![]() |
Operasi udara Israel dan serangan balik Iran membakar dana miliaran dolar. Iron Dome, JDAM, dan drone Shahed-136 jadi simbol ketimpangan biaya. (Foto: Iranian Army via AP) |
Konflik udara antara Israel dan Iran yang meletus lewat “Operasi Rising Lion” kini tak hanya menjadi duel kekuatan militer, tapi juga perang dompet. Dengan ratusan jet tempur, drone, rudal balistik, dan sistem pertahanan canggih yang terlibat, biaya dari kedua kubu membengkak—bahkan bisa mencapai miliaran dolar hanya dalam hitungan hari.
Serangan besar-besaran ini dimulai saat Israel meluncurkan gelombang serangan udara ke Iran, menargetkan fasilitas nuklir, bandara militer, lokasi produksi rudal, dan markas pasukan elit.
Sementara itu, Iran membalas dengan melepaskan lebih dari 370 rudal balistik dan ratusan drone ke wilayah Israel.
Menurut laporan The Jerusalem Post, Israel telah menghabiskan lebih dari USD1 miliar hanya untuk menangkis serangan balik Iran.
Biaya ini sebagian besar berasal dari operasional sistem pertahanan udara yang sangat mahal, seperti Iron Dome (USD50.000 per pencegat), David's Sling (USD1 juta per rudal), dan Arrow-3 (USD3,5 juta per rudal).
Serangan udara Israel sendiri justru terbilang “murah” dari sisi biaya ofensif. Israel menggunakan bom pintar JDAM (Joint Direct Attack Munition) yang harganya sekitar USD30.000 per unit, serta bom SPICE produksi Rafael yang memiliki harga sebanding.
Jet tempur F-35I dan F-16 yang digunakan mampu meluncurkan bom-bom ini dari jarak jauh dengan akurasi tinggi.
Salah satu targetnya, Bandara Mashhad di Iran yang berjarak sekitar 2.300 km dari Israel, dihantam tanpa perlu konfrontasi langsung.
“Ironisnya, mencegat satu drone Shahed-136 buatan Iran yang harganya hanya sekitar USD20.000 dengan rudal senilai USD50.000 hingga USD3 juta menunjukkan betapa timpangnya biaya perang modern,” ujar Michael Horowitz, analis pertahanan dari Le Beck International.
“Iran memang menggunakan strategi banjir drone untuk memaksa Israel menghabiskan lebih banyak biaya.” tambahnya.
Iran, meski tidak memiliki angkatan udara sekuat Israel, justru mengandalkan rudal balistik dan drone sebagai senjata utama.
Rudal-rudal Iran bervariasi, dari yang murah seharga USD25.000 hingga yang lebih canggih seperti Kheibar Shekan yang bisa menembus hingga jutaan dolar.
Drone Shahed-136 yang banyak digunakan dalam serangan massal ke Israel diperkirakan memiliki harga antara USD20.000 hingga USD200.000.
Namun, efektivitas drone murah ini bukan pada presisi, melainkan kuantitas. “Iran sadar mereka kalah teknologi, jadi mereka bertaruh pada volume. Seratus drone murahan yang diluncurkan bersamaan bisa menguras pertahanan canggih Israel,” tambah Horowitz.
Serangan balasan Iran menyebabkan kerusakan signifikan. Menurut data resmi Israel, lebih dari 30 lokasi dihantam rudal dan drone, menyebabkan puluhan korban jiwa dan 590 orang luka-luka.
Di sisi Iran, lebih dari 657 orang tewas akibat gelombang serangan udara Israel, termasuk beberapa tokoh militer senior.
Laporan dari Institute for the Study of War mencatat bahwa Israel telah menghancurkan sekitar sepertiga peluncur rudal milik Teheran, memperlemah kapasitas Iran untuk serangan lanjutan.
Meski begitu, sistem rudal Iran bersifat mobile dan tersebar, sehingga tidak sepenuhnya lumpuh.
Konflik ini juga memberi tekanan pada fiskal masing-masing negara. Biaya operasional yang melonjak bisa berdampak ke sektor lain.
Israel, misalnya, harus menyeimbangkan anggaran pertahanan dengan pengeluaran sosial dan infrastruktur domestik, terutama di tengah tensi politik internal.
Iran, yang selama ini tertekan sanksi internasional, menghadapi dilema antara belanja militer dan kebutuhan ekonomi rakyatnya.
“Ketika satu rudal pencegat berharga jutaan dolar digunakan untuk menjatuhkan drone murah, yang rugi bukan hanya kementerian pertahanan, tapi seluruh anggaran negara,” ujar Yossi Mekelberg, profesor hubungan internasional di Regent’s University London.
Ke depan, perang ini diprediksi belum akan mereda. Meski tidak berujung pada invasi darat penuh, risiko eskalasi tetap tinggi.
Israel masih menargetkan kapasitas nuklir Iran, dan Iran diyakini belum mengerahkan semua kemampuannya.
“Selama Iran terus menembakkan rudal murah dan Israel bertahan dengan sistem mahal, keseimbangan biaya akan tetap timpang,” pungkas Mekelberg.
Konflik ini menjadi pengingat keras bahwa dalam perang modern, kemenangan bukan hanya ditentukan oleh kekuatan militer, tapi juga kecerdikan dalam mengatur anggaran. Perang bisa jadi dimenangkan di medan tempur, tapi kalah di neraca keuangan.
0Komentar