Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, menegaskan bahwa kebijakan di sektor perumahan bukan hanya aman, tapi juga strategis untuk membawa Indonesia menjadi negara maju. Dalam gelaran International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 di Jakarta Convention Center (JCC).
ia menyampaikan bahwa program “3 Juta Rumah” menjadi salah satu pilar utama dalam visi Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memperkuat ekonomi nasional.
Program “3 Juta Rumah” difokuskan untuk membangun dan merenovasi rumah tidak layak huni, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Pemerintah mengalokasikan dana FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) terbesar sepanjang sejarah untuk mendukung pembangunan 350.000 rumah subsidi tahun ini, dengan serapan anggaran yang meningkat tajam hingga 1.100%.
Selain pembiayaan, pemerintah juga memberikan insentif melalui kebijakan SKB 3 Menteri—pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), PPN, dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)—yang membuat pembangunan rumah semakin terjangkau.
Tak hanya itu, dukungan sektor swasta melalui dana CSR senilai Rp400 miliar juga dimaksimalkan. Dana ini digunakan untuk membangun 1.750 rumah baru dan merenovasi 3.500 rumah, berkat kontribusi perusahaan besar seperti Adaro Minerals, Agung Sedayu Group, dan Barito Pacific Group.
Salah satu kebijakan baru yang tengah digodok adalah penyusutan ukuran rumah subsidi. Dalam draf Kepmen PKP No. /KPTS/M/2025, luas minimum tanah akan diperkecil dari 60 m² menjadi 25 m², dan bangunan dari 21–36 m² menjadi 18 m².
Tujuannya adalah agar pembangunan rumah tetap bisa dilakukan di lahan sempit, terutama di kota-kota besar, tanpa melanggar standar minimum SDGs (7,2 m² per orang).
Namun, kebijakan ini menuai kritik. Wakil Menteri PKP, Fahri Hamzah, menegaskan bahwa draf tersebut masih dalam tahap evaluasi agar kualitas hunian tidak dikorbankan.
Sejumlah anggota DPR juga mengingatkan agar program ini tidak justru memunculkan permukiman kumuh baru.
Pembangunan perumahan tidak hanya menyediakan tempat tinggal, tapi juga menjadi penggerak ekonomi nasional. Program ini menciptakan lapangan kerja di sektor konstruksi, industri bahan bangunan, dan jasa keuangan.
Minat investor asing pun meningkat. Dalam ICI 2025, sejumlah pemain global seperti Macquarie, GIC, World Bank, dan ADB menyatakan ketertarikan untuk terlibat.
Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyebut bahwa pembangunan ini adalah bagian dari sistem yang saling terhubung—bukan sekadar proyek satuan—dan akan memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
Dari sisi sosial, program ini memberi dampak nyata. Hunian yang layak, aman, dan terjangkau berdampak langsung pada kualitas hidup masyarakat.
Akses ke tempat tinggal yang memadai mengurangi beban biaya hidup dan meningkatkan kesejahteraan secara menyeluruh.
Selain itu, semangat gotong royong dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan menunjukkan bahwa pendekatan sosial pemerintah tidak hanya top-down, tapi juga inklusif.
Meski menjanjikan, program ini tidak lepas dari tantangan. Salah satu yang paling krusial adalah pendanaan.
Laporan Asia-Pacific Solidarity Network mencatat bahwa skema pembiayaan yang belum sepenuhnya solid membuat sebagian investor masih ragu untuk terlibat lebih dalam.
Kebijakan penyusutan ukuran rumah subsidi juga menuai kekhawatiran, khususnya terkait risiko munculnya permukiman tidak layak jika tidak diawasi ketat. Pemerintah perlu memastikan bahwa efisiensi lahan tidak mengorbankan standar kelayakan rumah.
Konferensi ICI 2025 di Jakarta diikuti lebih dari 7.000 peserta dari berbagai negara seperti Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara Uni Eropa.
Keterlibatan lembaga keuangan seperti International Finance Corporation (IFC) dan The Asia Group membuka peluang besar bagi Indonesia untuk mengembangkan infrastruktur dan sektor perumahan melalui kolaborasi internasional.
Inisiatif ini selaras dengan semangat Presiden Prabowo untuk membangun Indonesia yang mandiri dan berdaya saing, terutama melalui pendekatan pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.
Program “3 Juta Rumah” menjadi bukti nyata komitmen pemerintah untuk mendorong Indonesia menjadi negara maju. Dukungan insentif seperti SKB 3 Menteri, alokasi dana FLPP besar, hingga kerja sama CSR menunjukkan sinergi lintas sektor.
Meski ada tantangan di bidang pendanaan dan desain kebijakan, program ini memiliki potensi besar jika dilaksanakan dengan tepat dan berkelanjutan.
Dengan dukungan dari investor global serta pengawasan ketat terhadap kualitas dan kelayakan rumah, sektor perumahan bisa menjadi fondasi kokoh bagi masa depan Indonesia.
0Komentar