![]() |
Indonesia menerima hibah sebesar Rp146,9 miliar dari Selandia Baru untuk pengembangan energi bersih, khususnya panas bumi. (Foto: Dok. Kemenko) |
Pada 3-4 Juni 2025, di sela-sela Pertemuan Tingkat Menteri (PTM) Dewan OECD di Paris, Prancis, Indonesia dan Selandia Baru menegaskan komitmen untuk memperdalam hubungan bilateral. Pertemuan antara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia, Airlangga Hartarto, dan Menteri Perdagangan Selandia Baru, Todd McClay, menghasilkan sejumlah kesepakatan strategis, mulai dari peningkatan perdagangan, pengembangan energi terbarukan, hingga dukungan untuk integrasi Indonesia dalam organisasi ekonomi global seperti OECD dan CPTPP.
Pertemuan bilateral ini berlangsung dalam suasana strategis, saat Indonesia sedang mempercepat proses aksesi ke Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) setelah keputusan Dewan OECD pada 20 Februari 2024.
PTM OECD 2025, yang dipimpin oleh Kosta Rika dengan dukungan Australia, Kanada, dan Lituania sebagai wakil ketua, menjadi platform ideal bagi Indonesia untuk memperkuat hubungan dengan negara-negara anggota, termasuk Selandia Baru.
Dalam pertemuan ini, Airlangga dan McClay membahas berbagai isu, mulai dari perdagangan dan investasi hingga tantangan geopolitik seperti kebijakan tarif universal 10% Amerika Serikat.
Salah satu hasil utama pertemuan adalah kesepakatan untuk meningkatkan nilai perdagangan bilateral dari US$1,92 miliar pada 2024 menjadi NZD6 miliar pada 2029.
Target ambisius ini akan didukung oleh rencana aksi bersama yang mencakup fasilitasi perdagangan dan investasi. Investasi Selandia Baru di Indonesia pada 2024 tercatat sebesar US$26 juta, menunjukkan potensi yang masih dapat digali lebih dalam.
Indonesia juga berfokus pada perluasan akses pasar untuk buah tropis seperti nanas, pisang, mangga, dan pepaya ke Selandia Baru. Saat ini, nanas Indonesia telah berhasil menembus pasar Selandia Baru, sementara proses untuk buah lainnya masih berlangsung.
Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan nilai ekspor dan memperkuat posisi Indonesia sebagai pemasok produk pertanian di pasar global.
Dalam mendukung agenda keberlanjutan global, Selandia Baru memberikan hibah lebih dari NZD15 juta (setara Rp146,9 miliar dengan kurs Rp9.794 per NZD) untuk pengembangan energi panas bumi di Indonesia. Hibah ini mencerminkan komitmen bersama untuk mempercepat transisi menuju energi bersih.
Indonesia, dengan potensi panas bumi yang melimpah, diharapkan dapat memanfaatkan dana ini untuk memperkuat infrastruktur energi terbarukan, sekaligus mendukung target pengurangan emisi karbon.
Kerja sama dalam sertifikasi halal menjadi salah satu poin penting dalam diskusi. Dengan pasar produk halal yang terus berkembang secara global, Indonesia berupaya mempermudah ekspor produk halal, seperti makanan dan kosmetik, ke Selandia Baru.
Meskipun detail teknis belum diungkapkan, inisiatif ini diharapkan dapat membuka peluang baru bagi pelaku usaha Indonesia, sekaligus memperkuat hubungan perdagangan kedua negara.
Pertukaran tenaga kerja juga menjadi fokus, dengan skema visa kerja untuk pekerja Indonesia di Selandia Baru yang sudah berjalan. Kedua negara sepakat untuk meningkatkan pemanfaatan skema ini, sekaligus menjajaki program Working Holiday untuk mendorong interaksi sosial dan budaya.
Program ini tidak hanya mempererat hubungan antarwarga, tetapi juga mendukung pertukaran pengalaman dan keterampilan, yang dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi kedua belah pihak.
Selandia Baru menegaskan dukungannya terhadap upaya Indonesia untuk bergabung dengan OECD dan Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP). Pada 3 Juni 2025, Indonesia menyerahkan Memorandum Awal untuk aksesi OECD, yang berisi penilaian terhadap kebijakan dan standar nasional sesuai dengan instrumen OECD.
Selain itu, Indonesia juga telah mengirimkan kuesioner untuk keanggotaan CPTPP, menandakan langkah konkret menuju integrasi ekonomi global. Dukungan Selandia Baru, sebagai anggota aktif kedua organisasi, menjadi krusial dalam mempercepat proses aksesi ini.
Diskusi bilateral juga menyentuh isu geopolitik, terutama dampak kebijakan tarif universal 10% yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap produk pertanian dan industri.
Kebijakan ini memengaruhi kedua negara, mendorong Indonesia untuk menawarkan paket investasi dan kerja sama di sektor energi, pertanian, dan teknologi strategis sebagai respons.
Selain itu, kunjungan negara Perdana Menteri Selandia Baru, Christopher Luxon, yang awalnya dijadwalkan pada Juni 2025, ditunda. Namun, Menteri McClay dijadwalkan berkunjung ke Indonesia pada Juli 2025, menegaskan komitmen berkelanjutan untuk mempererat hubungan bilateral.
Kerja sama antara Indonesia dan Selandia Baru mencerminkan visi bersama untuk memperkuat hubungan ekonomi, energi, dan sosial dalam konteks tantangan global. Target perdagangan NZD6 miliar pada 2029 menunjukkan ambisi besar untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi kedua negara.
Hibah energi panas bumi, sertifikasi halal, dan pertukaran tenaga kerja menegaskan komitmen terhadap keberlanjutan dan inklusivitas. Sementara itu, dukungan Selandia Baru untuk aksesi Indonesia ke OECD dan CPTPP membuka peluang untuk memperkuat posisi Indonesia di panggung global.
Namun, tantangan seperti tarif AS dan dinamika geopolitik global tetap menjadi faktor yang perlu dikelola dengan hati-hati. Dengan dialog yang intensif dan kerja sama strategis, kedua negara dapat memitigasi dampak negatif sembari memaksimalkan potensi kolaborasi.
Kunjungan Menteri McClay pada Juli 2025 diharapkan dapat memperkuat implementasi kesepakatan ini, sekaligus membuka babak baru dalam hubungan Indonesia-Selandia Baru.
Pertemuan bilateral di Paris pada Juni 2025 menandai tonggak penting dalam hubungan Indonesia dan Selandia Baru. Dengan fokus pada perdagangan, energi terbarukan, sertifikasi halal, pertukaran tenaga kerja, dan integrasi ekonomi global, kedua negara menunjukkan komitmen untuk membangun kemitraan yang saling menguntungkan.
Dalam menghadapi tantangan global, seperti tarif AS dan perubahan iklim, kerja sama ini tidak hanya memperkuat hubungan bilateral, tetapi juga berkontribusi pada agenda keberlanjutan dan kemakmuran global.
0Komentar