Pemerintah Indonesia terus mendorong kemandirian di sektor alat kesehatan (alkes) dengan melakukan transformasi industri berbasis inovasi dan teknologi. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan komitmennya untuk meningkatkan produksi dalam negeri, mengurangi ketergantungan impor, menarik investasi, dan menciptakan lapangan kerja baru di sektor manufaktur.
Salah satu langkah pentingnya adalah dimulainya produksi lokal alat CT scan, yang menjadi tonggak penting bagi ketahanan kesehatan nasional dan daya saing ekonomi.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Setia Diarta, menyampaikan bahwa penguatan ekosistem industri alkes dari hulu ke hilir menjadi prioritas.
“Presiden Prabowo dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sudah memberi arahan yang jelas: kita harus berdiri di atas kaki sendiri di sektor-sektor strategis seperti alat kesehatan,” kata Setia, Sabtu (7/6/2025) di Jakarta.
Langkah ini sejalan dengan program Making Indonesia 4.0, yang menjadikan alkes sebagai salah satu sektor prioritas. Fokusnya ada pada penerapan teknologi, inovasi digital, dan efisiensi rantai pasok untuk memastikan ketersediaan alkes berkualitas.
“Transformasi industri alkes harus bisa menjawab kebutuhan dalam negeri secara mandiri dan berkelanjutan,” tambah Setia.
Indonesia juga mulai menembus pasar global dengan produk unggulan seperti tempat tidur rumah sakit, jarum suntik, dan alat diagnostik. Pasarnya mencakup negara-negara ASEAN hingga Timur Tengah, membuktikan bahwa alkes buatan lokal mampu bersaing secara internasional.
Salah satu gebrakan nyata datang dari kerja sama antara PT GE HealthCare dan PT Forsta Kalmedic Global, anak perusahaan Kalbe Farma, yang memproduksi CT scan di Bogor, Jawa Barat. Ini adalah fasilitas produksi CT scan pertama di Indonesia—sebuah langkah besar, mengingat selama ini alat vital ini 100% diimpor.
CT scan termasuk dalam 10 jenis alkes prioritas yang akan diproduksi dalam negeri. Pabrik ini memiliki kapasitas produksi 52 unit per tahun, sementara kebutuhan nasional diperkirakan mencapai 306 unit hingga 2027.
Fokus utamanya adalah memenuhi kebutuhan rumah sakit tipe C dan membuka peluang ekspor ke pasar regional. “Produksi dalam negeri akan memperluas akses layanan kesehatan sekaligus membuka lapangan kerja,” kata Direktur Forsta, Yvone Astri Della Sijabat.
Proses perakitan dilakukan oleh tenaga kerja lokal yang sebelumnya telah mendapatkan pelatihan dari GE HealthCare. Hal ini menjamin kualitas produk tetap sesuai standar internasional, sekaligus menjadi upaya strategis untuk menurunkan biaya layanan kesehatan dan memperkuat sistem kesehatan nasional.
Untuk memperkuat industri alkes lokal, Kemenperin sedang menyempurnakan aturan terkait perhitungan dan penerbitan sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Reformasi ini bertujuan agar kebijakan menjadi lebih transparan, adaptif, dan menguntungkan pelaku industri. Saat ini tercatat ada 393 perusahaan alkes dengan 2.505 sertifikat TKDN yang masih berlaku, dengan nilai TKDN mulai dari 16,45% hingga 92,22%.
Kemenperin juga menggandeng Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk memprioritaskan produk lokal di e-Katalog.
Hasilnya terlihat nyata: pembelian alkes dalam negeri naik dari 8% pada 2019 menjadi 48% pada 2024. Dukungan ini turut diperkuat dengan kemudahan perizinan, transfer teknologi, dan pengawasan ketat dari Bapeten untuk memastikan standar keamanan.
Produksi CT scan lokal membawa berbagai manfaat bagi Indonesia, antara lain:
Ketahanan Kesehatan: Dengan mengurangi impor—yang pada 2024 mencapai 48,9 juta USD untuk CT scan—biaya layanan bisa ditekan, dan akses skrining kesehatan jadi lebih merata.
Ekosistem yang Kuat: Produksi lokal mendorong pengembangan SDM, rantai pasok, serta pasokan bahan baku seperti logam medis. Tantangannya, Indonesia masih bergantung pada plastik medis impor.
Dampak Ekonomi: Munculnya pabrik-pabrik ini membuka lapangan kerja berkualitas dan memperkuat kemampuan tenaga kerja dalam bidang teknologi kesehatan. Ada potensi ekspor yang bisa menambah devisa negara.
Tak berhenti di CT scan, Kemenperin juga menargetkan produksi alkes berteknologi tinggi lainnya seperti MRI dan PET scan, yang saat ini masih sepenuhnya impor. Dengan teknologi manufaktur canggih dan otomatisasi, Indonesia menargetkan diri menjadi pusat produksi alkes inovatif di kawasan Asia Tenggara, bahkan dunia.
Dukungan ini tertuang dalam peta jalan Making Indonesia 4.0, yang menekankan pentingnya efisiensi rantai pasok dan penguatan teknologi. Kerja sama dengan mitra global seperti GE HealthCare juga membuka pintu bagi investasi asing dan memperkuat posisi Indonesia dalam industri kesehatan global.
Meski sudah menunjukkan kemajuan pesat, industri alkes nasional masih menghadapi tantangan seperti ketergantungan pada bahan baku impor dan perlunya koordinasi lintas sektor agar ekosistem industri berjalan efisien. Namun, peluang tetap besar.
Jumlah perusahaan alkes terus bertambah, dan potensi ekspornya kian menjanjikan. Dengan dukungan regulasi dan kebijakan yang konsisten, Indonesia punya peluang besar menjadi pusat produksi alkes yang kompetitif dan berkelanjutan.
Transformasi industri alkes nasional, termasuk produksi lokal CT scan dan reformasi TKDN, menunjukkan langkah nyata menuju kemandirian. Melalui kolaborasi, teknologi, dan kebijakan yang tepat, Indonesia bukan hanya memperkuat sistem kesehatannya, tapi juga membuka peluang ekonomi baru.
Visi besar menjadi pusat produksi alkes dunia kini bukan lagi mimpi, melainkan target yang bisa dicapai dengan kerja sama dan komitmen jangka panjang.
0Komentar