![]() |
PT Garuda Indonesia mengajukan permintaan dana sebesar Rp8 triliun ke Danantara untuk pengadaan 15 pesawat baru. Danantara masih melakukan evaluasi terhadap permintaan tersebut. (Plane Spotter) |
Maskapai penerbangan nasional PT Garuda Indonesia, tengah berada di persimpangan strategis dalam upaya memperkuat operasional dan keuangan melalui pengajuan pendanaan sebesar US$500 juta (sekitar Rp8,15 triliun) kepada Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).
Dana ini dimaksudkan untuk pengadaan 15 pesawat baru guna memperluas armada, termasuk mendukung operasional anak perusahaan Citilink, serta memperbaiki kondisi keuangan perusahaan yang masih terbebani kerugian.
Namun, proses evaluasi yang sedang berlangsung memicu diskusi luas mengenai kelayakan investasi ini di tengah kekhawatiran akan transparansi dan risiko penggunaan dana negara.
Garuda Indonesia, sebagai maskapai pelat merah, telah menghadapi tantangan keuangan signifikan dalam beberapa tahun terakhir, diperparah oleh pandemi COVID-19 yang menghantam industri penerbangan global.
Meskipun telah melalui proses restrukturisasi, termasuk pengurangan utang dan optimalisasi operasional, perusahaan masih membutuhkan suntikan modal untuk mempertahankan daya saing di pasar regional yang semakin kompetitif.
Menurut sumber terpercaya, Garuda mengajukan pendanaan kepada Danantara untuk mendukung rencana pengadaan 15 pesawat baru, yang diharapkan dapat meningkatkan kapasitas penerbangan domestik dan internasional.
Selain itu, sebagian dana akan dialokasikan untuk mereaktivasi armada Citilink yang saat ini tidak beroperasi, sebuah langkah yang dianggap krusial untuk memperkuat segmen penerbangan berbiaya rendah.
Rencana ini juga sejalan dengan visi jangka panjang pemerintah untuk memperluas armada Garuda hingga mencapai 100 pesawat, sebagaimana diungkapkan dalam diskusi awal tahun ini.
Chief Executive Officer Danantara, Rosan Roeslani, menyatakan bahwa permintaan pendanaan Garuda masih dalam tahap kajian mendalam.
“Kami sedang mengevaluasi tidak hanya untuk Garuda, tetapi juga permintaan dari berbagai BUMN lainnya,” ujar Rosan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada 10 Juni 2025.
Evaluasi ini mencakup analisis kelayakan finansial, dampak ekonomi, dan potensi risiko investasi, dengan keputusan akhir diharapkan pada Juni atau Juli 2025.
Struktur pendanaan, jika disetujui, kemungkinan akan dilakukan dalam dua tahap, memberikan fleksibilitas bagi Garuda untuk mengelola dana secara bertahap.
Namun, hingga 11 Juni 2025, belum ada pembaruan resmi mengenai hasil evaluasi, meninggalkan ruang spekulasi di kalangan pelaku pasar dan masyarakat.
Pendanaan ini memiliki potensi untuk menjadi katalis bagi pemulihan Garuda Indonesia. Dengan armada baru, maskapai dapat memperluas rute, meningkatkan efisiensi operasional, dan menarik lebih banyak penumpang, terutama di segmen domestik yang memiliki permintaan tinggi.
Reaktivasi armada Citilink juga dapat memperkuat posisi Garuda di pasar low-cost, bersaing dengan pemain seperti Lion Air dan AirAsia Indonesia.
Di sisi lain, investasi ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk memperkuat sektor penerbangan nasional melalui Danantara, yang berperan sebagai pengelola investasi strategis.
Keterlibatan Danantara dalam pembicaraan dengan mitra internasional, seperti Boeing, juga menunjukkan ambisi untuk memperbarui armada dengan teknologi modern yang lebih hemat bahan bakar, yang dapat menekan biaya operasional jangka panjang.
Meskipun memiliki potensi strategis, rencana pendanaan ini tidak luput dari kritik. Garuda Indonesia mencatat kerugian sebesar Rp1,2 triliun dalam laporan keuangan terbarunya, memicu kekhawatiran tentang kemampuan perusahaan untuk mengelola suntikan dana secara efektif.
Diskusi di media sosial, khususnya platform X, mencerminkan skeptisisme publik terhadap penggunaan dana negara untuk mendukung BUMN yang merugi.
Sebagian masyarakat mempertanyakan transparansi proses pengambilan keputusan dan potensi risiko finansial yang dapat membebani anggaran negara.
Sebagai perbandingan, kebutuhan mendesak di sektor lain, seperti defisit BPJS Kesehatan, sering kali menjadi pembanding dalam diskusi publik. Hal ini menegaskan perlunya Danantara dan Garuda untuk memastikan bahwa setiap investasi dapat dipertanggungjawabkan dengan hasil yang jelas dan terukur.
Keberhasilan rencana ini bergantung pada beberapa faktor kunci. Pertama, Garuda harus menunjukkan kemampuan untuk mengelola dana dengan efisien, termasuk menyelesaikan proses pengadaan pesawat dan mereaktivasi armada Citilink tanpa penundaan signifikan.
Kedua, transparansi dalam komunikasi kepada publik dan investor akan menjadi krusial untuk menjaga kepercayaan, terutama di tengah fluktuasi saham Garuda di pasar modal.
Ketiga, Danantara perlu memastikan bahwa investasi ini sejalan dengan prioritas nasional dan memberikan manfaat ekonomi yang signifikan.
Permintaan pendanaan Rp8,15 triliun dari Garuda Indonesia kepada Danantara merupakan langkah strategis yang dapat memperkuat posisi maskapai nasional di pasar penerbangan.
Namun, di tengah evaluasi yang masih berlangsung, tantangan transparansi dan risiko finansial tetap menjadi sorotan. Dengan keputusan akhir yang diharapkan dalam beberapa minggu ke depan, semua mata tertuju pada Danantara dan Garuda untuk membuktikan bahwa investasi ini bukan hanya penyelamatan finansial, tetapi juga langkah menuju kebangkitan sektor penerbangan Indonesia.
0Komentar