![]() |
Pasar mobil listrik bekas di Indonesia masih tertinggal dibanding kendaraan baru. Simak 6 penyebab utama yang membuat konsumen ragu membeli mobil listrik bekas pada tahun 2025. (Bangkokpost.com) |
Indonesia, yang mengalami lonjakan penjualan mobil listrik (EV) baru, ternyata menghadapi tantangan besar dalam perkembangan pasar mobil listrik bekas. Meskipun sektor kendaraan listrik baru tumbuh pesat, pasar kendaraan listrik bekas tetap terseok-seok. Banyak faktor yang berkontribusi pada fenomena ini, yang dapat dilihat dari tantangan baterai, ketidakstabilan harga, serta kebijakan pemerintah yang lebih mendukung kendaraan baru.
Penjualan mobil listrik baru di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Pada paruh pertama 2024, penjualan mobil listrik meningkat hingga 130% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, dengan angka total mencapai 11.900 unit pada Juni 2024.
Bahkan, pada akhir tahun 2024, penjualan mobil listrik nasional mencatatkan lonjakan 177,32% dibandingkan tahun sebelumnya, yang mengindikasikan adanya peningkatan minat terhadap kendaraan ramah lingkungan ini.
Keberhasilan ini didorong oleh insentif dari pemerintah, seperti pengurangan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 1% untuk mobil listrik yang memiliki kandungan lokal 40% dan pembebasan pajak barang mewah (luxury goods tax).
Namun, meskipun penjualan kendaraan listrik baru melonjak, pasar kendaraan listrik bekas menghadapi hambatan yang cukup berat.
Faktor-Faktor Penghambat Pasar Mobil Listrik Bekas
Masalah Baterai dan Biaya Penggantian
Baterai adalah komponen paling mahal dalam kendaraan listrik, memakan 30–45% dari harga kendaraan baru. Baterai mobil listrik umumnya memiliki masa pakai 5–7 tahun, dan setelah periode tersebut, penggantian baterai bisa menjadi sangat mahal, bahkan melebihi nilai mobil bekas itu sendiri.
Misalnya, penggantian baterai untuk model Hyundai Ioniq 5 atau Nissan Leaf bisa mencapai ratusan juta rupiah. Hal ini menciptakan ketidakpastian bagi pembeli mobil bekas, karena mereka khawatir akan masa depan baterai kendaraan yang dibeli.
Ketidakstabilan Harga
Salah satu tantangan utama lainnya adalah volatilitas harga yang tinggi di pasar mobil listrik bekas. Seperti yang dikatakan oleh Andi, seorang dealer dari Jordy Motor, harga mobil listrik bekas cenderung tidak stabil, dan ini menambah risiko finansial bagi para pedagang mobil bekas.
Jika mobil tidak terjual dengan cepat, dealer bisa mengalami kerugian besar, sehingga mereka lebih memilih untuk menghindari mobil listrik bekas di pasar mereka.
Kemajuan Teknologi yang Cepat
Kemajuan teknologi baterai yang pesat mempercepat devaluasi mobil listrik bekas. Baterai kendaraan listrik terus berkembang, dengan model-model baru menawarkan daya tahan yang lebih lama, waktu pengisian yang lebih cepat, serta harga yang lebih terjangkau.
Hal ini menjadikan model lama dengan teknologi baterai yang lebih usang kurang menarik bagi konsumen, yang lebih memilih untuk membeli model baru yang lebih efisien dan terjangkau.
Subsidi Pemerintah untuk Mobil Baru
Subsidi pemerintah untuk mobil listrik baru, seperti pengurangan PPN dan pembebasan pajak barang mewah, menjadikan kendaraan baru lebih terjangkau.
Hal ini menciptakan ketidakseimbangan antara daya tarik mobil baru yang lebih murah dengan mobil bekas yang lebih mahal dan memiliki potensi risiko lebih besar, terutama terkait dengan masalah baterai.
Keterbatasan Infrastruktur dan Layanan Purna Jual
Ketersediaan infrastruktur pengisian daya dan layanan purna jual untuk kendaraan listrik di Indonesia masih terbatas. Meskipun ada upaya pemerintah untuk memperluas jumlah stasiun pengisian daya, jaringan ini masih sangat terbatas, khususnya di luar kota besar.
Selain itu, setelah garansi kendaraan habis, layanan purna jual untuk kendaraan listrik bekas juga sulit ditemukan, yang menambah kekhawatiran konsumen.
Kurangnya Kepercayaan Terhadap Nilai Jual Kembali
Di Indonesia, mobil listrik bekas belum memiliki nilai jual kembali yang mapan seperti kendaraan bermesin pembakaran internal (ICE). Kendaraan ICE telah memiliki sejarah panjang dalam hal nilai jual kembali, sementara mobil listrik bekas masih terbilang baru, dengan banyak ketidakpastian mengenai masa depan harga dan perawatan.
Salah satu dampak langsung dari pertumbuhan penjualan mobil listrik baru adalah penurunan harga mobil listrik bekas.
Beberapa model mobil listrik yang baru beberapa tahun dirilis kini dijual dengan harga yang sangat terjangkau. Misalnya, Hyundai Ioniq 5 yang seharga Rp 800 juta pada saat diluncurkan kini dijual dengan harga Rp 460 juta setelah hanya dua tahun pemakaian.
Penurunan harga yang tajam ini menciptakan gap besar antara harga mobil baru dan bekas, yang semakin mempersulit pasar mobil listrik bekas untuk berkembang.
Selain itu, semakin banyaknya varian mobil listrik dari merek-merek baru, terutama dari produsen China seperti BYD, Chery, dan Wuling, juga menambah tekanan pada harga mobil bekas.
Kehadiran model-model baru dengan harga lebih terjangkau, seperti SUV listrik BYD yang dibanderol dengan harga Rp 260 juta, mengurangi daya tarik mobil listrik bekas yang lebih mahal.
Prospek Pasar Mobil Listrik di Indonesia
Meski menghadapi berbagai tantangan, pasar mobil listrik Indonesia masih menjanjikan. Pemerintah Indonesia telah menetapkan target ambisius untuk mengalihkan 20% penjualan mobil baru menjadi kendaraan listrik pada tahun 2025 dan mencapai 100% pada tahun 2040.
Oleh karena itu, meskipun pasar mobil listrik bekas belum berkembang dengan baik, sektor ini diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang signifikan seiring dengan peningkatan produksi mobil listrik dan ekspansi infrastruktur yang lebih baik.
Namun, untuk menciptakan pasar mobil listrik bekas yang sehat, perlu ada beberapa langkah penting yang harus diambil oleh pemerintah dan pelaku industri, seperti:
Standarisasi Garansi Baterai: Standar garansi baterai yang jelas dan kuat akan memberi jaminan kepada konsumen mengenai masa pakai dan kondisi baterai.
Peningkatan Infrastruktur: Meningkatkan jumlah stasiun pengisian daya dan layanan purna jual untuk kendaraan listrik, terutama di luar kota-kota besar, akan membantu mengurangi kecemasan konsumen.
Pendidikan Konsumen: Mengedukasi konsumen mengenai keuntungan dan cara merawat kendaraan listrik akan membantu meningkatkan kepercayaan pasar terhadap mobil listrik bekas.
Pilihan Pembiayaan yang Lebih Terjangkau: Menyediakan opsi pembiayaan yang lebih fleksibel dan terjangkau bagi pembeli mobil listrik bekas akan membantu memperluas aksesibilitas pasar.
Pasar mobil listrik bekas di Indonesia pada tahun 2025 masih terhambat oleh berbagai tantangan, mulai dari masalah baterai, harga yang tidak stabil, hingga keterbatasan infrastruktur dan layanan purna jual.
Meskipun demikian, pertumbuhan pesat penjualan mobil listrik baru menunjukkan bahwa Indonesia sedang menuju transisi besar dalam sektor otomotif.
Dengan adanya kolaborasi antara pemerintah, industri, dan konsumen untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, masa depan pasar mobil listrik bekas di Indonesia dapat menjadi lebih cerah.
0Komentar