyerukan peningkatan kemampuan pertahanan udara dan rudal NATO hingga 400%. Menurutnya, langkah drastis ini penting untuk memastikan aliansi tetap memiliki sistem pencegahan dan pertahanan yang kuat di tengah ancaman global yang semakin nyata—khususnya dari Rusia.
Menjelang KTT NATO di Den Haag pada 24–25 Juni 2025, usulan ini menjadi salah satu prioritas utama aliansi.
Rutte menyoroti pelajaran dari konflik Rusia-Ukraina yang masih berlangsung sejak invasi besar-besaran pada 2022. Rusia terbukti mampu melancarkan serangan udara yang masif dengan rudal balistik dan drone.
“Kita melihat bagaimana Rusia menyerang dari langit di Ukraina. Karena itu, kita harus memperkuat perisai udara kita,” tegasnya.
Menurutnya, peningkatan 400% bukan sekadar pembaruan, melainkan lompatan besar yang mutlak dibutuhkan untuk menghadapi ancaman serupa ke depan.
Ancaman ini tak akan hilang sekalipun perang di Ukraina mereda. Rutte menekankan bahwa Rusia kini memproduksi senjata jauh lebih cepat—apa yang NATO hasilkan dalam setahun, bisa Rusia capai dalam tiga bulan.
Ini menciptakan kesenjangan yang berbahaya dalam kapasitas militer, dan NATO harus bergerak cepat untuk mengejarnya.
Selain pertahanan udara, Rutte juga mendorong peningkatan anggaran militer. Ia mengusulkan agar 32 negara anggota NATO menyisihkan 3,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk pertahanan, ditambah 1,5% untuk keamanan yang lebih luas—sehingga totalnya mencapai 5%.
Usulan ini sejalan dengan tekanan lama dari Presiden AS Donald Trump, yang mendorong anggota NATO agar meningkatkan kontribusi mereka.
Saat ini, target belanja pertahanan NATO adalah 2% dari PDB. Target itu sudah dipenuhi atau bahkan dilampaui oleh 22 negara anggota. Namun, dengan meningkatnya ketegangan global, target 2% dianggap tak lagi cukup. Rutte berharap KTT Den Haag bisa menjadi momentum untuk menyepakati target baru sebesar 5%.
Sejumlah negara anggota sudah menunjukkan komitmen awal. Inggris, misalnya, berencana menaikkan anggaran pertahanan dari 2,3% menjadi 2,5% PDB pada 2027, dengan target jangka panjang sebesar 3%.
Jerman juga mengindikasikan akan menambah 50.000 hingga 60.000 tentara aktif demi memenuhi standar baru NATO. Langkah-langkah ini mencerminkan keseriusan Eropa dalam memperkuat pertahanannya—terutama setelah Trump menyiratkan bahwa Eropa harus lebih mandiri dalam urusan keamanan.
Namun, usulan peningkatan anggaran ini tentu tidak mudah diterapkan secara merata. Negara-negara dengan kondisi ekonomi yang lebih lemah kemungkinan akan kesulitan mencapai target 5%. Hal ini berpotensi memicu perdebatan internal dalam aliansi.
Meski begitu, ancaman jangka panjang dari Rusia—dan kemungkinan ketegangan baru dengan kekuatan besar lain seperti China—menuntut NATO untuk segera bertindak.
KTT NATO di Den Haag akan menjadi ajang penting untuk merumuskan target yang lebih konkret. Sebelumnya, dalam pertemuan menteri pertahanan di Brussels, Rutte telah menegaskan fokus aliansi ke depan, yaitu pada pertahanan udara dan rudal, senjata jarak jauh, logistik, serta formasi manuver darat dalam skala besar.
“Target ini akan menentukan kekuatan dan kemampuan spesifik yang harus disediakan tiap negara anggota,” jelasnya.
Dukungan terhadap Ukraina juga tetap menjadi agenda utama. NATO ingin memastikan Kyiv memiliki sumber daya yang cukup untuk bertahan, sekaligus memperkuat sistem pertahanan kolektif agar konflik tidak meluas ke wilayah anggota.
Jika benar-benar terwujud, peningkatan 400% dalam pertahanan udara dan rudal akan mengubah lanskap keamanan di Eropa dan Atlantik Utara.
Ini bukan hanya soal teknologi baru, tapi juga soal mempercepat produksi industri pertahanan dan meningkatkan kemampuan koordinasi antarnegara anggota. Namun, semua itu sangat bergantung pada komitmen politik dan finansial dari seluruh anggota NATO.
Di sisi lain, langkah ini juga membawa risiko geopolitik. Peningkatan postur militer NATO bisa memicu respons agresif dari Rusia dan mempercepat perlombaan senjata.
Karena itu, aliansi juga harus cermat dalam menyeimbangkan antara kekuatan militer dan diplomasi, agar tidak menciptakan eskalasi baru yang tidak diinginkan.
Pidato Mark Rutte adalah panggilan tegas bagi NATO di tengah situasi global yang semakin tidak menentu. Ancaman dari Rusia tetap ada, sementara kapasitas militer NATO masih tertinggal.
Peningkatan besar-besaran dalam pertahanan dan pengeluaran militer adalah bagian dari upaya untuk memastikan NATO tetap relevan dan mampu melindungi anggotanya.
KTT Den Haag akan menjadi ujian besar: apakah semua negara anggota siap mendukung visi ini. Yang pasti, di era penuh ketidakpastian ini, NATO tidak hanya ingin bertahan—tetapi juga membangun fondasi yang lebih kokoh untuk menghadapi masa depan.
Seperti yang dikatakan Rutte, “Bahaya tidak akan hilang, bahkan ketika perang di Ukraina berakhir.” Dan mungkin inilah harga yang harus dibayar untuk perdamaian jangka panjang.
0Komentar