![]() |
Pertemuan Indonesia–Tajikistan di Dushanbe membahas kerja sama pembangunan PLTA untuk mendukung pasokan energi hijau Ibu Kota Nusantara. (dio-tv.com) |
Ibu Kota Nusantara (IKN) bukan sekadar proyek ambisius untuk memindahkan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Ini adalah visi besar untuk membangun kota cerdas dan ramah lingkungan—sebuah Green Smart City yang menjanjikan masa depan berkelanjutan.
Salah satu langkah strategis untuk mewujudkan visi ini adalah kerja sama energi terbarukan dengan Tajikistan, negara yang telah membuktikan kehebatannya dalam memanfaatkan tenaga air (hydropower).
Pertemuan pada 4 Juni 2025 di Dushanbe antara Duta Besar Indonesia M. Fadjroel Rachman dan Perdana Menteri Tajikistan Qohir Rasulzoda menjadi sinyal positif bahwa Indonesia serius menjadikan IKN sebagai pionir kota hijau.
Tajikistan mungkin bukan nama yang sering muncul dalam percakapan energi global, tetapi negara kecil di Asia Tengah ini memiliki keunggulan luar biasa: sekitar 90% kebutuhan listrik domestiknya dipenuhi oleh tenaga air.
Bahkan, Tajikistan mampu mengekspor listrik ke negara-negara tetangga seperti Afghanistan dan Uzbekistan. Salah satu contohnya adalah Bendungan Nurek, salah satu bendungan tertinggi di dunia dengan kapasitas 3.000 MW yang menjadi tulang punggung sistem kelistrikan nasional mereka.
Efisiensi dan keandalan sistem ini menjadikan Tajikistan mitra yang potensial bagi Indonesia dalam membangun infrastruktur energi hidro yang tangguh.
Dalam pertemuan di Dushanbe, Dubes Fadjroel menegaskan bahwa keahlian Tajikistan dalam mengelola sumber daya air sangat relevan untuk mempercepat proyek-proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Indonesia, termasuk yang ditujukan untuk memasok energi ke IKN.
Indonesia sendiri memiliki potensi hidroelektrik yang sangat besar. Salah satu proyek unggulannya adalah Kayan Cascade di Bulungan, Kalimantan Utara, yang dikembangkan oleh PT Kayan Hydro Energy (KHE).
Dengan kapasitas hingga 9.000 megawatt dan investasi mencapai US$17,8 miliar, proyek ini diproyeksikan menjadi tulang punggung pasokan energi bersih untuk IKN dan kawasan industri hijau di sekitarnya.
Namun, di tengah besarnya harapan, proyek ini menghadapi berbagai tantangan. Beberapa mitra strategis seperti PowerChina dan Sumitomo menarik diri karena kendala perjalanan saat pandemi, ketidakpastian lahan, serta masalah hukum yang sempat menghambat progres, meski telah diselesaikan pada November 2023.
Proyek ini dirancang untuk membangun lima bendungan di Sungai Kayan dan ditargetkan rampung pada 2029, tetapi ketidakpastian tersebut menimbulkan kekhawatiran terhadap kelayakan waktu dan biaya.
Selain tantangan teknis, kekhawatiran lingkungan dan sosial juga mencuat. Organisasi seperti WALHI memperingatkan potensi kerusakan ekosistem Sungai Kayan, termasuk hilangnya hutan basah, terganggunya perikanan lokal, serta risiko terhadap biodiversitas.
Komunitas adat Dayak Kenyah di desa Long Lejuh dan Long Pelban menghadapi ancaman relokasi. Rencana relokasi sudah dibahas sejak 2012 dengan janji penyediaan lahan baru seluas 600 hektar per desa. Namun hingga kini, banyak warga masih belum menerima kepastian atas kompensasi maupun kejelasan lokasi pemukiman baru.
Menurut laporan WALHI 2024, sekitar 78% warga terdampak belum mendapatkan proses konsultasi yang memadai. Aktivitas peledakan pun dilaporkan menyebabkan polusi debu dan mencemari sumber air bersih masyarakat.
Di tengah tantangan tersebut, peluang kerja sama dengan Tajikistan hadir sebagai opsi strategis. Pengalaman negara itu dalam membangun dan mengelola infrastruktur energi air secara efisien dapat menjadi referensi penting untuk Indonesia.
Teknologi, sistem manajemen bendungan, serta pendekatan sosial-lingkungan yang dikembangkan Tajikistan bisa menjadi katalis bagi percepatan pembangunan proyek seperti Kayan Cascade.
Lebih jauh dari sekadar kerja sama energi, pertemuan bilateral juga membahas peluang investasi senilai US$2 miliar untuk pengolahan alumina di Indonesia, serta potensi pengembangan produk hilirisasi minyak sawit untuk pasar Asia Tengah.
Inisiatif ini sejalan dengan visi hilirisasi yang diusung Presiden Prabowo Subianto, yang menekankan nilai tambah dan keberlanjutan dalam pembangunan ekonomi nasional.
IKN dirancang bukan hanya sebagai pusat pemerintahan baru, melainkan sebagai laboratorium hidup bagi masa depan kota-kota Indonesia. Kota ini akan mengintegrasikan teknologi digital, transportasi rendah emisi, dan sistem energi bersih yang mendukung gaya hidup berkelanjutan.
Keberadaan proyek energi seperti Kayan Cascade sangat krusial, tetapi keberhasilannya bergantung pada keseimbangan antara ambisi pembangunan dan tanggung jawab sosial-lingkungan.
Kerja sama internasional, seperti dengan Tajikistan, adalah langkah positif. Namun, pemerintah juga perlu memastikan keterlibatan komunitas lokal secara adil, penyelesaian masalah lahan dengan transparan, dan mitigasi dampak ekologis secara holistik. Pembangunan tidak bisa semata mengejar target megawatt atau kilometer jalan, melainkan harus menjamin keberlanjutan bagi manusia dan alam.
Kunjungan Menteri Luar Negeri Sugiono ke Kazakhstan dan Tajikistan yang dijadwalkan dalam waktu dekat diharapkan akan memperdalam kerja sama ini, sekaligus membuka peluang perdagangan baru bagi komoditas Indonesia di kawasan Asia Tengah.
Ini menegaskan bahwa arah pembangunan Indonesia tidak semata domestik, tetapi juga terbuka terhadap kolaborasi global yang saling menguntungkan. Kerja sama Indonesia–Tajikistan adalah contoh nyata bagaimana kolaborasi internasional dapat mempercepat transisi menuju energi bersih.
Dengan menggabungkan pengalaman Tajikistan dan potensi hidroelektrik Indonesia, IKN memiliki peluang besar untuk menjadi simbol transformasi nasional menuju pembangunan yang hijau, cerdas, dan inklusif.
Namun, agar visi ini tidak sekadar ambisi, tantangan nyata seperti dampak lingkungan, kejelasan hak komunitas adat, serta konsistensi koordinasi antarinstansi harus dijawab dengan tindakan konkret.
IKN bukan hanya soal gedung-gedung canggih atau jalur transportasi pintar—melainkan cerminan bagaimana Indonesia memimpin masa depan dunia yang lebih hijau, adil, dan kolaboratif.
0Komentar