PT PLN (Persero) mengungkapkan potensi besar bahan baku nuklir di Indonesia, tepatnya di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat. Dalam dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 yang baru dirilis Mei lalu, tercatat sekitar 24.112 ton uranium dan thorium tersedia di wilayah tersebut, membuka peluang pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Potensi ini pertama kali diidentifikasi melalui Atlas Geologi Sumber Daya Mineral dan Energi Kalimantan Barat, yang menegaskan bahwa Melawi memiliki cadangan uranium yang signifikan.
“Selain batu bara, terdapat juga potensi energi nuklir berupa uranium dan thorium di Kabupaten Melawi yang dapat digunakan sebagai energi primer PLTN,” demikian bunyi dokumen RUPTL, yang dikutip pada Selasa (17/6).
PLN menegaskan komitmennya untuk mempercepat transisi energi melalui program Accelerated Renewable Energy Development (ARED).
Dalam rencana ini, energi nuklir diposisikan sebagai salah satu solusi pembangkit listrik baseload tanpa emisi gas rumah kaca, sejalan dengan kebijakan pemerintah menuju target netral karbon.
RUPTL 2025-2034 menargetkan penambahan kapasitas pembangkit sebesar 69,5 gigawatt (GW), dengan 76% di antaranya berasal dari energi terbarukan, termasuk nuklir.
Di Kalimantan, PLN merencanakan pengembangan PLTN dengan kapasitas total 1.524 megawatt (MW) hingga 2034.
Salah satu proyek awal adalah pembangunan PLTN modular kecil dengan kapasitas 3x110 MW, bekerja sama dengan perusahaan Rusia, Rosatom, yang ditargetkan beroperasi pada 2032.
Meski begitu, realisasi proyek ini masih menunggu kebijakan pemerintah dan studi kelayakan yang mencakup aspek teknis, lingkungan, dan sosial.
Meskipun potensi uranium di Melawi menjanjikan, pengembangannya tidak lepas dari tantangan. Lokasi cadangan di Desa Kalan, Melawi, sempat menjadi sorotan karena laporan warga setempat mengenai dampak lingkungan, termasuk dugaan pencemaran Sungai Kalan dan peningkatan kasus kesehatan seperti kanker.
Meski pemerintah daerah membantah bahwa penambangan uranium menjadi penyebab utama, isu ini tetap menjadi perhatian publik dan memerlukan penanganan serius.
Selain itu, pengembangan PLTN memerlukan regulasi yang jelas. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menetapkan landasan hukum melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 85.K/TL.01/MEM.L/2025 tentang Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional, yang mencakup pengembangan energi nuklir.
Namun, proses menuju operasionalisasi masih panjang, termasuk memastikan keselamatan teknologi dan kesiapan infrastruktur.
PLN menegaskan bahwa pengembangan energi nuklir di Indonesia akan dilakukan dengan pendekatan hati-hati.
“Kami berkomitmen untuk memanfaatkan potensi sumber energi primer di Kalimantan Barat secara bertanggung jawab, dengan memprioritaskan keamanan dan keberlanjutan,” ujar perwakilan PLN dalam keterangan resminya.
Selain nuklir, PLN juga mengeksplorasi sumber energi baru seperti hidrogen hijau, yang dapat menggantikan bahan bakar gas untuk pembangkit seperti PLTG dan PLTGU.
Kombinasi berbagai sumber energi ini diharapkan memperkuat ketahanan energi nasional sekaligus mendukung target pengurangan emisi.
Potensi 24.112 ton uranium di Melawi menempatkan Indonesia pada posisi strategis dalam peta energi global.
Namun, keberhasilan pemanfaatannya bergantung pada keseimbangan antara inovasi teknologi, dukungan kebijakan, dan respons terhadap kekhawatiran masyarakat.
Dengan pendekatan yang transparan dan inklusif, energi nuklir bisa menjadi tonggak baru dalam upaya Indonesia menuju masa depan energi yang lebih hijau dan berkelanjutan.
0Komentar