![]() |
Garuda Indonesia kembali disuntik dana jumbo Rp6,65 triliun oleh Danantara untuk restrukturisasi dan transformasi bisnis. (Foto: AP/Romeo Gacad) |
Maskapai nasional Garuda Indonesia resmi mendapat suntikan dana segar senilai USD 405 juta atau setara Rp6,65 triliun dari Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia.
Pendanaan ini diumumkan pada 24 Juni 2025 dan ditujukan untuk menopang transformasi bisnis Garuda selama lima tahun ke depan, di tengah tekanan keuangan dan upaya restrukturisasi menyeluruh.
Dana diberikan melalui PT Danantara Asset Management dalam bentuk pinjaman pemegang saham.
Pendanaan tersebut menjadi bagian dari komitmen dukungan total sebesar USD 1 miliar yang akan disalurkan secara bertahap, mencakup kebutuhan maintenance, repair, and overhaul (MRO), optimalisasi operasional, serta restrukturisasi keuangan.
Dari total dana USD 405 juta itu, sekitar USD 111 juta dialokasikan langsung untuk Garuda, sementara sisanya ditujukan untuk Citilink, anak usaha Garuda di segmen penerbangan berbiaya rendah (LCC).
Salah satu prioritas utama adalah mengaktifkan kembali sekitar 15 armada yang saat ini tidak beroperasi, mayoritas di antaranya milik Citilink.
“Pendanaan ini bukan hanya tentang menyelamatkan Garuda, tapi memposisikan kembali perannya sebagai backbone transportasi udara nasional,” ujar Wamildan Tsani Pandjaitan, Direktur Utama Garuda Indonesia, dalam konferensi pers di Jakarta.
Garuda menargetkan mengoperasikan 120 pesawat dalam lima tahun ke depan, naik dari 98 pesawat yang aktif per Maret 2025.
Proyeksi ini selaras dengan prediksi pertumbuhan lalu lintas udara di Indonesia yang diperkirakan mencapai rata-rata 8% per tahun selama empat tahun mendatang.
Langkah ini dilakukan di tengah bayang-bayang kerugian bersih yang dialami Garuda pada tahun 2024, setelah sempat mencatatkan keuntungan selama dua tahun berturut-turut pasca-pandemi.
Kondisi keuangan Garuda bahkan mencatat defisit modal sebesar USD 1,4 miliar di akhir tahun lalu. Hal ini turut memperkuat urgensi intervensi struktural melalui suntikan modal dan reformasi manajerial.
“Transformasi Garuda akan dikawal ketat dengan prinsip tata kelola yang lebih kuat. Kami melibatkan advisor global untuk memastikan pendanaan ini menghasilkan dampak jangka panjang,” tegas Dony Oskaria, Wakil Menteri BUMN sekaligus COO Danantara.
Konteks pendanaan ini tak terlepas dari langkah besar pemerintah pada awal 2025 yang mentransfer 65% saham negara di Garuda ke Danantara.
Langkah tersebut menjadikan Danantara sebagai pemegang saham mayoritas, sekaligus menandai perubahan arah strategi bisnis yang lebih berorientasi pada keberlanjutan.
Namun, berbagai pihak mengingatkan bahwa tantangan Garuda tidak ringan. Rekam jejak penyelamatan maskapai pelat merah ini bukan tanpa kritik.
Sejumlah pengamat menyoroti sejarah Garuda yang beberapa kali menerima dana talangan, namun tetap belum menunjukkan perbaikan signifikan secara jangka panjang.
Dalam laporan Tempo, disebutkan bahwa tanpa reformasi menyeluruh, injeksi dana ini bisa menjadi "siklus lama yang terulang kembali".
Terlebih, pendanaan kali ini terjadi dalam lanskap industri penerbangan global yang makin kompetitif dan dinamis pasca-pandemi.
Meski demikian, pemerintah dan Danantara tampak percaya diri. Mereka menegaskan bahwa pendanaan kali ini disalurkan berbasis kinerja dan dengan skema monitoring ketat.
“Pendanaan ini bukan hibah. Ini investasi strategis dengan ekspektasi hasil,” tegas Dony Oskaria.
Ke depan, Garuda tidak hanya dituntut untuk pulih, tapi juga harus mampu mengamankan posisinya dalam pasar domestik dan regional yang mulai dipenuhi pemain baru.
Jika berhasil, transformasi ini bisa menjadi tonggak baru bagi kebangkitan sektor aviasi nasional. Namun jika gagal, suntikan dana triliunan ini bisa kembali menjadi beban negara yang tak kunjung berbuah hasil.
0Komentar