Jumlah penumpang kereta api nasional mencapai 44,8 juta orang pada April 2025, naik 10,78% dibanding tahun sebelumnya. Kereta cepat Whoosh juga mencatat lonjakan tajam hingga 21%. (Foto: KCIC)

Moda transportasi kereta api makin diminati masyarakat selama musim mudik Lebaran 2025. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah penumpang kereta api pada April 2025 tembus 44,81 juta jiwa, naik 10,78% dibanding periode yang sama tahun lalu (April 2024) yang berada di angka 40,45 juta penumpang.

Tak hanya itu, kereta cepat Whoosh yang melayani rute Jakarta-Bandung juga mencatatkan lonjakan penumpang signifikan. Sepanjang April 2025, Whoosh melayani 499.000 penumpang, naik 21% dibanding April 2024.

Kenaikan jumlah penumpang ini tak lepas dari momentum libur panjang Lebaran yang berlangsung sejak 28 Maret hingga 7 April 2025. 

Libur ini juga berdekatan dengan cuti bersama Hari Raya Imlek, sehingga durasi libur menjadi lebih panjang dan mendorong mobilitas masyarakat.

Namun menariknya, meski jumlah penumpang kereta naik, total pemudik Lebaran 2025 justru turun. Kementerian Perhubungan mencatat ada 154,6 juta orang yang melakukan perjalanan mudik, turun 4,69% dibanding tahun lalu yang mencapai 162,2 juta pemudik.

Artinya, meski secara total pemudik berkurang, kereta api tetap jadi primadona. Tingkat ketepatan waktu, kenyamanan, dan harga tiket yang relatif stabil menjadi alasan utama masyarakat beralih ke moda ini.

Di antara semua layanan kereta api, Kereta Cepat Whoosh jadi bintang utama. Selain pertumbuhan tahunan sebesar 21%, Whoosh juga mencatat kenaikan penumpang secara bulanan sebesar 44,2% dibanding Maret 2025. 

Lonjakan ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin tertarik menggunakan kereta cepat, terutama selama masa liburan.

“Kereta api, khususnya Whoosh, menawarkan efisiensi waktu dan kenyamanan yang sulit ditandingi moda lain. Ini menjadi game-changer di sektor transportasi publik,” ujar Dr. Ir. Budi Santoso, pakar transportasi dari Universitas Indonesia, kepada CNBC Indonesia.

Sebagai perbandingan, moda transportasi lain seperti bus antarkota hanya mencatatkan pertumbuhan penumpang sekitar 5,2%. 

Sementara itu, PT Kereta Api Indonesia (KAI) melaporkan telah melayani 4,32 juta penumpang selama masa angkutan Lebaran 2025 (21 Maret–11 April). Tren ini menunjukkan adanya pergeseran perilaku masyarakat dalam memilih moda transportasi. 

Whoosh, misalnya, menawarkan waktu tempuh Jakarta–Bandung hanya 45 menit dengan harga tiket di kisaran Rp150.000–Rp250.000. Tak heran jika layanan ini diminati kalangan profesional, keluarga, hingga wisatawan.

Sementara itu, kereta konvensional tetap jadi andalan untuk rute jarak jauh. Jaringan rel yang luas dan jadwal yang fleksibel jadi nilai tambah tersendiri.

Namun, menurunnya total jumlah pemudik juga menandakan adanya faktor lain. Salah satunya adalah tekanan ekonomi yang membuat sebagian masyarakat memilih tidak mudik. 

“Kenaikan harga BBM dan kebutuhan pokok bisa menjadi penyebab masyarakat menunda perjalanan mudik, terutama pengguna kendaraan pribadi,” jelas Budi.

Di satu sisi, lonjakan pengguna kereta api ini jadi sinyal positif bagi pengembangan transportasi publik di Indonesia. Keuntungan lain, seperti pengurangan kemacetan dan emisi, juga bisa dirasakan.

Namun, di sisi lain, masih ada tantangan kapasitas dan aksesibilitas. Tiket kereta kerap habis dalam hitungan menit selama puncak mudik, dan sistem pemesanan digital masih belum ramah bagi semua kalangan.

“Jika pemerintah bisa menjaga tren ini lewat investasi infrastruktur dan subsidi tiket yang tepat sasaran, kereta api bisa jadi tulang punggung transportasi nasional,” tambah Budi. 

Ia juga menekankan pentingnya koordinasi antar moda, agar tidak terjadi penumpukan di stasiun besar seperti Gambir atau Pasar Senen.

Lonjakan penumpang kereta api, baik layanan konvensional maupun Whoosh, menjadi bukti bahwa masyarakat semakin percaya pada moda transportasi ini. Meski jumlah pemudik Lebaran secara keseluruhan turun, kereta api justru melesat menjadi pilihan utama.