Investigasi Satgas Pangan Mabes Polri mengungkap manipulasi data distribusi beras di Pasar Induk Cipinang. Temuan enam kejanggalan data membuka potensi sabotase yang mengancam ketahanan pangan nasional. (ANTARA)


Investigasi mendalam oleh Satgas Pangan Mabes Polri mengungkap indikasi serius manipulasi data distribusi beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), yang berpotensi mengganggu stabilitas harga dan pasokan nasional. Dalam operasi yang dipimpin oleh Brigjen Pol. Djoko Prihadi dan Brigjen Pol. Kurniawan Affandi, ditemukan selisih mencolok antara data pengeluaran yang diklaim dan kenyataan di lapangan—sebuah kondisi yang disorot sebagai bentuk sabotase terhadap sistem ketahanan pangan.

Investigasi dilakukan menyusul laporan tentang pengeluaran 11.410 ton beras dari PIBC pada 28 Mei 2025, yang memicu kekhawatiran tentang kelangkaan dan lonjakan harga. 

Namun, hasil verifikasi Satgas menunjukkan bahwa angka tersebut tidak berdasar pada hitungan riil, melainkan merupakan hasil kalkulasi selisih data stok dan pemasukan yang tidak diverifikasi secara lapangan.

Data sebenarnya menunjukkan hanya 2.368 ton beras yang benar-benar keluar dari PIBC pada tanggal tersebut. Perbedaan drastis ini menimbulkan pertanyaan besar tentang integritas sistem pelaporan dan pengelolaan data di pasar beras terbesar di Indonesia.

Satgas menemukan enam poin krusial yang memperlihatkan kerentanan sistem distribusi beras di PIBC:

Ketidaksesuaian Data Pengeluaran: Angka 11.410 ton yang ditampilkan ternyata bukan hasil penghitungan nyata, melainkan derivatif dari perhitungan administratif yang tidak dapat diverifikasi.

Data Riil Hanya 2.368 Ton: Jumlah ini dikonfirmasi melalui pengecekan langsung di lapangan, sangat jauh dari klaim awal.

Sumber Data Tak Terverifikasi: Data stok 46.551 ton diperoleh dari laporan pedagang dan bukan dari pengamatan lapangan secara langsung.

Distribusi Tak Tercatat di Skala Kecil: Beras yang keluar menggunakan kendaraan kecil di bawah 500 kg tidak masuk dalam sistem pencatatan.

Ketiadaan SOP Stock Opname: Tidak ada prosedur operasional standar untuk penghitungan stok di PIBC sejak terakhir dilakukan pada Oktober/November 2023.

Pengulangan Stock Opname Baru Dilakukan Mei 2025: Itu pun atas perintah pimpinan, setelah terjadi lonjakan harga dan muncul keluhan dari pedagang.

Tanpa sistem pencatatan yang ketat dan terstandarisasi, pasar rentan terhadap praktik manipulatif yang dapat menyesatkan kebijakan dan persepsi publik.

Hasil pengecekan langsung Satgas ke sejumlah toko besar seperti Idolaku, Sumber Raya, dan Sinar Jaya membuktikan distribusi beras berlangsung normal, dengan rata-rata distribusi harian antara 30 hingga 400 ton. Stok pun terpantau aman:

Idolaku: ±500 ton

Sumber Raya: 300–400 ton

Sinar Jaya: ±200 ton

Kenaikan harga beras medium sebesar Rp 100–400 per kilogram masih dianggap dalam batas wajar oleh Satgas. Hal ini menepis klaim krisis yang sebelumnya disampaikan oleh Ketua Koperasi Pedagang Beras Cipinang, Zulkifli Rasyid, yang menyebutkan adanya kelangkaan dan mendesak pelepasan 1,3 juta ton beras impor dari gudang Bulog.

Satgas Pangan secara tegas menyatakan bahwa manipulasi data ini bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan bagian dari dugaan sabotase yang berpotensi merusak stabilitas distribusi pangan. 

Indikasi praktik percaloan dan monopoli semakin menguat, apalagi dengan data yang tidak akurat dan tidak dapat diverifikasi. Jika dibiarkan, manipulasi semacam ini dapat menciptakan kepanikan pasar dan membuka celah keuntungan bagi pihak-pihak tertentu.

Fokus investigasi kini diarahkan pada PT. Food Station Tjipinang Jaya selaku pengelola PIBC. Pemeriksaan lebih lanjut bertujuan mengungkap rantai distribusi, struktur pelaporan, dan potensi keterlibatan aktor-aktor tertentu dalam permainan data.

Menteri Pertanian Andi Amran memberikan respons keras terhadap temuan ini. Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa negara tidak boleh tunduk pada permainan mafia pangan yang memanipulasi data demi keuntungan pribadi. 

Ia mendesak agar Satgas Pangan menuntaskan investigasi dan, bila perlu, menempuh jalur hukum untuk menindak para pelaku.

"Ini bukan sekadar kesalahan administrasi. Jika terbukti sebagai sabotase, maka ini adalah tindakan melawan negara dan harus dihukum berat," tegas Menteri Amran.

Ketiadaan SOP stock opname dan ketergantungan pada laporan manual menandakan perlunya reformasi struktural dalam sistem pelaporan distribusi beras nasional. Dalam konteks ketahanan pangan, data yang akurat dan transparan bukan hanya alat administratif, tetapi fondasi pengambilan keputusan strategis pemerintah.

Ketika informasi dipelintir atau dimanipulasi, konsekuensinya bisa fatal—bukan hanya bagi harga pangan, tetapi juga kepercayaan publik dan stabilitas sosial-ekonomi secara luas.

Temuan manipulasi data di PIBC harus menjadi momentum penting bagi pemerintah untuk membenahi sistem distribusi pangan nasional. Ketahanan pangan tidak hanya bergantung pada jumlah pasokan, tetapi juga pada kejujuran dan akurasi dalam pelaporan distribusi. 

Investigasi Satgas Pangan membuka tabir persoalan yang selama ini mungkin tersembunyi di balik angka-angka administratif.

Langkah tegas terhadap pihak-pihak yang terbukti bersalah menjadi keniscayaan, demi memastikan bahwa ketahanan pangan Indonesia tidak dikendalikan oleh kepentingan segelintir elite pasar, melainkan oleh sistem yang transparan, terstandarisasi, dan akuntabel.