Pemerintah menargetkan peningkatan ekspor ke Uni Eropa hingga 50% dalam tiga tahun lewat perjanjian IEU CEPA. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Indonesia bersiap memanfaatkan peluang besar di pasar Uni Eropa melalui Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (IEU CEPA), yang ditargetkan rampung pada akhir Juni 2025. Dengan implementasi perjanjian ini pada akhir 2026, pemerintah optimistis nilai ekspor ke Uni Eropa bakal melonjak hingga 50% dalam tiga tahun. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bahkan menyebutkan, capaian ini akan menyamai posisi ekspor Malaysia ke Uni Eropa saat ini.

Berdasarkan data terbaru, nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa pada 2024 mencapai US$17,3 miliar, naik 4,01% dibandingkan tahun sebelumnya. 

Dengan IEU CEPA, akses pasar untuk 20 komoditas unggulan Indonesia diperkirakan akan semakin terbuka lebar, didukung penghapusan tarif hingga 0% untuk 98,61% pos tarif dan 100% nilai impor Uni Eropa dari Indonesia. 

“Ini peluang besar untuk memperkuat posisi Indonesia di pasar global,” ujar Airlangga dalam acara Diseminasi Hasil Perundingan IEU CEPA di Jakarta, Jumat (13/6/2025).

IEU CEPA menjanjikan akses pasar optimal untuk komoditas prioritas Indonesia, seperti minyak sawit, tekstil, alas kaki, dan perikanan. Khusus untuk perikanan, Airlangga menyoroti ketimpangan yang selama ini terjadi. 

“Ikan tuna kita yang jadi sumber utama di kawasan, tapi negara tetangga seperti Filipina dan Thailand, justru menikmati tarif 0% dari Uni Eropa. Padahal, ikan itu dari laut kita!” candanya, sembari menegaskan komitmen untuk memagari kepentingan Indonesia di sektor ini.

Berikut adalah 20 komoditas unggulan ekspor Indonesia ke Uni Eropa yang diproyeksikan mendapat manfaat besar dari IEU CEPA, berdasarkan nilai ekspor 2024:

1. Minyak kelapa sawit dan turunannya: US$1,295 miliar  

2. Bijih tembaga dan turunannya: US$1,05 miliar  

3. Asam lemak (fatty acid): US$885 juta  

4. Alas kaki olahraga: US$777 juta  

5. Bungkil: US$649 juta  

6. Alas kaki dari karet/plastik: US$573 juta  

7. Lemak cokelat: US$441 juta  

8. Kopra: US$422 juta  

9. Alas kaki lainnya: US$337 juta  

10. Kopi: US$333 juta  

11. Karet alam: US$287 juta  

12. Mesin Printer: US$699 juta  

13. Asam monokarboksilat: US$261 juta  

14. Koper: US$223 juta  

15. Furnitur: US$197 juta  

16. Ferro alloy: US$184 juta  

17. Bangku (kendaraan, taman, dll.): US$179 juta  

18. Kertas dan karton: US$176 juta  

19. Produk ikan: US$173 juta  

20. Besi baja dalam gulungan: US$480 juta  

Komoditas ini mencakup sektor intensif tenaga kerja hingga produk industri, yang akan memperkuat daya saing Indonesia di pasar Uni Eropa.

Meski penuh potensi, IEU CEPA menghadapi sejumlah tantangan, terutama terkait Regulasi Bebas Deforestasi Uni Eropa (EUDR). Aturan ini berpotensi menghambat ekspor komoditas seperti minyak sawit, kopi, dan karet. 

Namun, melalui pendekatan bilateral dalam IEU CEPA, Indonesia berupaya memastikan perlakuan yang adil untuk produk-produk ini. 

“Kami ingin memastikan bahwa kebijakan EUDR tidak menjadi penghalang, tapi justru mendukung kerja sama yang saling menguntungkan,” kata Airlangga.

Selain itu, IEU CEPA juga diharapkan menciptakan lapangan kerja baru dan memperkuat rantai pasok global. Penghapusan tarif untuk sebagian besar ekspor Indonesia dalam 1-2 tahun pertama setelah implementasi akan menjadi katalis penting untuk pertumbuhan ekonomi. 

Proyeksi menunjukkan, perjanjian ini dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,19% dan Uni Eropa sebesar 0,01%.

Dengan negosiasi yang kini memasuki tahap akhir, Indonesia dan Uni Eropa tengah menyelesaikan detail teknis dan hukum untuk memastikan implementasi berjalan lancar. 

Uni Eropa, sebagai mitra dagang ke-5 terbesar Indonesia, menawarkan pasar yang saling melengkapi, terutama untuk komoditas unggulan Indonesia. 

“Kami optimistis IEU CEPA akan menjadi game-changer bagi ekspor Indonesia,” tegas Airlangga.

Perjanjian ini bukan hanya soal angka ekspor, tetapi juga tentang memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain kunci dalam perdagangan global. 

Dengan fokus pada komoditas unggulan dan strategi negosiasi yang matang, Indonesia siap menyambut era baru kerja sama ekonomi dengan Uni Eropa. Target kenaikan ekspor 50% dalam tiga tahun bukan lagi mimpi, melainkan langkah nyata menuju kemakmuran bersama.