Indonesia resmi membeli 48 jet tempur generasi kelima KAAN dari Turki dalam kesepakatan senilai lebih dari $10 miliar. Kerja sama ini mencakup co-produksi dan jadi langkah besar modernisasi militer nasional. (Foto: Ist);

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengumumkan kesepakatan penting dengan Indonesia: penjualan 48 jet tempur KAAN. Pengumuman ini disampaikan lewat media sosial X, bertepatan dengan penyelenggaraan Indo Defence 2025 di Jakarta. Kesepakatan ini menjadi tonggak baru dalam hubungan pertahanan kedua negara sekaligus mempertegas ambisi Turki di panggung industri pertahanan global.

KAAN adalah jet tempur generasi kelima pertama buatan Turki yang dikembangkan oleh Turkish Aerospace Industries (TAI). Proyek ini dimulai pada 2010, lalu dipercepat sejak Turki dikeluarkan dari program F-35 oleh Amerika Serikat pada 2019 akibat pembelian sistem pertahanan udara S-400 dari Rusia.

KAAN pertama kali terbang pada Februari 2024 dengan mesin GE F110-GE-129—mesin yang juga digunakan pada jet F-16 milik Turki. TAI kini tengah mengembangkan mesin buatan lokal agar Turki bisa lebih mandiri dalam teknologi pertahanannya.

Kesepakatan dengan Indonesia, yang disebut-sebut bernilai lebih dari 10 miliar dolar AS, mencakup pengiriman 48 unit dalam kurun 10 tahun. Jet pertama akan diserahkan ke Angkatan Udara Turki paling cepat akhir 2028, meski bisa mundur hingga 2030. 

Bagi Indonesia, ini adalah langkah penting untuk menggantikan armada F-16 yang sudah tua dan mengisi kekosongan setelah proyek jet KF-21 dengan Korea Selatan batal dilanjutkan.

Yang menarik, Indonesia tak hanya menjadi pembeli, tapi juga terlibat langsung dalam proses produksi. Beberapa komponen KAAN akan dibuat di Indonesia lewat skema co-produksi. 

Ini selaras dengan upaya pemerintah untuk memperkuat industri pertahanan dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada impor alutsista.

Presiden Erdogan menyebut kesepakatan ini mencerminkan keselarasan visi industri pertahanan kedua negara. 

“Saya berharap perjanjian ini membawa manfaat bagi Turki dan Indonesia, terutama karena adanya kesamaan pendekatan dalam pengembangan industri nasional kita,” ujar Erdogan

Kesepakatan ini juga tak lepas dari peran aktif Presiden Indonesia Prabowo Subianto, bersama Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dan Sekretaris Industri Pertahanan Turki Haluk Gorgun. 

Erdogan secara khusus mengapresiasi peran Prabowo dalam terwujudnya kesepakatan ini, menandakan kedekatan hubungan kedua pemimpin.

Kerja sama Turki dan Indonesia dalam sektor pertahanan terus berkembang. Sebelumnya, kedua negara juga menyepakati pembangunan pabrik drone tempur bersama Baykar. 

Jet KAAN sendiri mulai menarik perhatian negara lain seperti Pakistan, Azerbaijan, Qatar, dan Arab Saudi. Azerbaijan sudah bergabung dalam proyek KAAN sejak 2024, sementara Arab Saudi menyatakan minat pada awal 2025.

Menurut analis pertahanan Yusuf Akbaba, semakin banyak negara yang memesan KAAN, biaya produksinya bisa ditekan dan menjadikan jet ini lebih kompetitif di pasar internasional.

Dari sisi Turki, kesepakatan ini disebut sebagai “ekspor industri pertahanan terbesar dalam sejarah” oleh Middle East Eye. Selain membuka pasar ekspor baru, hal ini juga memperkuat posisi Turki sebagai produsen alutsista yang diperhitungkan. 

Sementara itu bagi Indonesia, akuisisi ini sejalan dengan strategi modernisasi militer di tengah ketegangan yang meningkat di kawasan Indo-Pasifik.

Meski menjanjikan, proyek ini tidak tanpa tantangan. Target pengiriman jet pada 2028 terbilang ambisius dan bisa terganjal oleh kompleksitas produksi jet generasi kelima. 

Selain itu, biaya pengembangannya cukup besar, yang bisa jadi beban jika jumlah pesanan global tidak cukup untuk menurunkan biaya produksi.

Namun begitu, dengan partisipasi aktif Indonesia dan ketertarikan dari sejumlah negara lain, prospeknya tetap cerah dalam jangka panjang.

Kesepakatan ekspor 48 jet tempur KAAN ini merupakan momen penting dalam hubungan Turki dan Indonesia. 

Dengan nilai lebih dari 10 miliar dolar AS, kesepakatan ini membawa manfaat strategis bagi kedua pihak: Turki memperluas pasarnya sebagai eksportir alutsista, sementara Indonesia mendapat peluang untuk memperkuat pertahanan sekaligus membangun kemampuan industri lokal. 

Melalui kerja sama produksi dan teknologi, kedua negara menunjukkan komitmen untuk saling tumbuh di tengah tantangan geopolitik kawasan yang semakin dinamis.