PT Dirgantara Indonesia mengenalkan dua taksi terbang buatan lokal, Vela Alpha dan Intercrus Sola, pada Indo Defense 2025. Keduanya dijadwalkan uji coba pada 2026 dan siap dipasarkan pada 2028. (Foto: detik.com/Andi Hidayat)

Pada ajang Indo Defense 2025 yang digelar di JIExpo Kemayoran, Jakarta, pada 11 Juni 2025, PT Dirgantara Indonesia (PTDI) yang merupakan bagian dari holding Defend ID memperkenalkan dua inovasi terbarunya di bidang kedirgantaraan, Vela Alpha dan Intercrus Sola. Kedua taksi terbang ini menjadi langkah penting Indonesia menuju masa depan mobilitas udara.

Targetnya, kedua kendaraan ini akan mulai dikomersialkan pada 2028. Mereka dirancang untuk mengubah cara kita berpindah tempat di perkotaan, mendukung logistik, hingga digunakan dalam aplikasi militer—dan membuka jalan bagi Indonesia sebagai pemain global di industri kedirgantaraan.

Vela Alpha dikembangkan bersama PT Vela Prima Nusantara. Taksi terbang ini mampu membawa satu pilot dan hingga enam penumpang, dengan muatan maksimum 550 kg. 

Ia memiliki dua mode operasional: eVTOL (electric Vertical Take-Off and Landing) untuk jarak hingga 100 km, dan HVTOL (hybrid VTOL) yang mampu menempuh hingga 500 km. 

Dengan kecepatan maksimal 250 km/jam, Vela Alpha dirancang untuk berbagai keperluan seperti taksi udara, pengiriman kargo, evakuasi medis, shuttle bandara, hingga misi bantuan bencana.

Direktur Niaga, Teknologi, dan Pengembangan PTDI, Moh Arif Faisal, menyebutkan bahwa Vela Alpha hadir sebagai solusi transportasi yang efisien dan ramah lingkungan. 

“Kami di sini ada kerja sama dari teman-teman dari industri, ekosistem yang ada di Indonesia juga,” ujarnya di sela pameran Indo Defense 2025 (Intimedia, 2025). 

Harganya diperkirakan antara 1,5 hingga 2 juta dolar AS, dan kendaraan ini ditargetkan lolos sertifikasi dari FAA dan DGCA, agar siap beroperasi secara aman dan andal.

Intercrus Sola adalah hasil kerja sama dengan PT Intercrus Aero Indonesia. Taksi terbang ini lebih ringkas, dirancang khusus untuk mobilitas udara di area perkotaan. 

Mampu mengangkut satu pilot dan tiga penumpang (total empat orang), kendaraan ini bisa menempuh jarak 100 km, dengan kecepatan jelajah 150 km/jam dan ketinggian maksimal 3.000 meter. 

Keunggulan utamanya adalah kemampuan lepas landas dan mendarat secara vertikal tanpa butuh landasan pacu, menjadikannya cocok untuk digunakan di lokasi terbatas seperti kapal, daerah terpencil, atau area bencana.
Selain mengangkut penumpang, Intercrus Sola juga bisa dimodifikasi untuk angkut barang atau keperluan militer, seperti pengiriman logistik dan persenjataan. 

“Intercrus Sola sendiri lahir sebagai pesawat eVTOL generasi berikutnya untuk mobilitas udara perkotaan,” ujar sumber dari Airframer (2025), menegaskan fleksibilitas dan keandalan desainnya untuk berbagai kebutuhan.

Tahapan Menuju Komersialisasi

PTDI telah menyusun peta jalan pengembangan yang jelas untuk membawa kedua taksi terbang ini ke pasar. Uji coba dijadwalkan pada 2026, proses sertifikasi dilakukan di 2027, dan target komersialisasi pada 2028. 

“Harapannya 2027 sudah sertifikasi dan 2028 sudah komersialisasi,” kata Moh Arif Faisal (Intimedia, 2025). 

Sertifikasi ini akan mengikuti regulasi yang ketat, seperti CASR Part 27 untuk Intercrus Sola, dan standar FAA maupun DGCA untuk Vela Alpha, demi memastikan performa dan keamanan.

Peluang Pasar dan Dampak Strategis

Secara global, pasar taksi terbang diprediksi mencapai nilai 33 miliar dolar AS pada 2050. Di Indonesia sendiri, diperkirakan akan ada permintaan sekitar 1.300 unit (VOI.ID, 2025). 

Vela Alpha dan Intercrus Sola punya posisi yang kuat untuk memenuhi kebutuhan ini—baik untuk mengatasi kemacetan kota-kota besar, memperkuat konektivitas wilayah kepulauan, maupun mendukung operasi militer. 

Kerja sama dengan berbagai industri lokal juga turut memperkuat ekosistem kedirgantaraan nasional, membuka peluang ekspor, dan meningkatkan kapabilitas teknologi dalam negeri.

Catatan Kapasitas

Meski potensinya besar, ada sedikit perbedaan dalam laporan terkait kapasitas Intercrus Sola. Beberapa sumber menyebutkan bisa mengangkut hingga lima penumpang (VOI.ID, 2025), tapi laporan resmi dari Airframer (2025) menyatakan kapasitas sebenarnya adalah empat orang (satu pilot dan tiga penumpang). 

Untuk Vela Alpha, laporan dari Tempo.co (2025) mengonfirmasi bahwa konfigurasi fleksibel hingga enam penumpang sesuai dengan rancangan aslinya, yang bisa disesuaikan untuk kebutuhan operasional.

Lebih dari sekadar teknologi baru, Vela Alpha dan Intercrus Sola mencerminkan ambisi besar Indonesia untuk menjadi pemimpin regional di industri kedirgantaraan. 

Dengan kemampuan yang bisa menjangkau berbagai skenario—dari angkutan perkotaan, pengiriman logistik, hingga bantuan kemanusiaan—kedua taksi terbang ini siap mengubah wajah mobilitas udara dalam beberapa tahun ke depan. 

Dukungan dari ekosistem industri nasional dan jadwal pengembangan yang terstruktur menunjukkan keseriusan PTDI dalam mewujudkan visi ini di tahun 2028.